-->

Tafsir Ibn Katsir, Biografi Pengarang dan Karakteristika Tafsirnya #2

Corak Tafsir Ibn Katsîr

      Sekilas Tafsir Ibn Katsîr
      Tafsir Ibn Katsîr dengan nama Tafsîr al-Qur’ân al-‘azîm[1] termasuk terkategorikan tafsir yang populer, terdapat sejumlah muktasar (ringkasan) terhadap tafsîr Ibn Katsîr, di antaranya: pertama: al-Dûr al-Munîr karya ‘Afîf al-Dîn bin Sa’îd, kedua: ‘Umdat al-Tafsîr ‘an al-hâfid Ibn al-Katsîr karya Ahmad Muhammad Syâkir tahun 1977 ketiga: Mukhtasar Tafsîr Ibn Katsîr karya Muhammad Karîm Râjih. Beirut 1988 keempat: Mukhtasar Tafsîr Ibn Katsîr karya Muhammad ‘Alî al-Sâbunî[2] Untuk lebih mengetahui sumber penafsiran tafsir Ibn Katsîr, dapat dijumpai dalam mukadimahnya:
      “Metode penafsiran yang paling sahih ialah penafsiran al-Qur’ân dengan al-Qur’ân. Ayat yang mujmal pada suatu tempat dijelaskan di tempat lain. Apabila metode itu tidak dapat anda lakukan, maka tafsirkanlah dengan Sunnah karena ia merupakan penjelasan bagi al-Qur’ân.... Apabila anda tidak dapat menafsirkan al-Qur’ân dengan Sunnah maka kita semua merujuk kepada tafsiran para sahabat r.a. (karena) mereka lebih mengetahui hal itu,  mereka juga melihat fakta dan kondisi kejadian sunnah. Mereka memiliki pemahaman yang sempurna, ilmu yang sahih, dan amal saleh, tentu saja dari mereka terdapat sahabat senior mereka dan Khulafâ al-Râsyidîn, dan para imam yang mendapatkan pentunjuk, terdapat pula Abdullâh bin Mas’ûd ra. Apabila tidak ditemukan tafsirannya dalam al-Qur’ân, dalam sunnah, dan dari atsar Sahabat, maka lihatlah penjelasan Tâbi’în seperti Mujâhid bin Jabar” [3]
Ibn Katsîr mengkategorikan penafsiran sahabat, dan tâbi’în dalam katagori Tafsir bi al-Ma’tsûr[4]. Perbedaan dalam penafsiran baik di kalangan sahabat maupun di kalangan Tâbi’în, bagi Ibn Katsîr tidak dijadikan titik lemah, karena perbedaan tersebut bukan merupakan perbedaan yang prinsipil, memang bagi orang yang kurang memahami akan tergesa-gesa berkesimpulan bahwa telah ada pertentangan[5].
Ibn Katsîr bersikap selektif dan proporsional terhadap Israilliyât[6], dan melarang mereka yang tidak memiliki dasar pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan al-Qur’ân[7]







[1] Selain Karya Ibn Katsîr, kitab Tafsir dengan nama “Tafsîr al-Qur’ân al-‘azîm” juga ada karya Abd al-Rahman bin Abî Hatim al-Râzî (wafat: 835 H/1432 M) lihat Ali Iyâzy, al-Mufassirûn, h. 229
            [2] ‘Aly Iyâzy, al-Mufassirûn, h. 309.
[3] Alî Iyâzî menyebut Tafsir Ibn Katsîr sebagai Tafsir yang paling Masyhur katagori Tafsir bi al- ma’tsur setelah kitab Tafsir Ibn Jarîr al-tabarî. Lihat Sayyid Ali Iyazî, al-Mufassirun hayâtuhum wa manhâjuhum (Tehran: Wizârat Farhange wa Irsyâd Islâmî, t.t) hal. 305
                [4] Yang termasuk kategorisasi tafsîr bi al-ma’tsûr menjadi ikhtilâf di antara pemerhati ‘Ulûm al-Qur’ân, misalnya menurut al-Zarqâni berpendapat bahwa yang termasuk tafsir bi al-ma’tsûr adalah tafsir Nabi dan Sahabat,  berbeda dengan al-Zahabi dan Manna’ Khalil al-Qattan yang memasukkan Tabi’in ke dalam kategori tafsir bi al-ma’stûr, selanjutnya, menurut Subhi Saleh dan disetujui oleh Yusuf Qardawî: memasukkan tafsir kalangan Tâbi’ al-Tâbi’in termasuk tafsir bi al-ma’tsûr. lihat Faizah Ali Sybromalisi, Tafsir bi al-Ma’tsûr, h. 24
[5] Nampaknya Ibn Katsîr sejalan dengan gurunya Ibn Taimiyyah, yang mengatakan “Adanya ikhtilaf para sahabat dalam al-Qurn bukanlah ikhtilâf Tadâd (pertentangan) tapi Ikhtilâf Tanâwu’ (sebagai variasi), seperti penafsiran sahabat mengenai arti dari Sirât al-Mustaqîm” ada yang mengatakan sirât adalah al-Qur’ân, ada yang mengatakan sirât adalah Islam, keduanya adalah benar karena berdasarkan dalil, dan keduanya tidak bertentangan karena karena keduanya adalah Hudûd (batasan-batasan Allah swt.) lihat dalam Muqaddimah fî Usûl al-Tafsir, (Kuwait: Dâr al-Qur’ân, 1971 M), h. 42.
                [6] Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adîm (Riyâd: Maktabah Dâr Salâm, 1994), Juz I, h. 20. Misalnya ketika menafsirkan sûrah al-Baqarah/2: 36

فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (٣٦)
            Pada penafsirannya Ibn Katsîr mengajukan sebuah pertanyaan, “bagaimana bisa Syetan bisa masuk dan menggoda kembali ke dalam surga, padahal setan telah di usir dari surga?”, Ibn Katsîr menjawabnya dengan menggunakan Israilliyat (dalam kitab Taurah), bahwa Setan masuk kembali dengan masuk ke mulut seekor ular.
[7]  Mani’ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir, hal. 62

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Tafsir Ibn Katsir, Biografi Pengarang dan Karakteristika Tafsirnya #2"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel