Terorisme di Indonesia dan Saudi
February 21, 2017
Add Comment
faquha.com - Saudi
dan Indonesia adalah dua negara yang sama-sama rawan terhadap terorisme. Sudah
puluhan kali terjadi aksi bom bunuh diri di kedua negara ini yang dilakukan
oleh kelompok teroris. Di Saudi, sasaran terorisme bukan hanya masjid-masjid
Syiah saja tetapi juga properti milik pemerintah dan aparat keamanan. Oleh
karena itu wajar jika kedua negara ini belakangan menandatangani perjanjian
kerjasama bertajuk "Defense Cooperation Agreement" (DCA) yang antara
lain untuk menangani masalah terorisme dan "konter-terorisme" di
kedua negara.
Yang
menarik adalah setiap terjadi aksi-aksi terorisme, para ulama dan kelompok
agama di Saudi selalu ramai-ramai mengecam aksi brutal para teroris. Ketika
terjadi aksi bom bunuh diri yang menyasar sejumlah masjid Syiah di Qatif,
Saihat, Khobar, atau Ahsa, yang menewaskan puluhan orang tak berdosa itu, para
ulama juga ramai-ramai mengecam keras.
Bahkan
Mufti Besar Saudi Shaikh Abdulaziz bin Abdullah Al Shyaikh menganggap terorisme
sebagai bentuk "kejahatan kemanusian terbesar" dimana para pelakunya
adalah para kriminal yang kelak akan menjadi "bahan bakar neraka".
Bukan hanya itu, para ulama dan pemerintah biasanya secepatnya mengunjungi
lokasi kejadian dan menyambangi para korban.
Mereka
juga menggelar pertemuan dengan para ulama Syiah berpengaruh untuk diajak
sama-sama memerangi terorisme yang menjadi "musuh bersama" Saudi.
Mereka bukan mengsyukuri karena warga Syiah, yang sering dipersepsikan sebagai
"musuh Wahabi", telah menjadi korban serangan kaum teroris. Para
ulama juga tidak menganggap pengeboman sebagai "pengalihan isu".
Ada
sekitar 10-15 % penduduk Saudi adalah warga Syiah yang tersebar di berbagai
kawasan. Menariknya lagi, setiap kali terjadi pengeboman, baik warga Syiah
maupun non-Syiah yang saya temui menganggap para pelaku sebagai "para
bigot pengecut" tanpa memberi embel-embel agama atau aliran agama
tertentu. Warga Syiah tidak menuduh Sunni sebagai pelakunya. Warga Sunni juga
menolak pelaku pengeboman bunuh diri sebagai "Sunni". Kaum Salafi
juga sama, tidak mengakui tindakan terorisme sebagai "aksi legal"
yang mendapat legitimasi agama. Buat mereka, terorisme tidak punya agama.
Memang,
saya sendiri berkeyakinan bahwa jika ada orang beragama tetapi melakukan
tindakan terorisme yang mengorbankan masyarakat sipil tak berdosa, maka perlu
dievaluasi pemahaman agama mereka. JIka ada umat Islam yang begitu bangganya
dengan terorisme dan aneka kekerasan dan kejahatan kemansusiaan, maka layak
kita pertanyakan kualitas keislaman mereka.
Jika
ada orang yang merasa diri sebagai ulama tetapi malah "cengegesan"
dengan kejahatan dan kebiadaban kaum teroris, tidak berempati dengan para
korban terorisme, dan justru sibuk mengurusi yang lain, maka perlu kita
pertanyakan kualitas keulamaannya.
Pula,
jika ada umat Islam yang menganggap Tuhan Allah ikut menjadi
"suporter" aksi-aksi terorisme dan kekerasan terhadap non-Muslim,
maka sejatinya mereka telah mengfitnah, mencemarkan, dan mendiskreditkan Tuhan
sebagai Zat pencipta dan pelindung alam semesta berserta semua mahluk-Nya.
Orang-orang sejenis ini pada hakikatnya jauh lebih buruk daripada setan yang
sering mereka kambinghitamkan itu.
Jabal
Dhahran, Arabia
0 Response to "Terorisme di Indonesia dan Saudi"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR