Memahami firman Allah “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”
February 2, 2017
Add Comment
Prof.Nadirsyah |
faquha.com - Satunya Kata dan Perbuatan
Problem mendasar orang beragama adalah menyatukan antara apa
yang diucapkan dan apa yang dikerjakan. Walk the talk. Berjalan sesuai dengan
apa yang dikatakan, bukan sebaliknya. Al-Qur’an pun memberi teguran:
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa
yang tiada kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff: 2-3).
Tafsir Ibn Katsir menjelaskan asbabun nuzul ayat di atas:
Sejumlah pihak mengatakan, “Seandainya kami mengetahui amal yang paling disukai
Allah, tentulah kami akan mengerjakannya.” Maka Allah memberikan petunjuk
kepada mereka tentang amal yang paling disukai oleh-Nya melalui firman-Nya: Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur. (Ash-Shaff: 4) Kemudian Allah menjelaskan kepada mereka amal tersebut,
lalu mereka diuji dalam Perang Uhud dengan hal itu, dan ternyata pada akhirnya
mereka lari ke belakang meninggalkan Nabi SAW. Lantas Allah SWT menurunkan
firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2)
Ada lagi yang suka ‘bluffing’ atau melebih-lebihkan
kemampuan dan kapasitasnya seolah terlihat begitu hebat. Qatadah dan Ad-Dahhak
mengatakan, ayat ini diturunkan untuk mencemoohkan suatu kaum yang mengatakan
bahwa diri mereka telah berperang, memukulkan pedang mereka dan menusukkan
tombak mereka, serta melakukan hal-hal lainnya, padahal kenyataannya mereka
tidak melakukan sesuatu pun dari apa yang telah dikatakannya itu. Kita sering
menjumpai orang seperti ini disekeliling kita, bukan?
Bagaimana dengan orang yang suka menjanjikan untuk melakukan
sesuatu atau menolong namun pada kenyataannya janji hanya tinggal janji, apakah
termasuk ke dalam makna ayat betapa amat besar kemurkaan Allah bahwa mereka
mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan? Tafsir Ibn Katsir mengatakan
Ibnu Zaid telah menyebutkan bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan
orang-orang munafik. Mereka menjanjikan kepada kaum muslim bahwa mereka akan
membantunya, tetapi ternyata mereka tidak memenuhi apa yang mereka janjikan.
Nah!
Ibadah puasa melatih kita untuk menyatukan apa yang kita
katakan dengan apa yang kita kerjakan. Inilah ibadah yang unik. Ibadah yang
pasif. Ibadah dalam sunyi. Saat buka puasa bersama, kita tidak tahu siapa yang
benar-benar berpuasa dan siapa yang hanya pura-pura terlihat lemas. Ini ibadah
yang orang dengan mudah berpura-pura melakukannya karena ini ibadah yang tidak
terlihat secara kasat mata. Justru melalui ibadah semacam inilah kita diuji
untuk menyatukan seluruh gerak panca indera kita dengan ibadah puasa. Kita
puasakan pendengaran, penglihatan dan penciuman kita. Bisakah?
Jikalau saat berpuasa kita masih saja nyinyir dan nyindir
kepada orang lain, kita terus saja mengorek-ngorek cerita tersembunyi orang
lain, kita masih gagal menahan diri untuk bersabar dan terus ngomel-ngomel,
atau kita masih saja mengejar perkara haram sebagai sajian berbuka puasa, maka
kita akan termasuk ke dalam ayat di atas: mulut kita saja yang mengatakan kita
berpuasa tapi tindakan dan perbuatan kita sama sekali tidak mencerminkan orang
yang berpuasa.
Di medsos ukurannya gampang kok: lihat saja status, komen
atau cuitan apakah ada perbedaan dalam bulan puasa ini. Jika fitnah dan gossip
serta caci maki masih saja bertebaran maka kita belum mampu menyatukan apa yang
kita ucapkan (bahwa kita tengah berpuasa) dengan apa yang kita kerjakan. Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu
kerjakan!
Tabik,
Nadirsyah Hosen
0 Response to "Memahami firman Allah “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR