Strategi Menangkal Politisasi Masjid
Strategi Menangkal Politisasi Masjid
Pertama, Membuat visi dan Misi serta Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Masjid Hal ini dilakukan agar setiap kebijakan dan
pelaksanaan manajemen masjid tidak akan keluar dari aturan-aturan
tersebut, sehingga siapapun yang menjadi takmir, manajemen masjid tidak
akan berubah dan tidak menyalahi aturan-aturan tersebut.
Kedua, Independen dari segi mazhab fiqh.
Takmir dan masjid
harus independen dari segi mazhab fiqh, karena jama’ah masjid tidak hanya
terdiri dari pengikut salah satu mazhab fiqh saja. Maksud independen di
sini adalah tidak menonjolkan kelebihan satu mazhab fiqh dan tidak
merendahkan atau melemahkan mazhab fiqh yang lain. Meski netral dan
independen dari mazhab fiqh, namun penceramah dan atau khatib boleh
berasal dari pengikut mazhab fiqh manapun, asalkan mereka mengikuti
aturan dan pedoman yang ada di masjid tersebut terkait konten khutbah dan
konten kajian Islam.
Ketiga, Independen dari politik praktis dan kepartaian. Takmir dan masjid harus independen, tidak boleh terlibat
politik praktis. Karena masjid adalah untuk semua umat Islam dan
digunakan untuk kegiatan keislaman-kemasyarakatan, sehingga tidak boleh
ada upaya melakukan politik praktis di masjid demi kepentingan siapapun
dan tidak boleh diafiliasikan dengan partai politik manapun. Penceramah
dan khatib tidak boleh membawa urusan politik praktis di dalam even dan
kajiannya, tetapi jika membahas terkait ilmu politik Islam, sejarah
politik Islam, maka diperbolehkan. Jadi yang dilarang adalah upaya
politik praktis dengan mendukung salah satu kandidat yang sedang
mengikuti kontestasi politik atau merendahkan, serta mencela kandidat
lainnya. Selain itu juga melarang pemasangan segala macam bentuk atribut
politik praktis dipasang di sekitar wilayah masjid.
Keempat, selektif memilih calon khatib dan penceramah,
dengan membuat standarisasi khatib dan penceramah serta melihat trackrecordnya. Beberapa panduan yang dipakai antara lain adalah penceramah
atau khatib tidak berasal dari organisasi kemasyarakatan keagamaan yang
dilarang oleh pemerintah. Penceramah dan khatib yang sudah dikenal dan
sudah paham dengan jama’ah masjid yang plural. Penceramah dan
khatib yang memiliki kompetensi keilmuan dan kredibilas yang baik.
Kelima, membuat aturan isi ceramah dan isi khutbah. Takmir memberikan aturan dalam menyampaikan isi ceramah dan
khutbah kepada penceramah dan khatib. Beberapa panduan yang dapat
digunakan antara lain, penceramah dan khatib tidak boleh menyinggung
masalah-masalah yang sensitif atau hal yang bersifat furu’iyah dan
atau menyinggung hal-hal yang diluar konteks tema yang dibahas. Penceramah
dan khatib tidak boleh membahas masalah-masalah khilafiyah (yang masih
menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan mazhab fiqh), tidak boleh
meninggikan atau mengunggulkan satu mazhab dan merendahkan mazhab lain.
Bahkan penceramah tidak boleh beralasan bahwa ini dalilnya tidak kuat,
sedangkan dalil mereka lemah. Isi ceramah dan khutbah tidak boleh condong
ke salah satu pihak, tidak mengejek dan menyalahkan kelompok lain. Isi
ceramah dan khutbah tidak boleh memecah belah umat, tidak mengandung ujaran
kebencian dan tidak mengkotak-kotak masyarakat serta tidak bersifat
provokatif dan kontroversi.
Keenam, memperbanyak kegiatan majelis dzikir dan majelis
ta’lim.Adanya kegiatan-kegiatan tersebut akan menutup celah adanya
politisasi masjid. Ketujuh, melakukan evaluasi atas kegiatan yang sudah
dilakukan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah pengelolaan masjid
selama ini sudah sesuai dengan visi dan misi masjid, untuk mengetahui
kekuarangan dan kelemahan pengelolaan masjid, dan untuk memperbaiki dan
menambah program kerja takmir berdasarkan evaluasi ataupun masukan dari
jama’ah.
Kedelapan, memberikan partisipasi kepada jama’ah masjid
untuk memberikan kontrol dan evaluasi atas kinerja takmir dan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masjid. Sehingga ketika ada oknum yang takmir, oknum penceramah atau
khatib yang berbicara politik praktis, maka jama’ah dapat menegur, dan
mengkritiknya. Selain itu, partisipasi jama’ah masjid merupakan bentuk
rasa memiliki terhadap masjid tersebut.
0 Response to " Strategi Menangkal Politisasi Masjid "
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR