Belajar Ilmu Sharaf; Mengenal Tasripan
November 11, 2015
Add Comment
Tasripan diadabtasikan
dari bahasa Arab yakniTasrîfân asal katanya adalah al-sarf
(ganti[1]),
lalu di-mauzûn-kan (dimasukkan) pada pola fa’la-taf’îl yakni Tsulatsi
mazîd awal na’u tsâni maka menjadi Sarrafa-Tasrîf. Dalam
al-Qur´ân kata Tasrîf ditemukan dalam sûrah al-Baqarah; 164
terdapat lapad وَتَصْرِيفِ
الرِّيَاحِyang artinya Tebaran angin[2]
Selanjutnya Tasripan sebagai ilmu (science)
didefinisikan dengan menghapal susunan kata yang sahih dari fiil madi hingga
ism zaman secara sistematis, koheren, dapat diukur serta diujikan. Karenanya
Tasripan memenuhi kriteria ilmu (science) tidak sekedar pengetahuan (Knowledge)[3]
Sasaran bahasan
Fi’il sahih (bukan
fi’il yang terkena i’lal) menjadi objek dalam Tasrifan dan terbagi dalam 39
pola dimana masing-masing pola tersusun dari fi’il madi, fi’il mudar’i,
masdar, isim fâ’il, ism maf’ûl, fiîl ‘amr, fi’il nahy, ism zaman, ism
makân dan ism alat. Angka 39 ini hadir berdasarkan kalkulasi dari
pembagian fi’il yang pada awalnya terbagi menjadi Tsulâtsi dan ruba’i
ujarrad dan mazîd
Untuk lebih
memudahkan dari 39 pola tersebut terbagi ke dalam beberapa bagian. Selanjutnya
bagian pertama adalah fi’il dibagi menjadi Tsulâtsi (tiga
huruf) dan rubâ’i (empat huruf). Bagian kedua adalah
masing-masing Tsulâtsi dan Rubâ’i dibagi menjadi mujarrad (tanpa
ditambah) dan mazîd (terdapat tambahan) maka terdapat empat bagian
yakni: Tsulâtsi mujarrad, Tsulâtsimazîd, Rubâ’iMujarrad dan Rubâ’i mazîd.
تصريف
إصتلاحي ثلاثي
رباعي
مجرد
باب اول
وَزَنْ : فَعَل يَفْعُلُ
فَعْلاً فَهُوَ فَاعِلٌ وَذَاكَ مَفْعُوْلٌ أُفْعُلْ لاَ تَفْعُلْ مَفْعَلٌ
مَفْعَلٌ مِفْعَلٌ
مَوْزُوْن :نَصَرَ
يَنْصُرُ نَصْرًا فَهُوَ نَاصِرٌ وَذَاكَ مَنْصٌوْرٌ أُنْصُرْ لاَتَنْصُر مَنْصَرٌ
مَنْصَرٌ مِنْصَرٌ
Tanda dari bab I adalah ‘ain Fi’il
dalam fi’il madi dibaca fathah dan ‘ain fi’i’l dalam
fi’il mudâri dibaca dhammah فَعَل يَفْعُلُ.
Lalu sebagai implikasi dari dhammah-nya
‘ain dalam fi’il mudâri, maka dhammah pula a’in dalam fi’il
‘amr dan fi’il nahyi. Hal ini dikarenakan fi’il ‘amr dan fi’il
nahyi adalah bagian dari sîghat (lapad) yang ditransformasikan dari fi’il
mudâri.
Sementara itu peraturan untuk ism
zaman dan ism makân adalah jika ‘ain fi’i’l dalam fi’il
mudâri dibaca dhammah dan fathah maka ain di dalam ism
zaman dan ism makân dibaca fathah. Karena itu di sini dibaca مَنْصَرٌ مَنْصَرٌ. Adapun ‘ain
fi’i’l dalam fi’il mudâri dibaca kasrah maka maka ain di
dalam ism zaman dan ism makân dibaca kasrah seperti akan
ditemukan pada Bab II dan Bab VI
باب ثاني
وَزَنْ : فَعَلَ يَفْعِلُ فَعْلاً فَهُوَ
فَاعِلٌ وَذَاكَ مَفْعُوْلٌ إِفْعِلْ لاَ تَفْعِلْ مَفْعَلٌ مَفْعَلٌ مِفْعَلٌ
مَوْزُوْن :ضَرَبَ يَضْرَبُ ضَرْبًا فَهُوَ ضَارِبٌ وَذَاكَ مَضْرُوْبٌ
إِضْرِبْ لاَ تَضْرِبْ مَضْرِبٌ مَضْرِبٌ مِضْرَبٌ
Tanda dari bab II adalah ‘ain
Fi’il dalam fi’il madi dibaca fathah dan ‘ain
fi’i’l dalam fi’il mudâri dibaca kasrah فَعَلَ يَفْعِلُ. Lalu
sebagai implikasi dari kasrah-nya ‘ain dalam fi’il mudâri, maka kasrah
pula a’in dalam fi’il ‘amr dan fi’il nahyi. إِفْعِلْ لاَ تَفْعِلْ.
Sementara itu peraturan untuk ism
zaman dan ism makân adalah jika ‘ain fi’i’l dalam fi’il
mudâri dibaca ‘ain fi’i’l dalam fi’il mudâri dibaca kasrah
maka maka ain di dalam ism zaman dan ism makân dibaca kasrah
Karena itu di sini dibaca مَضْرِبٌمَضْرِبٌ
باب ثالث
وَزَنْ :فَعَل
يَفْعَلُ فَعْلاً فَهُوَ فَاعِلٌ وَذَاكَ مَفْعُوْلٌ أِفْعَلْ لاَ تَفْعَلْ
مَفْعَلٌ مَفْعَلٌ مِفْعَلٌ
مَوْزُوْن :فَتَحَ يَفْتَحُ فَتْحًا فَهُوَ فَاتِحٌ وَذَاكَ مَفْتُوْحٌ إِفْتَحْ
لاَتَفْتَحْ مَفْتَحٌ مَفْتَحٌ مِفْتَاحٌ
Tanda dari bab III adalah ‘ain
Fi’il dalam fi’il madi dibaca fathah dan ‘ain
fi’i’l dalam fi’il mudâri dibaca fathah فَعَلَ يَفْعِلُ. Lalu
sebagai implikasi dari Fathah-nya ‘ain dalam fi’il mudâri, maka fathah
pula a’in dalam fi’il ‘amr dan fi’il nahyi. أِفْعَلْ لاَ تَفْعَلْ. Dalam ism
alat, dituliskan lapad مِفْتَاحٌpadahal pada wazan-nya adalah مِفْعَلٌ(tidak menyisipkan alif). Hal
ini dikarenakan ism alat dari فَتَحَmenurut informasi dari
kosakatan Arab adalah مِفْتَاحٌbukan مِفْتَحٌmisalnya dalam hadis[4]
باب رابع
وَزَنْ :فَعِلَ
يَفْعَلُ فَعْلاً فَهُوَ فَاعِلٌ وَذَاكَ مَفْعُوْلٌ أِفْعَلْ لاَ تَفْعَلْ
مَفْعَلٌ مَفْعَلٌ مِفْعَلٌ
مَوْزُوْن :عَلِمَ يَعْلَمُ عِلْمًا فَهُوَ عَالِمٌ وَذَاكَ مَعْلُوْمٌ
إِعْلَمْ لاَتَعْلَمْ مَعْلَمٌ مَعْلَمٌ مِعْلَمٌ
Tanda dari bab IV adalah ‘ain Fi’il dalam fi’il
madi dibaca Kasrah dan ‘ain fi’i’l dalam fi’il
mudâri dibaca fathah فَعَلَ يَفْعِلُ. Lalu sebagai implikasi dari Fathah-nya ‘ain dalam fi’il mudâri, maka
fathah pula a’in dalam fi’il ‘amr dan fi’il nahyi. أِفْعَلْ لاَ تَفْعَلْ. Dalam masdar,
dituliskan lapad عِلْمًاpadahal pada wazan-nya adalah فَعْلاً(dengan kasrahnya fa). Hal
ini dikarenakan masdar dari عَلِمَmenurut informasi dari
kosakata Arab adalah عِلْمًاbukan عَلْمًاmisalnya dalam hadis[5].
Secara
aturan, bentuk masdar Qiyâsi dari عَلِمَadalah فَعْلاً. Karena عَلِمَtermasuk
fa’ila muta’ddi. Sementara itu bentuk masdar dari fa’ila dan fa’ala
muta’ddi adalah ber-wazan فَعْلاًsebagaimana pendapat Imâm
Sibawaih salah satu pakar dalam ilmu Gramatikal Arab dan diamini oleh Ibn Mâlik:
فَعْلٌ
قِيَاسُ مَصْدَرِ المُعَدَّى مِنْ ذِى
ثَلَاثَةٍ كَرَدَّ رَدًّا
باب خامس
وَزَنْ :فَعُلَ يَفْعُلُ فَعُولَةً فَعَالَةَ
فَهُوَ فَعْلٌ فَعِيْلٌ وَذَاكَ مَفْعُوْلٌ بِهِ أُفْعُلْ لاَ تَفْعُلْ مَفْعَلٌ
مَفْعَلٌ
مَوْزُوْن :حَسُنَ يَحْسُنُ حُسْنًا حَسَناً فَهُوَ حَسْنٌ وَذَاكَ
مَحْسُوْنٌ بِهِ أُحْسُنْ لاَتَحْسُنْ مَحْسَنٌ مَحْسَنٌ
Tanda dari bab V adalah ‘ain Fi’il dalam fi’il
madi dibaca Dammah dan ‘ain fi’i’l dalam fi’il
mudâri dibaca Dammahفَعُلَ يَفْعُلُ.
Lalu sebagai implikasi dari Dammah-nya
‘ain dalam fi’il mudâri, maka Dammah pula a’in dalam fi’il
‘amr dan fi’il nahyi. أُحْسُنْ لاَتَحْسُنْ. Dalam masdar, dituliskan
lapad حُسْنًا حَسَناً padahal pada wazan-nya adalah فَعُولَةً فَعَالَةَ. Hal ini dikarenakan masdar dari حَسُنَmenurut
informasi dari kosakata Arab adalah حُسْنًا حَسَناً misalnya terdapat kataحُسْنُ الظَّن dan lapad فِي الدُّنْياَ حَسَنَةً
Selanjutnya dalam ism Fâil-nya yang terdapat pada bab ke lima adalah
memakai wazan فَعْلٌ dan فَعِيْلٌdikarenakan ism Fâil dengan wazan فَاعِلٌ adalah untuk فَعَلَ، فَعِلَ sebagaimana Ibn Mâlik:
وَزِنَةُ
المُضَارِع اسْمُ الفَاعِلِ مِنْ ذِى
الثَّلاَثِ كَالمُوَاصِلِ
Adapun bentuk ism fâil dari فَعُلَ adalah
ber-wazan فَعْلٌ dan فَعِيْلٌsebagaimana Ibn Mâlik:
وَفَعْلٌ
أَولى وَفَعِيْلٌ بِفَعُل كَضَحْمِ
وَالجَمِيْلِ وَالفِعْلُ جَمُل
Selanjutnya perlu diketahui bahwa
khusus untuk bab V ini semua mauzûn-nya mengandung arti lâzimah tidak
seperti bab I sampai bab IV ditemukan yang muta’adi dan lazimah[6]
Dalam ism maf’ûl bab V ini
diakhiri dengan kata lihat مَفْعُوْلٌ
بِهِ، مَحْسُوْنٌ بِهِ ini merupakan sebuah indikasi dari makna lâzimah. Kegunaan
bihi adalah untuk me-mutaâdi-kan fiil lâzimahز Sebagaimana dikatahui bahwa bab V bermakna lazimah sementara
bahan mentah untuk membuat isim maf’ûl harus dari muta’adi
باب سادس
وَزَنْ :فَعِلَ
يَفْعِلُ فَعْلاً فَهُوَ فَاعِلٌ وَذَاكَ مَفْعُوْلٌ أِفْعِلْ لاَ تَفْعِلْ
مَفْعِلٌ مَفْعِلٌ مِفْعَلٌ
مَوْزُوْن :حَسِبَ يَحْسِبُ حَسَبًا حِسْبَانًا فَهُوَ حَاسِبٌ وَذَاكَ
مَحْسُوْبٌ إِحْسِبْ لاَ تَحْسِبْ مَحْسِبٌ مَحْسِبٌ مِحْسَبٌ
Tanda dari bab VI adalah ‘ain
Fi’il dalam fi’il madi dan ‘fi’il mudâri dibaca kasrahفَعِلَ يَفْعِلُ. Lalu
sebagai implikasi dari kasrah-nya ‘ain dalam fi’il mudâri, maka kasrah
pula a’in dalam fi’il ‘amr dan fi’il nahyi. أِفْعِلْ لاَ تَفْعِلْ. Juga
berakitab pada kasrahnya ain fi’il dalam ism zaman dan ism
makân-nya. Karena itu di sini dibaca مَحْسِبٌ مَحْسِبٌ
رباعي
مزيد بِحَرْفٍ
Sebagaimana pada penjelasan
sebelumnya bahwa Tsulasi terbagi menjadi mujarrad dan mazid, dalam bagian ini
adalah pemaparan pola-pola yang terdapat dalam 3 bab. Identitas dari Tsulasi
mazid awal adalah tiga hurup asal dan satu hurup tambahan.
باب اول
وزن :أَفْعَلَ يُفْعِلُ إِفْعَالاً فَهُوَ مُفْعِلٌ وَذَاكَ مُفْعَلٌ أَفْعِلْ لاَتُفْعِلْ
مُفْعَلٌ مُفْعَلٌ
موزون : أَكْرَمَ يُكْرِمُ إِكْرَامًا فَهُوَ مُكْرِمٌ وَذَاكَ مُكْرَمٌ أَكْرِمْ
لاَتُكْرِمْ مُكْرَمٌ مُكْرَمٌ
Tanda dari tsulasti mazid nau awalbab I
adalah empat hurup dalam fi’il madi karena ditambahkan satu hurup.
Misalnya أَفْعَلَdan أَكْرَمَ asalnya فعلdan كرمlalu
ditambahkan Hamzah yang bertujuan mempunyai makna ta’diyyah (merubah
kata kerja dari aktif intransitif menjadi aktif transitif). Seperti كرمartinya
adalah mulia, lalu menjadi أَكْرَمَartinya memuliakan
باب ثاني
وزن :فَعَّلَ يُفَعِّلُ تفْعِيْلاً تَفْعِلَةً تِفْعٰلاً فَعَالاً مُفَعَّلاً
فَهُوَ مُفَعِّلٌ وَذَاكَ مُفَعَّلٌ فَعِّلْ لاَ تُفَعِّلْ مُفَعَّلٌ مُفَعَّلٌ
موزون : فَرَّحَ يُفَرِّحُ تَفْرِيْحًا تَفْرِحَةً تِفْرٰحاً فَرَاحًا مُفَرَّحًا فَهُوَ
مُفَرِحٌ وَذَاكَ مُفَرَّحٌ فَرِّحْ لاَتُفَرِّحْ مُفَرَّحٌ مُفَرّحٌ
Tanda dari tsulasti mazid awal bab II
adalah empat hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan satu hurup berupa
tasydîd. Misalnya فَعَّلَdan فَرَّحَasalnya فعلdan فَرَحَlalu
ditambahkan Tasydîd yang bertujuan mempunyai makna ta’diyyah (merubah
kata kerja dari aktif intransitif menjadi aktif transitif). Seperti فرحartinya
adalah senang, lalu menjadi فَرَّحَartinya menyenangkan
باب ثالث
وزن :فَاعَلَ يُفَاعِلُ مُفَاعَلَةً وفِعَالاً فَهُوَ مُفَاعِلٌ وَذَاكَ مُفَاعَلٌ
فَاعِلْ لاَتُفَاعِلْ مُفَاعِلٌ مُفَاعِلٌ
موزون :قَاتَلَ
يُقَاتِلُ مُقَاتَلَةً وَقِتَالاً فَهُوَ مُقَاتِلٌ وَذَاكَ مُقَاتَلٌ قَاتِلْ لاَ
تُقَاتِلْ مُقَاتَلٌ مُقَاتَلٌ
Tanda dari tsulasti mazid awal bab III
adalah empat hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan satu hurup berupa
alif yang terletak antara fa fi’il dan ‘ain fîîl Misalnya فَاعَلَdan قَاتَلَasalnya فعلdan قَتَلَlalu
ditambahkan alif yang bertujuan supaya mempunyai maknaمُشَارَكَةٌ بَيْنَ الشَّيْئَينِ(makna saling diantara dua
hal). Seperti قَتَلَartinya adalah membunuh, lalu menjadi قَاتَلَartinya
saling bunuh
Dalam
bahasa Arab seringkali ditemukan kata yang berpola tsulasti mazid awal
bab III seperti ،مُعَامَلة، مُشَاوَرة
ثلاثي
مزيد بحرفين
Identitas dari Tsulasi mazid na’u
al-Tsânî adalah tiga hurup asal dan dua hurup tambahan, jumlahnya menjadi 5
huruf
باب اول
وزن : إنْفَعَلَ يَنْفَعِلُ إِنْفِعَالاً فَهُوَ مُنْفَعِلٌ وَذَاكَ مُنْفَعَلٌ بِهِ
إِنْفَعِلْ لاَتَنْفَعِلْ مُنْفَعَلٌ مُنْفَعَلٌ
موزون : إِنْكَسَرَ يَنْكَسِرُ إنْكِسَارًا فَهُوَ مُنْكَسِرٌ وَذَاكَ مُنْكَسَرٌ بِهِ
إِنْكَسِرْ لاَ تَنْكَسِرْ مُنْكَسَرٌ مُنْكَسَرٌ
Tanda dari tsulasti mazid awal
bab I adalah lima hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan dua hurup
berupa hamzah dan nun sebelum fa fi’il. Misalnya إِنْفَعَلdan إِنْكَسَرَasalnya
فعلdan كَسَرَlalu
ditambahkan hamzah dan nunyang bertujuan mempunyai makna مُطَاوَعَةْ(adalah meredaksikan akibat
dari fi’il mut’adi). Seperti كَسَرَartinya pecah, lalu menjadi إِنْكَسَرَartinya
berserakan. Dalam contoh:
كَسَّرْتُ الزُّجَاجَ فَانْكَسَرَaku telah memecahkan kaca, dan kaca itu menjadi berserakan
كَسَّرْتُ الزُّجَاجَ فَانْكَسَرَaku telah memecahkan kaca, dan kaca itu menjadi berserakan
باب ثاني
وزن : إفْتَعَلَ يَفْتَعِلُ إِفْتِعَالاً فَهُوَ مُفْتَعِلٌ وَذَاكَ مُفْتَعَلٌ بِهِ
إِفْتَعِلْ لاَتَفْتَعِلْ مُفْتَعَلٌ مُفْتَعَلٌ
موزون : إجْتَمَعَ يَجْتَمِعُ إِجْتِمَاعًا فَهُوَ مُجْتَمِعٌ وَذَاكَ مُجْتَمَعٌ بِهِ
إِجْتَمِعْ لاَ تَجْتَمِعْ مُجْتَمَعٌ مُجْتَمَعٌ
Tanda dari tsulasti mazid awal
bab II adalah lima hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan dua hurup
berupa hamzah dan ta yang terletak diantara fa fi’il dan ‘ain fi’il. Misalnya إِفْتَعَلَdan إِجْتَمَعَasalnya
فعلdan جَمَعَlalu
ditambahkan hamzah dan tayang bertujuan mempunyai makna مُطَاوَعَةْ(adalah meredaksikan akibat
dari fi’il mut’adi).
باب ثالث
وزن : إِفْعَلَّ يَفْعَلُّ إِفْعِلاَلاً فَهُوَ مُفْعَلٌّ وَذَاكَ
مُفْعَلٌّ بِهِ إِفْعَلَّ إِفْعَلِّ إفْعَلِلْ لاَتَفْعَلَّ لاَتَفْعَلِّ
لاَتَفْعَلِّلْ مُفْعَلٌّ مُفْعَلٌ
موزون : إِحْمَرَّ يَحْمَرُّ إِحْمِرَاراً فَهُوَ مُحْمَرٌّ وَذَاكَ
مُحْمَرٌّ بِهِ إِحْمَرَّ إِحْمَرِّ إِحْمَرِرْ لاَتَحْمَرَّ لاَتَحْمَرِّ
لاَتَحْمَرِرْ مُحْمَرٌّ مُحْمَرٌّ
Tanda dari tsulasti mazid nau’
Tsâni bab III adalah lima hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan
dua hurup berupa hamzah dan tasydîd yang terletak pada lâm fi’il. Misalnya إِفْعَلَّdan إِحْمَرَّasalnya
فعلdan حَمِرَlalu
ditambahkan hamzah dan tasydîdyang bertujuan mempunyai makna مُبَالَغَة لاَزِمَة(menyatakan penekanan)
باب رابع
وزن : تَفَعَّلَ يَتَفَعَّلُ تَفَعُّلاً فَهُوَ مُتَفَعِّلٌ
وَذَاكَ مُتَفَعَّلٌ بِهِ تَفَعَّل لاَتَتَفَعَّلْ مُتَفَعَّلٌ مُتَفَعَّلٌ
موزون : تَكَلَّمَ يَتَكَلَّمُ تَكَلُّماً فَهُوَ مُتَكَلِّمٌ
وَذَاكَ مُتَكَلَّمٌ بِهِ تَكَلَّمْ لاَتَتَكَلَّمْ مُتَكَلَّمٌ مُتَكَلَّمٌ
Tanda dari tsulasti mazid nau’
Tsâni bab IV adalah lima hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan
dua hurup berupa ta dan tasydîd yang terletak pada ‘ain fi’il. Misalnya تَفَعَّلَdan تَكَلَّمَasalnya
فعلdan كَلَمَlalu
ditambahkan ta dan tasydîdyang bertujuan mempunyai makna مُبَالَغَة لاَزِمَة(menyatakan penekanan)
باب خامس
وزن : تَفَاعَلَ يَتَفَاعَلُ تَفَاعُلاً فَهُوَ مُتَفَاعِلٌ
وَذَاكَ مُتَفَاعِلٌ بِهِ تَفَاعَلْ لاَتَتَفاَعَلْ مُتَفَاعَلٌ مُتَفَاعَلٌ
موزون : تَبَاعَدَ يَتَبَاعَدُ تَبَاعُدًا فَهُوَ مُتَبَاعِدٌ
وَذَاكَ مُتَبَاعَدٌ بِهِ تَبَاعَدْ لاَتَتَبَاعَد مُتَبَاعَدٌ مُتَبَاعَدٌ
Tanda dari tsulasti mazid nau’
Tsâni bab IV adalah lima hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan
dua hurup berupa ta dan alif yang terletak diantara fa fi’il dan ‘ain fi’il.
Misalnya تَفَاعَلَdan تَبَاعَدَasalnya فعلdan بَعُدَlalu
ditambahkan ta dan alif yang bertujuan mempunyai makna مُشَارَكَةٌ بَيْنَ الإثْنَينِ فَأَكْثَرَ(makna
saling diantara dua hal dan lebih)
ثلاثي
مزيد بثلاثة أحرف
Identitas dari Tsulasi mazid na’u
al-Tsânî adalah tiga hurup asal dan tiga hurup tambahan, terdapat 4 bab
باب اول
وزن : إِسْتَفْعَلَ يَستَفْعِلُ إِسْتِفْعَالاً فَهُوَ
مُسْتَفْعِلٌ وَذَاكَ مُسْتَفْعَلٌ إِسْتَفْعِلْ لاَتَسْتَفْعِلْ مُسْتَفْعَلٌ
مُسْتَفْعَلٌ
موزون : إِسْتَخْرَجَ يَسْتَخْرِجُ إِسْتِخْرَاجًا فَهُوَ
مُسْتَخْرِجٌ وَذَاكَ مُسْتَخْرَجٌ إِسْتَخْرِجْ لاَتَسْتَخْرِجْ مُسْتَخْرَجٌ
مُسْتَخْرجٌ
Tanda dari tsulasti mazid nau’
Tsâlits bab I adalah enam hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan
tiga hurup berupa hamzah, sin dan ta sebelum fa fi’il. Misalnya إِسْتَفْعَلَdan
إِسْتَخْرَجَasalnya
فعلdan خَرَجَlalu
ditambahkan hamzah, sindan ta yang bertujuan mempunyai maknaTalabiyyah
(meminta). خَرَجَartinya keluar, namun setelah menjadi إِسْتَخْرَجَartinya meminta
keluar, contoh lain dalam sebuah hadis
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هِيَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ
فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ
اللَّهَ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ
"Hak muslim atas sesama muslim ada enam, " maka
ditanyakan kepada beliau; "Apa itu wahai Rasulullah?" maka beliau
menjawab: "Jika kamu bertemu dengannya hendaknya memberi salam, jika ia
mengundangmu maka penuhilah, jika ia meminta nasihat maka nasihatilah,
jika ia bersin lalu mengucapan; `Al Hamdulillah` maka doakanlah, jika ia sakit
maka jenguklah dan jika ia meninggal maka iringilah jenazahnya."
Hadis ini menunjukkan bahwasanya nasihat itu tidak boleh
diobral, tapi berikanlah nasihat kepada orang yang meminta (membutuhhkan)
berdasarkan makna yang terkandung dalam اسْتَنْصَحَكَyakni makna Thalabiyyah
(meminta)
باب ثاني
وزن : إِفْعَوْعَلَ يَفْعَوْعِلُ إِفْعِيْعَالاً فَهُوَ
مُفْعَوْعِلٌ وَذَاكَ مُفْعَوعَلٌ إِفْعَوْعِلْ لاَتَفْعَوْعِلْ مُفْعَوْعَلٌ
مُفْعَوْعَلٌ
موزون : إِعْسَوْسَبَ يَعْسَوسِبُ إِعْسِيْسَابًا فَهُوَ
مُعْسَوْسِبٌ وَذَاكَ مُعْسَوسَبٌ إِعْسَوْسِبْ لاَتَعْسَوْسِبْ مُعْسَوْسَبٌ
مُعْسَوسَبٌ
Tanda dari tsulasti mazid nau’
Tsâlits bab II adalah enam hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan
tiga hurup berupa hamzah sebelum fa fi’il, wawu dan jinis dari ‘ain fi’il yang
terlatak di antara ‘ain fiil dan lam fi’il Misalnya إِفْعَوْعَلَdan
إِعْسَوْسَبَasalnya
فعلdan عَسَبَlalu
ditambahkan berupa hamzah sebelum fa fi’il, wawu dan jinis dari ‘ain fi’il yang
terlatak di antara ‘ain fiil dan lam fi’il yang bertujuan mempunyai maknalâzimah
باب ثالث
وزن :إِفْعَوَّلَ يَفْعَوَّلَ يَفْعَوِّلُ إِفْعِوَّالاً فَهُوَ
مُفْعَوِّلٌ وَذَاكَ مُفْعَوَّلٌبِهِ إِفْعَوِّلْ لاَتَفْعَوِّلْ مُفْعَوَّلٌ
مُفْعَوَلٌّ
موزون :إِجْلَوَّدَ يَجْلَوِّدُ إِجْلِوَادًا فَهُوَ مُجْلَوِّدٌ
وَذَاكَ مُجْلَوَّدٌ بِهِ إِجْلَوِّدْ لاَتَجْلَوِّد مُجْلَوَّدٌ مُجْلَوَّدٌ
Tanda dari tsulasti mazid nau’
Tsâlits bab III adalah enam hurup dalam fi’il mâdi karena
ditambahkan tiga hurup berupa hamzah sebelum fa fi’il, wawu yang
ber-tasydîd yang terlatak di antara ‘ain
fiil dan lam fi’il Misalnya إِفْعَوَّلَdan إِجْلَوّدَasalnya فعلdan جَلَدَlalu
ditambahkan hamzah sebelum fa fi’il, dan wawu yang ber-Tasydîd yang terlatak di
antara ‘ain fiil dan lam fi’il yang bertujuan mempunyai maknalâzimah
باب خامس
وزن :إِفْعَالَّ يَفْعَالُّ إِفْعِلَّالاً فَهُوَ مُفْعَالٌّ
وَذَاكَ مُفْعَالٌّ بِهِ إِفْعَالَّ إِفْعَالِّ إِفْعَالِّلْ
لاَتَفْعَالَّلاَتَفْعَالِّلاَتَفْعَالِّلْ مُفْعَالٌّمُفْعَالٌّ
موزون :إِحْمَاَّرَ يَحْمَارُّ إِحْمِيْرَارً فَهُوَ مُحْمَارٌّ
وَذَاكَ مُحْمَارٌّ بِهِ إِحْمَارَّإِحْمَارِّإِحْمَارِّرْ
لاَتَحْمَارَّلاَتَحْمَارِّرْ مُحْمَارٌّ مُحْمَارٌّ
Tanda dari tsulasti mazid nau’
Tsâlits bab IV adalah enam hurup dalam fi’il mâdi karena ditambahkan
tiga hurup berupa hamzah sebelum fa fi’il, alif serta tasydîd yang terlatak di antara ‘ain fiil dan lam
fi’il Misalnya إِفْعَالَّdan إِحْمَارَّasalnya فعلdan حَمِرَlalu
ditambahkan hamzah sebelum fa fi’il, dan wawu yang ber-Tasydîd yang terlatak di
antara ‘ain fiil dan lam fi’il yang bertujuan mempunyai maknalâzimah
[1] A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir
Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 774
[2]Al-Qur´ân Terjemahan Departemen Agama (Bandung:
Syamil Quran, 2012) h. 25
[3] Ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia
yakni adalah Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu lihat Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013) h. 12
[4]Hadis ini terdapat dalam Sahih al-Bukhâri dalam
bab بَاب
مَا جَاءَ فِي الْجَنَائِزِberikut
redaksi hadisnya:
"وَمَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَقِيلَ لِوَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَلَيْسَ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لَيْسَ مِفْتَاحٌ
إِلَّا لَهُ أَسْنَانٌ فَإِنْ جِئْتَ بِمِفْتَاحٍ لَهُ أَسْنَانٌ فُتِحَ لَكَ
وَإِلَّا لَمْ يُفْتَحْ لَكَ"
فَمُرَاد ابن حجر
بِالْأَسْنَانِ اِلْتِزَام الطَّاعَة وَقَالَ اِبْن رَشِيد : يَحْتَمِل أَنْ
يَكُون مُرَاد الْبُخَارِيّ الْإِشَارَة إِلَى أَنَّ مَنْ قَالَ لَا إِلَه إِلَّا
اللَّه مُخْلِصًا عِنْد الْمَوْت كَانَ ذَلِكَ مُسْقِطًا لِمَا تَقَدَّمَ لَهُ ،
وَالْإِخْلَاص يَسْتَلْزِم التَّوْبَة وَالنَّدَم
[5]Hadis ini terdapat dalam Sahih Muslim sebagai
berikut:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ
أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه
[6]Al-Taftâzâni,
h. 22
0 Response to "Belajar Ilmu Sharaf; Mengenal Tasripan "
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR