Tafsir Ibn Katsir, Biografi Pengarang dan Karakteristika Tafsirnya #2
January 29, 2015
Add Comment
Corak Tafsir Ibn Katsîr
Sekilas Tafsir Ibn Katsîr
Tafsir Ibn Katsîr dengan nama Tafsîr al-Qur’ân al-‘azîm[1] termasuk terkategorikan tafsir yang populer, terdapat
sejumlah muktasar (ringkasan) terhadap tafsîr Ibn Katsîr,
di antaranya: pertama: al-Dûr al-Munîr karya ‘Afîf al-Dîn bin Sa’îd, kedua: ‘Umdat
al-Tafsîr ‘an al-hâfid Ibn al-Katsîr karya Ahmad
Muhammad Syâkir tahun 1977 ketiga: Mukhtasar Tafsîr Ibn Katsîr karya
Muhammad Karîm Râjih. Beirut 1988 keempat: Mukhtasar Tafsîr
Ibn Katsîr karya Muhammad ‘Alî al-Sâbunî[2] Untuk lebih mengetahui sumber penafsiran tafsir Ibn
Katsîr, dapat dijumpai dalam mukadimahnya:
“Metode
penafsiran yang paling sahih ialah penafsiran al-Qur’ân dengan al-Qur’ân. Ayat
yang mujmal pada suatu tempat dijelaskan di tempat lain. Apabila metode
itu tidak dapat anda lakukan, maka tafsirkanlah dengan Sunnah karena ia
merupakan penjelasan bagi al-Qur’ân.... Apabila anda tidak dapat menafsirkan
al-Qur’ân dengan Sunnah maka kita semua merujuk kepada tafsiran para sahabat
r.a. (karena) mereka lebih mengetahui hal itu,
mereka juga melihat fakta dan kondisi kejadian sunnah. Mereka memiliki
pemahaman yang sempurna, ilmu yang sahih, dan amal saleh, tentu saja dari mereka
terdapat sahabat senior mereka dan Khulafâ al-Râsyidîn, dan para imam yang
mendapatkan pentunjuk, terdapat pula Abdullâh bin Mas’ûd ra. Apabila tidak
ditemukan tafsirannya dalam al-Qur’ân, dalam sunnah, dan dari atsar
Sahabat, maka lihatlah penjelasan Tâbi’în seperti Mujâhid bin Jabar” [3]
Ibn Katsîr mengkategorikan
penafsiran sahabat, dan tâbi’în dalam katagori Tafsir bi al-Ma’tsûr[4]. Perbedaan dalam penafsiran
baik di kalangan sahabat maupun di kalangan Tâbi’în, bagi Ibn Katsîr tidak
dijadikan titik lemah, karena perbedaan tersebut bukan merupakan perbedaan yang
prinsipil, memang bagi orang yang kurang memahami akan tergesa-gesa
berkesimpulan bahwa telah ada pertentangan[5].
Ibn Katsîr bersikap selektif dan
proporsional terhadap Israilliyât[6],
dan melarang mereka yang tidak memiliki dasar pengetahuan tentang tafsir untuk
menafsirkan al-Qur’ân[7]
[1] Selain Karya Ibn Katsîr,
kitab Tafsir dengan nama “Tafsîr al-Qur’ân al-‘azîm” juga ada karya Abd al-Rahman bin Abî Hatim al-Râzî (wafat: 835 H/1432 M)
lihat Ali Iyâzy, al-Mufassirûn, h. 229
[3] Alî Iyâzî menyebut Tafsir Ibn Katsîr sebagai Tafsir yang
paling Masyhur katagori Tafsir bi al- ma’tsur setelah kitab Tafsir Ibn
Jarîr al-tabarî. Lihat Sayyid Ali Iyazî, al-Mufassirun hayâtuhum
wa manhâjuhum (Tehran: Wizârat Farhange wa Irsyâd Islâmî, t.t) hal. 305
[4] Yang termasuk kategorisasi tafsîr bi al-ma’tsûr menjadi ikhtilâf di antara pemerhati ‘Ulûm al-Qur’ân, misalnya menurut al-Zarqâni berpendapat bahwa yang termasuk tafsir bi al-ma’tsûr adalah tafsir Nabi dan Sahabat, berbeda dengan al-Zahabi dan Manna’ Khalil
al-Qattan yang memasukkan Tabi’in ke dalam kategori tafsir bi al-ma’stûr, selanjutnya, menurut Subhi Saleh dan disetujui oleh
Yusuf Qardawî: memasukkan tafsir
kalangan Tâbi’ al-Tâbi’in termasuk tafsir bi al-ma’tsûr. lihat Faizah Ali Sybromalisi, Tafsir
bi al-Ma’tsûr, h. 24
[5] Nampaknya Ibn Katsîr sejalan dengan gurunya Ibn
Taimiyyah, yang mengatakan “Adanya ikhtilaf para sahabat dalam al-Qur'ân bukanlah ikhtilâf Tadâd (pertentangan) tapi Ikhtilâf Tanâwu’ (sebagai variasi), seperti penafsiran sahabat mengenai
arti dari “Sirât al-Mustaqîm” ada yang mengatakan sirât adalah al-Qur’ân, ada
yang mengatakan sirât adalah Islam, keduanya adalah benar karena berdasarkan
dalil, dan keduanya tidak bertentangan karena karena keduanya adalah Hudûd (batasan-batasan Allah swt.) lihat dalam Muqaddimah fî Usûl al-Tafsir, (Kuwait: Dâr al-Qur’ân, 1971 M), h. 42.
[6] Ibn Katsîr, Tafsîr
al-Qur’ân al-‘Adîm (Riyâd: Maktabah Dâr Salâm, 1994), Juz I,
h. 20. Misalnya ketika menafsirkan sûrah al-Baqarah/2: 36
فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا
مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ
فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (٣٦)
Pada penafsirannya
Ibn Katsîr mengajukan sebuah pertanyaan, “bagaimana bisa Syetan bisa masuk dan
menggoda kembali ke dalam surga, padahal setan telah di usir dari surga?”, Ibn
Katsîr menjawabnya dengan menggunakan Israilliyat (dalam kitab Taurah), bahwa
Setan masuk kembali dengan masuk ke mulut seekor ular.
0 Response to "Tafsir Ibn Katsir, Biografi Pengarang dan Karakteristika Tafsirnya #2"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR