Pembagian dakwah dan Konsep-konsep Dakwah secara lisan
Dakwah adalah upaya melakukan perubahan ke arah perbaikan umat, keselamatan masyarakat, kemajuan bangsa dan negara serta memastikan nilai nilai Islam menjadi warna dalam seluruh dimensi kehidupan serta terciptanya suasana lingkungan yang Islami dan menentramkan. Karena pada dasarnya seorang da’i atau penceramah adalah orang yang memecahkan masalah umat, bukan orang yang membuat masalah bagi umat. Da’i adalah orang yang meringankan beban umat bukan orang yang membebani umat. Dakwah baik memalui mimbar khutbah maupun melalui kajian keislaman pada prinsipnya harus berpijak pada tiga konsep:
Pertama, konsep bi al-Hikmah (kearifan atau kebijaksanaan).
Term hikmah dalam pengertian praktik dakwah seringkali
diterjemahkan dengan arti bijaksana yang dapat ditafsirkan sebagai suatu
cara pendekatan yang mengacu pada kearifan pertimbangan budaya, sehingga
orang lain tidak merasa tersinggung atau merasa dipaksa untuk menerima
suatu gagasan atau ide tertentu terutama menyangkut perubahan diri dan
masyarakat ke arah yang lebih baik dan sejahtera material maupun spiritual
(batin).
Kedua, konsep bi al-mau’idzah al-hasanah (dengan tutur kata yang
baik), ketika menyampaikan sebuah ajaran agama maupun mengajak seseorang
untuk melakukan ajaran agama haruslah dengan tutur kata yang baik, lemah
lembut, tidak menggunakan diksi kata yang kasar. Ukuran sebuah tutur kata
termasuk dalam al-Mau’dzah al- hasanah adalah tidak menyinggung ego
dan melukai perasaan hati orang lain, dan maksimal dalam memberi kepuasan
hati orang lain, baik dengan sengaja maupun tidak.
Ketiga, prinsip wa jadilhum billati hiya ahsan (berdebat dengan
cara yang paling indah, tepat dan akurat) artinya prinsip pencarian
kebenaran yang mengedepankan kekuatan argumentasi logis bukan kemenangan
emosi yang membawa bias, terutama yang menyangkut materi dan keyakinan
seseorang, idola dalam hidup dan tokoh panutan.
Dakwah dengan ucapan atau dengan metode
ceramah (lisan al-maqal)
Selain tiga konsep dakwah tersebut di atas, pada
dasarnya dakwah terbagi menjadi dua, yaitu dakwah bi al-lisan dan
dakwah bi al-hal (suri tauladan). Dakwah dengan ucapan atau dengan
metode ceramah (lisan al-maqal) mempersyaratkan seorang penceramah
hendaknya memiliki kemampuan dalam menggunakan diksi kalimat yang mudah dipahami. Ucapan yang dikeluarkan
oleh seorang penceramah harus mengandung beberapa syarat:
Pertama, ucapannya harus benar dan tepat (qawlan
syadida). Artinya ucapan yang tepat sasaran dan bernilai adanya
perbaikan. Perkataan yang benar merupakan prinsip komunikasi yang
terkandung dalam al-Qur'an dan mengandung beberapa makna dari pengertian benar.
Ucapan yang benar tentu ucapan yang sesuai dengan al-Qur'an, hadis, dan
ilmu. Al-Qur’an memerintahkan selalu berkata benar dan jujur.
Kedua, qawlan baligha, yaitu ucapan yang fasih dan sesuai dengan
kondisi mukhaá¹ab (audiens). Dapat juga diartikan “ungkapan
yang berkualitas” atau dalam ilmu komunikasi merupakan “komunikasi yang
efektif”. Menurut Jalaluddin Rakhmat, qawlan baligha berarti
komunikator menyesuaikan perkataannya dengan frame of reference dan
field of experience, juga komunikator mampu menyentuh khalayak
pada hati dan kalbu sekaligus.
Ketiga, qawlan layyina atau ucapan yang lemah-lembut. Hendaknya
dakwah disampaikan dengan kalimat yang menyejukan, sehingga tidak memacu
emosi audiens apalagi jika yang diajak bicara adalah penguasa yang tiran
dan tidak memiliki kedekatan psikologis. Qawlan layyina pernah
dipraktikkan oleh Nabi Musa A.S., ketika menghadapi Fir’aun, padahal
Fir’aun adalah seorang pemimpin yang otoriter dan diktator tetapi Allah
memerintahkan Nabi Musa untuk berbicara dengan kata-kata yang halus dan
lembut
Keempat, qawlan ma‘rufa. Ma‘ruf bermakna kebaikan kultural,
artinya sesuatu yang dianggap pantas oleh suatu kelompok atau masyarakat.
Sehingga qawlan ma‘rufa bermakna ucapan yang dianggap pantas atau wajar
sesuai dengan adat-istiadat suatu masyarakat, atau komunikasi etis. Qawlan
ma‘rufa adalah pembicaraan yang bermanfaat, memberikan pengetahuan,
mencerahkan pemikiran, menunjukan pemecahan terhadap kesulitan kepada
orang lemah, jika tidak dapat membantu secara material, maka harus dapat
membantu secara psikologi.
Kelima, qawlan karima. Maknanya adalah ucapan yang mulia, santun,
penuh hormat dan penghargaan, tidak menggurui, juga tidak menggunakan
retorika yang meledak-ledak. Pemakaian qawlan karima biasanya
digunakan dalam kondisi yang audiensnya adalah para orang tua yang
kondisi fisiknya mulai melemah atau mudah tersinggung.
Keenam, qawlan maysura. Istilah ini dapat bermakna perkataan yang mudah
dipahami, ringan, dan tidak berliku-liku. Biasanya digunakan kepada audiens yang
tidak membutuhkan banyak penjelasan, karena tingkat intelektualnya
sederhana dan baginya yang terpenting langsung ke inti yang
diinginkannya, misalnya yang bersifat material.
Sedangkan dakwah dengan metode keteladanan (uswah
hasanah atau bi al-hal). Terkait dengan uswah hasanah,
seorang da’i hendaknya mengamalkan kode etik dakwah, antara lain: Sesuai antara
ucapan dengan perbuatan; Memegang teguh nilai nilai tauhid atau memiliki
keyakinan yang mantap; Tidak menghina Tuhan-Tuhan agama lain; Tidak
melakukan diskriminasi sosial dalam berdakwah dan dalam keseharian; Tidak
meminta imbalan dakwah atau memiliki niat ikhlas dalam berdakwah; Tidak
berteman dengan pelaku maksiat; Tidak menyampaikan hal-hal yang belum diketahui
dan selalu belajar.
.
Islam menyeru kepada penyebaran kedamaian di
muka bumi, larangan melakukan kerusakan di muka bumi atau melakukan tindakan
yang tidak adil karena didasari kebencian sepihak. Apabila terdapat oknum
kelompok pemuka agama, oknum khatib maupun oknum penceramah yang
melakukan kerusakan di muka bumi dengan jalan provokasi, ujaran
kebencian, adu domba, melakukan ketidakadilan, melakukan kekerasan dan
melakukan caci-maki serta hujatan, maka sebenarnya mereka ini telah menyalahi
ajaran Islam. Apabila terjadi hal yang demikian, maka yang perlu
dilakukan adalah dengan cara selalu bijak dalam menyikapi ajakan-ajakan
para pemuka agama, khatib atau penceramah dan bila perlu kritis dalam
memandang sesuatu yang bertolak belakang dengan nurani dan rasa
kemanusiaan. Selain itu, perlunya menghilangkan fanatisme buta
terhadap kelompok atau pemuka agama tertentu.
0 Response to "Pembagian dakwah dan Konsep-konsep Dakwah secara lisan"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR