Haul Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub: Menepis Tuduhan Wahabi
April 16, 2017
1 Comment
FAQUHA.com- Hari ini, Sabtu (15/04/17), keluarga
besar Darus-Sunnah menyelenggarakan Haul wafatnya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa
Yaqub, MA, pendiri sekaligus pengasuh Darus-Sunnah sejak 1997 hingga 2016 yang
lalu. Peringatan wafat ini sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan liar
seputar sosok beliau yang acapkali dituduh Wahabi oleh segelintir orang.
Tuduhan ini semakin lantang disuarakan ketika tulisan beliau yang berjudul
“Titik Temu Wahabi-NU” mengemuka di Koran Republika dan kemudian dikembangkan
menjadi sebuah buku dengan judul yang sama.
Banyak sebenarnya tuduhan-tuduhan tidak berdasar yang
dialamatkan kepada beliau, namun di antara sekian banyak tuduhan itu tuduhan
Wahabi adalah yang paling terkenal. Benarkah beliau Wahabi? Pertanyaan ini akan
saya jawab dalam singkat tulisan ini untuk mengenang satu tahun wafatnya
beliau.
Sebagaimana lazim diketahui banyak orang bahwa Wahabi adalah
kelompok yang anti dan membid’ahkan Tahlil, Maulid, dan peringatan kematian
seperti Haul. Niscaya, jika Prof Ali adalah Wahabi, beliau akan secara tegas
menolak dan membid’ahkan tradisi itu melalui pernyataan-pernyataan dan
tulisan-tulisan beliau. Namun sampai akhir hayat beliau, tidak ada satupun
pernyataan dan tulisan beliau yang menolak tradisi tersebut. Ini bukti bahwa
beliau bukan Wahabi seperti yang dituduhkan.
Sebaiknya, sebelum menuduh Wahabi, kenali dulu sosok dan
sepak terjang beliau dari dekat. Dari keluarga besar, santri, sahabat karib,
dan tradisi yang berjalan di pesantren beliau, Darus-Sunnah. Bukan dari
tulisan, pernyataan, atau buku-buku orang yang tidak mengenal beliau dari dan
secara dekat. Jika membaca beliau dari sumber sekunder ini, maka kemungkinan
besar akan terjadi banyak penyimpangan karena ketegasan dan sikap moderat
beliau yang seringkali disalah-tafsirkan atau sengaja dicatut oleh
kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan mereka.
Memperkuat uraian ini, tradisi-tradisi yang beliau wariskan
di Darus-Sunnah akan menjelaskan bahwa tuduhan Wahabi terhadap beliau tidak
benar dan omong kosong semata. Sebab tradisi Tahlilan, Maulidan, dan peringatan
kematian yang dianggap bid’ah justru hidup dan semarak di Darus-Sunnah.
Yasinan dan Tahlilan
Di Darus-Sunnah, tradisi Yasinan dan Tahlilan dilaksanakan
rutin seminggu sekali, yaitu setiap kamis selepas sholat Isya berjamaah (malam
jum’at). Tradisi ini bukan sekedar kebiasaan semata, lebih dari itu Yasinan dan
Tahlilan adalah program pesantren yang harus dilaksanakan setiap minggunya.
Meski demikian, tradisi ini tidak wajib dilaksanakan oleh setiap santrinya.
Karena secara hukum, tradisi Yasinan dan Tahlilan bukan syari’at wajib yang
harus dilaksanakan oleh para santri di
Darus-Sunnah.
Program Yasinan dan Tahlilan adalah sarana bagi para santri
untuk beramal kebajikan. Bagi yang malaksanakan akan mendapatkan pahala dan
bagi yang meninggalkan tidak akan mendapat dosa. Yasinan dan Tahlilan termasuk
amalan sunnah karena isinya adalah membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan mendoakan
orang yang telah meninggal sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw,
Sahabat-sahabatnya, dan tabi’in.
Karena itu, di masa hidup beliau, jika pada malam jum’at di
Darus-Sunnah tidak terdengar suara santri yang Yasinan dan Tahlilan, beliau
akan bertanya kenapa tidak ada Yasinan dan Tahlilan. Tidak sampai di situ saja,
beliau bahkan menegur dan memperingatkan agar hal tersebut tidak diulangi lagi,
beliau menekankan agar Yasinan dan Tahlilan dibaca setiap minggu.
Tradisi Maulid
Banyak penjelasan yang menyebutkan bahwa maulid adalah salah
satu bid’ah terbesar dalam tradisi umat Islam. Menurut mereka, berdasarkan
riwayat-riwayat yang shahih, tradisi Maulid tidak pernah diajarkan oleh
Rasulullah Saw, para sahabat, dan para tabi’in. Mereka menambahkan, tradisi
maulid adalah tradisi bid’ah yang diwariskan oleh orang-orang syi’ah pada abad
IV Hijriyah. Wahabi termasuk kelompok yang secara tergas menolak tradisi maulid
dengan landasan-landasan tersebut.
Ada dua argumen untuk menepis tuduhan Wahabi terhadap beliau
dalam kasus maulid. Pertama, Seandainya Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub Wahabi,
beliau akan mengamini argumentasi sejarah ini. Namun ternyata beliau tidak
mengakui sejarah maulid umat Islam itu berlandaskan pada tradisi syi’ah. Beliau
sering menjelaskan bahwa sejarah tradisi maulid yang diikuti oleh Ahlussunnah
wal Jamaah khususnya di Indonesia adalah tradisi Maulid yang digagas oleh
Shalahuddin al-Ayyubi dalam memerangi pasukan salib pada abad ke 7 Hijriyah. Beliau
sering mengatakan, “Tentang sejarah Maulid baca penjelasan imam al-Suyuthi
dalam kitabnya al-Hawi li al-Fatawi.”
Kedua, Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub dikenal sebagai ahli
hadis sangat tegas dan tidak kenal kompromi dalam masalah akidah dan ibadah.
Beliau akan berkata apa adanya jika ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
di masyarakat. Jika Maulid adalah tradisi bid’ah, tentu dengan tegas dan tanpa
kompromi beliau akan menyampaikan hal tersebut. Namun sampai ujung usianya,
beliau tidak pernah menyatakan maulid itu bid’ah. Justru menurut beliau Maulid
adalah tradisi baik yang patut dilestarikan. Karena dalam tradisi Maulid,
terdapat shalawat dan pujian-pujian kepada Rasulullah Saw yang tak henti
dikumandangkan.
Semakin tidak berdasar menuduh beliau Wahabi karena di
Darus-Sunnah sendiri tradisi Maulid ini juga dilaksanakan rutin setiap seminggu
sekali untuk santri (setiap malam Jum’at) dan sebulan sekali untuk Mahasantri
(setiap awal bulan malam Jum’at). Bahkan dalam moment tertentu seperti Wisuda
misalnya, Maulid oleh beliau dijadikan sebagai sambutan penghormatan untuk
menyambut tamu-tamu undangan. Lebih dari itu, saat tradisi Maulid belum hidup
di Darus-Sunnah, setahun sebelum wafat, beliau menyampaikan; “Saya rindu
tradisi pesantren seperti pembacaan Maulid Diba’i walaupun hanya satu kali
dalam sebulan.” Atas dasar inilah kemudian tradisi Maulid nabi dihidupkan di
Darus-Sunnah.
Seandainya beliau Wahabi, tentu beliau tidak akan merindukan
tradisi pesantren yang bernama Maulid. Seandainya maulid itu bid’ah dan
diharamkan, tentu ahli hadis seperti beliau adalah orang pertama yang akan
pasang badan menolak dan menentang pelaksanaan Maulid. Namun faktanya, justru
beliau sangat merindukan tradisi Maulid, hingga akhirnya sampai sekarang
tradisi itu terus berlanjut di Darus-Sunnah.
Peringatan Kematian
Di Indonesia peringatan kematian biasa dikenal dengan
peringatan hari ketiga, ketujuh, 40 hari, 100 hari, dan haul. Ada juga tradisi
peringatan kematian 1000 hari. Wahabi mengklaim tradisi peringatan kematian
seperti ini bid’ah karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw, para
sahabat, dan para tabi’in.
Seandainya Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub yang ahli hadis itu
Wahabi, beliau akan memerangi tradisi itu. Namun faktanya beliau tidak pernah
melakukan hal tersebut. Bahkan semasa hidup, beliau seringkali menghadiri
undangan acara peringatan kematian dari tetangga-tetangga beliau. Tidak hanya
sekedar menghadiri, beliau terkadang memimpin bacaan dan doa tahlil. Bahkan
bukan sekali dua kali beliau meminta dan mengajurkan santrinya untuk menghadiri
undangan peringatan kematian. Berdasarkan hal ini, Darus-Sunnah selalu mengutus
salah satu guru, musyrif, atau santrinya jika ada salah seorang warga sekitar
yang meninggal.
Selanjutnya, jika beliau adalah Wahabi, maka tradisi
peringatan kematian itu tidak akan dilaksanakan di Darus-Sunnah. Tapi faktanya,
pasca wafat beliau, 3 hari, tujuh hari, 40 hari, dan 100 hari wafat beliau
diperingati di Darus-Sunnah. Tidak berhenti sampai di situ, peringatan wafat
itu berlanjut pada acara haul pertama beliau yang dilaksanakan pada hari Sabtu
malam minggu (15/04/17).
Maka peringatan hari wafat beliau ini menepis segala tuduhan
yang menyatakan bahwa beliau adalah Wahabi.
Wahabi dan Darus-Sunnah
Ada yang beranggapan, yang Wahabi bukan hanya Prof. KH. Ali
Mustafa Yaqub saja, tetapi pesantrennya pun juga beraliran Wahabi. Entah dari
mana asalnya tuduhan ini sampai sejauh itu. Belakangan, ada selentingan berita
jika nama Darus-Sunnah sangat khas dengan nama lembaga-lembaga milik Wahabi
yang jargonnya adalah kembali pada Sunnah. Nama Darus-Sunnah ini semakin
memperkuat jika Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub dan pesantrennya adalah sarang dan
markas Wahabi. Lagi-lagi tuduhan tersebut sangat tidak berdasar.
Menanggapi tuduhan seperti ini, beliau seringkali
mengingatkan santrinya agar tidak mudah menuduh orang hanya karena nama atau
tampilan luarnya saja. Sebab jika hanya karena itu menuduh orang, akan
berakibat fatal karena menuduh orang sembarangan. Beliau sering mencontohkan,
jika menilai sesuatu dari tampilan fisik dan namanya saja, maka hot dog akan
menjadi haram karena hot dog artinya anjing panas, berarti makanan itu bahan
dan komposisinya adalah daging anjing. Beliau menjelaskan, orang gampang
terjebak dengan nama akan sama kasusnya dengan orang yang menganggap hot dog
itu haram. Sehingga karena nama atau tampilan fisik itu orang menjadi salah,
padahal saat menuduh itu, kita tidak tahu apa isi dan kebenarannya.
Penutup
Berdsasarkan penjelasan ini, maka tuduhan-tuduhan yang
dialamatkan kepada Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub selama ini tidak tepat dan salah
sasaran. Sebaiknya, prasangka-prasangka negatif tentang beliau itu diganti
dengan mendoakan beliau. Menuduh orang yang belum tentu benar tidak lebih baik
daripada mendoakan. Bahkan menuduh seperti itu bisa berakibat dosa. Berdoa di
samping sebagai amal shalih dan sunnah Nabi, juga akan dibalas dengan pahala
oleh Allah SWT. Maka di acara haul beliau ini, mari bersama-sama kita doakan
beliau, semoga Allah SWT menerima segala perjuangan dan kebaikan beliau. Semoga
kelak beliau ditempatkan di surgaNya. Allahummaghfirlahu warhamhu wa afihi
wa’fu anhu. Amin ya mujibassa’ilin.
Alangkah baiknya jika tulisan ini nama penulisnya dicantumkan.
ReplyDelete