Musyawarah Nabi
March 1, 2017
Add Comment
FAQUHA.com-Tafsir Ibn
Katsir menjelaskan bagaimana Rasulullah gemar bermusyawarah dengan para
sahabatnya
.
وَشَاوَرَهُمْ فِي أُحُدٍ فِي أَنْ
يَقْعُدَ فِي الْمَدِينَةِ أَوْ يَخْرُجَ إِلَى الْعَدْوِّ، فَأَشَارَ
جُمْهُورُهُمْ بِالْخُرُوجِ إِلَيْهِمْ، فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ وَشَاوَرَهُمْ يَوْمَ
الْخَنْدَقِ فِي مُصَالَحَةِ الْأَحْزَابِ بِثُلُثِ ثِمَارِ الْمَدِينَةِ
عَامَئِذٍ، فأبى ذلك عليه السَعْدَانِ سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ وَسَعْدُ بْنُ
عُبَادَةَ، فَتَرَكَ ذَلِكَ، وَشَاوَرَهُمْ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ فِي أَنْ
يَمِيلَ عَلَى ذَرَارِيِّ الْمُشْرِكِينَ.
فَقَالَ لَهُ الصِّدِّيقُ: إنا لم نجيء
لِقِتَالِ أَحَدٍ وَإِنَّمَا جِئْنَا مُعْتَمِرِينَ، فَأَجَابَهُ إِلَى ما قال
Nabi mengajak para sahabatnya
bermusyawarah saat Perang Uhud, apakah beliau tetap berada di Madinah atau
keluar menyambut kedatangan musuh. Manakala sebagian besar sahabat mengusulkan
agar semuanya berangkat menghadapi mereka, Nabi kemudian memutuskan untuk
berangkat bersama pasukannya menuju ke arah musuh berada.
Nabi juga mengajak para sahabat
beliau bermusyawarah dalam Perang Khandaq, apakah berdamai dengan golongan yang
bersekutu dengan memberikan sepertiga dari hasil buah-buahan Madinah pada tahun
itu. Usul itu ditolak oleh dua orang Sa'd, yaitu Sa'd ibnu Mu'az dan Sa'd ibnu
Ubadah. Akhirnya Nabi menuruti pendapat mereka.
Nabi SAW mengajak mereka
bermusyawarah pula dalam Peristiwa Hudaibiyah, apakah sebaiknya beliau bersama
kaum muslim menyerang orang-orang musyrik. Maka Abu Bakar Al-Siddiq berkata,
"Sesungguhnya kita datang bukan untuk berperang, melainkan kita datang
untuk melakukan ibadah umrah." Kemudian Nabi SAW menyetujui pendapat Abu
Bakar itu.
Dalam bagian lain, Tafsir Ibn
Katsir juga menceritakan dengan detil musyawarah Nabi bersama sahabatnya
menjelang perang Badar:
وَالْمَعْرُوفُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا سَارَ إِلَى بَدْرٍ نَزَلَ عَلَى
أَدْنَى مَاءٍ هُنَاكَ أَيْ أَوَّلِ ماء وجده
فَتَقَدَّمَ إِلَيْهِ الْحُبَابُ بْنُ
الْمُنْذِرِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْمَنْزِلُ الَّذِي نَزَلْتَهُ
مَنْزِلٌ أنزلك الله إياه فَلَيْسَ لَنَا أَنْ نُجَاوِزَهُ أَوْ مَنْزِلٌ
نَزَلْتَهُ لِلْحَرْبِ وَالْمَكِيدَةِ؟ فَقَالَ «بَلْ مَنْزِلٌ نَزَلْتُهُ
لِلْحَرْبِ وَالْمَكِيدَةِ» فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هَذَا لَيْسَ
بِمَنْزِلٍ وَلَكِنْ سِرْ بِنَا حَتَّى نَنْزِلَ عَلَى أَدْنَى مَاءٍ يَلِي
الْقَوْمَ وَنُغَوِّرُ مَا وَرَاءَهُ مِنَ الْقُلُبِ، وَنَسْتَقِي الْحِيَاضَ
فَيَكُونُ لَنَا مَاءٌ وَلَيْسَ لَهُمْ مَاءٌ فَسَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَعَلَ كَذَلِك » .
وَفِي مَغَازِي الْأُمَوِيِّ أَنَّ
الْحُبَابَ لَمَّا قَالَ ذَلِكَ نَزَلَ مَلَكٌ مِنَ السَّمَاءِ
وَجِبْرِيلُ جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال ذلك الملك، يا محمد إن ربك يقرئك
السَّلَامَ وَيَقُولُ لَكَ إِنَّ الرَّأْيَ مَا أَشَارَ بِهِ الْحُبَابُ بْنُ
الْمُنْذِرِ فَالْتَفَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَقَالَ «هَلْ تَعْرِفُ هَذَا» ؟
فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَقَالَ: مَا كَلُّ
الْمَلَائِكَةِ أَعْرِفُهُمْ وَإِنَّهُ مَلَكٌ وَلَيْسَ بِشَيْطَانٍ
Ada kisah yang terkenal
mengatakan bahwa ketika Rasulullah berjalan menuju medan Perang Badar, beliau
turun istirahat di dekat sumber air yang ada di tempat itu, yakni permulaan
mata air yang dijumpainya. Seorang sahabat Nabi yang bernama al-Hubbab bin
Munzir menghadap kepada beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah
tempat ini merupakan tempat yang diperintahkan oleh Allah agar engkau berhenti
padanya dan kita tidak boleh melampauinya? Ataukah tempat ini engkau jadikan
sebagai tempat untuk menyusun strategi perang?"
Rasulullah menjawab, "Tidak,
ini merupakan tempat yang sengaja saya tempati untuk strategi perang dan
menyusun tipu muslihatnya."
Al-Hubbab bin Munzir berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya tempat ini bukan tempat yang strategis
untuk berperang dan melancarkan siasatnya. Tetapi bawalah kami hingga sampai di
mata air yang paling dekat dengan pasukan kaum musyrik, kemudian kita keringkan
semua sumur lainnya, sehingga kita beroleh mata air untuk minum, sedangkan
mereka tidak mempunyai air." Maka Rasulullah berangkat untuk melaksanakan
strategi tersebut
Di dalam kitab Magazil Umawi
disebutkan bahwa ketika Al-Hubbab melakukan hal tersebut, turunlah malaikat
dari langit, sedangkan Malaikat Jibril sedang duduk di dekat Rasulullah.
Malaikat itu berkata, "Wahai Muhammad sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan
salam buatmu. Dia berfirman bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang
diutarakan oleh Al-Hubbab bin Munzir."
Maka Rasulullah Saw. menoleh ke
arah Malaikat Jibril a.s. dan bersabda, "Tahukah kamu siapakah ini?"
Jibril memandang ke arah malaikat itu dan berkata, "Tidak semua malaikat
dapat aku kenal. Tetapi dia adalah malaikat, bukan setan."
Pelajaran penting dari cuplikan
kisah di atas:
Rasulullah terbuka dengan
berbagai pandangan yang berbeda. Beliau tidak merasa mentang-mentang sebagai
Nabi lantas bersikap otoriter, keras dan tidak mau mendengar saran orang lain.
Para sahabat Nabi juga bersikap santun saat mengajukan pendapat. Mereka bertanya
dulu apakah sikap dan pandangan Rasul itu berasal dari wahyu yang tidak bisa
diganggu-gugat atau hanyalah pendapat pribadi beliau.
Jikalau itu hanya opini beliau,
maka para sahabat akan mengajukan saran dan pendapat kepada Nabi. Dalam
beberapa kasus, pendapat sahabat lah yang dinyatakan benar oleh Allah SWT
--kasus lainnya berkenaan dengan tawanan perang badar, terjadi silang pendapat
antara Abu Bakar dan Umar dimana Nabi cenderung menyetujui pandangan Abu Bakar
tapi kemudian turun surat al-Anfal 67-69 yang membenarkan pendapat Umar.
Begitulah sikap Nabi yang gemar
bermusyawarah dalam menyelesaikan persoalan. Tepatlah penggambaran sikap Nabi
Muhammad dalam QS Ali Imran ayat 159:
"Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."
Sayyid Quthb dalam kitab Tafsir
Fi Zhilal al-Qur'an menyimpulkan: "Demikianlah hati Rasulullah dan
kehidupan beliau bersama masyarakat. Beliau tidak marah karena persoalan
pribadi, tidak sempit dadanya menghadapi kelemahan mereka, bahkan beliau
persembahkan kepada umat apa yang beliau miliki dengan lapang dada dan
legowo." Shallu 'alan Nabi!
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama
Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
SukaTunjukkan lebih banyak
tanggapanKomentariBa
0 Response to "Musyawarah Nabi"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR