Khutbah Jumat; Manusia Lahir dalam Keadaan Bertauhid
February 21, 2017
Add Comment
faquha.site - Mungkin sebagian dari kita
bertanya, darimanakah asal iman yang ada di dalam hati kita ini? Pada tahap
yang paling hakiki, kita bisa saja bertanya apakah manusia terlahir dalam
keadaan beriman kepada Allah, mengingat firman Allah SWT dalam QS al-A’raf 7:172;
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي
آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ (172
Artinya, “Dan
ingatlah ketika Tuhanmu hendak mengeluarkan keturunan anak cucu Adam dari sulbi
tulang belakang mereka, dan Allah mengambil kesaksian etrhadap ruh mereka
(seraya berfirman), “Bukankan Aku Tuhanmu?” (alastu birabbikum?) Mereka
menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang
demikian itu) agar kalian tidak berkata di hari kiamat nanti, “Sesungguhnya
kami lupa terhadap hal ini.”
Ayat ini dengan tegas menyatakan
bahwa sebelum dilahirkan ke alam dunia, seluruh jiwa-jiwa calon manusia sudah
bersaksi bahwa Allahlah Tuhan mereka. Dengan begitu, kesimpulannya semua bayi
yang lahir ke dunia, tidak peduli dari rahim ibu yang mana ia dilahirkan, pada
dasarnya sudah berada dalam kondisi beriman. Inilah yang disebut sebagai
potensi fitrah. Fitrah sering diartikan suci, sebagaimana Idul Fitri dimaknai
sebagai hari raya ketika umat Islam yang berpuasa selama Ramadan mengalami
kelahiran kembali sebagai manusia suci. Dosa mereka dibakar semuanya saat
berpuasa Ramadan.
Dalam taharah, kondisi suci
sering dilawankan dengan kondisi berhadas ataupun hal lainnya seperti terkena
najis. Dalam konsep kebersihan, kondisi suci dimaknai sebagai kondisi di mana
keberadaan sesuatu tidak terkontaminasi oleh kekotoran sedikitpun. Begitulah
kondisi kelahiran manusia. Mereka berada dalam fitrah, kondisi suci yang tidak
tercemar sama sekali, dalam artian bahwa mereka sebenarnya sudah berada dalam
keadaan beriman kepada Allah.
Itulah fitrah yang ditentukan
oleh Allah bagi seluruh kelahiran umat manusia yang menandai awal penciptaan mereka.
Seperti kata Rasulullah SAW, Kullu maulūdin yūladu alal-fitrah, fainna abawaihi
yuhawwidānihi aw yunaṣṣirānihi aw yumajjisānih, seluruh bayi lahir dalam
keadaan fitrah, dan kedua ibu bapaknyalah yang menjadikan seseorang
menjadi nasrani, yahudi, atau majusi.
Nikmat yang wajib disyukuri
Memaknai dan memahami hadis di
atas, seraya membaca QS al-A’raf ayat 172 di atasnya, kita tentunya akan merasa
sangat bersyukur bahwa Allah memelihara nikmat iman dan Islam yang kita miliki
hingga saat ini dengan menempatkan kita terlahir dalam keluarga muslim. Sebagai
penguat keiman dan Islaman kita, maka di dalam keluarga muslim setiap bayi yang
baru saja lahir diperdengarkan suara adzan di telinganya. Tentunya kita tahu
bahwa inti dari kalimat-kalimat dalam adzan adalah dua kalimat syahadat,
syahadat tauhid dan syahadat rasul. Dengan diperdengarkanny kumandangadzan di
telinga seorang bayi yang baru lahir, maka sejak mengawali keberadaan manusia
di dunia, kita selalu diingatkan dengan kalimat tauhid yang pernah diikrarkan
oleh jiwa-jiwa calon manusia di hadapan Rabbul Izzati sebelum kelahiran mereka
ke dunia.
Dalam perjalanan hidup
selanjutnya, panggilan adzan jugalah yang menuntun manusia yang beriman untuk
berkumpul melakukan salat. Seperti kita ketahui, salat adalah sebuah ritual
ibadah, ketika seseorang diminta menghadap Allah, minimal lima kali sehari.
Dimulai dengan kumandang takbiratul ihram, maka seseorang yang melakukan salat
memulai ritual ibadahnya dengan menghadapkan wajahnya kehadirat Allah SWT,
menyambungkan hatinya dengan khidmat, dan diakhiri dengan salam, ketika sejenak
berpisah dengan Tuhan saat ia kembali ke tengah-tengah manusia. Dengan
demikian,takbiratul ihram menandai dimulainya ketersambungan hubungan manusia
secara vertikal dengan Allah. Sedangkan tahiyyat merupakan episode penutup, di
mana ucapan salam di akhir salat menandai episode baru kembalinya jiwa dan
raganya secara horizontal ke tengah-tengah kumpulan umat manusia di dunia.
Lantunan adzan juga akan
mengantarkan jenazah manusia yang beriman memasuki liang lahat, yang bisa
dimaknai sebagai pengingat agar ruh yang hendak melakukan perjalanan pulang
kembali ke pangkuan Tuhan dapat selamat menemukan tempatnya kembali di dalam
ridha Allah. Di sinilah, kewajiban setiap jiwa yang terpelihara kondisi iman
dan Islam dengan lahir di tengah keluarga muslim untuk mensyukurinya sebagai
nikmat Allah yang tidak ada bandingan ketinggian nilainya.
Hidup sebagai Ujian Keimanan
Demikianlah, fitrah manusia
terlahir dalam keadaan beriman. Sementara kehidupan dunia yang dijalaninya
merupakan sebuah episode ujian. Dalam ujian hidup, jiwa-jiwa manusia yang
terlahir dalam keluarga muslim ditantang untuk tetap dapat menjaga status
iman-Islam mereka. Mereka ditantang agar dapat melampaui batas akhir kehidupan
dengan predikat baik, husnul khatimah. Ujian ini bukan cobaan yang ringan,
karena memelihara dan meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman
berhadap-hadapan dengan gempuran realitas kehidupan yang membius hawa nafsu.
Bukan hal mudah membawa dan memelihara iman dan Islam kita hingga akhir hayat
nanti, karena syetan dan teman-temannya yang terkutuk akan terus merongrong
iman manusia. Mereka terus berupaya menyesatkan manusia dari jalan Allah yang
lurus. Jangan heran, bila pahala amal kebajikan yang kita lakukan di dunia
diberikan balasan yang besar oleh Allah di akhirat nanti. Semua itu lantaran
perjuangan dalam medan ujian kehidupan adalah perjuangan yang sangat berat.
Salah-salah sedikit dalam membawa diri, maka kita bisa saja terjerembab dalam
kubangan kekafiran dan kemusyrikan yang akan mencelakakan nasib kita dalam
tahap kehidupan abadi selanjutnya di akhirat kelak.
Begitu pula dengan jiwa-jiwa
manusia yang terlahir dalam keluarga yang bukan muslim. Tantangan terbesar
mereka adalah bagaimana mereka dapat menemukan kembali fitrah keimanan mereka
kepada Allah, kesaksian yang pernah mereka ikrarkan sebelum terlahir ke dunia.
Di sinilah, dunia sebagai medan perjuangan hidup akan selalu dipenuhi dengan
hidayah dan inayah Allah. Siapa saja yang mau mengambil hidayah dan petunjuk
Allah, maka ia akan ditunjuki-Nya. Meskipun begitu, banyak pula orang-orang
yang merasa gengsi menerima kebenaran Islam, maka mata-hatinya akan tertutup
dan hidup di dunia akan semakin menjauhkannya dari Islam.
Hidayah telah mengantarkan beribu
bahkan berjuta umat berpindah keyakinan untuk memeluk Islam. Kalimat syahadat
yang diikrarkan oleh seorang muallaf yang memeluk Islam adalah ikatan kontrak,
akad perjanjian dengan Allah yang menggugurkan dosa-dosa yang mereka perbuat
sebelumnya. Pada saat mengucapkan dua kalimat syahadat, para muallaf tersebut
telah kembali pada kondisi fitrah, sesuai dengan potensi yang dimilikinya saat
mereka terlahir ke dunia. Mereka kembali suci, dan memulai hidup dengan kembali
kepada keyakinan aslinya sebagai jiwa yang beriman.
Hadirin sidang jumat
rahimakumullah,
Dunia merupakan medan ujian,
karena kehidupan sebenarnya baru akan dimulai setelah proses penghitungan amal
pada hari kiamat nanti. QS al-An’am ayat 22 menyebutkan,
وماالحيوة الدنيا الا لعب ولهو وللدار الاخرة خير
للذين يتقون افلا تعقلون
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah
main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih
baik bagi mereka yang bertaqwa. Maka tidakkah kalian memahaminya?”
Saatnya me-recharge syahadat
Semua kita yang berkumpul di sini
saat ini, mengikuti jamaah shalat jumat saat ini, tidak perlu ragu dan sangsi
bahwa kita adalah bagian dari orang-orang yang beriman. Bahwa kita sudah
benar-benar sudah masuk Islam dan bersyahadat. Buktinya? Bukankan dalam setiap
salat kita, dalam bacaan tahiyyat kita, baik tahiyyat awal maupun tahiyyat
akhir, kalimat syahadat selalu kita selalu ulang-ulang membacanya. Asyhadu an
lā ilāha illallāh wa asyhadu anna muhammadan rasūlullāh. Kalimat itu diucapkan
seraya meluruskan jari telunjuk kanan kita, sebagai tanda bahwa kita bersaksi
saat itu. Ini menandai bahwa salat merupakan salah satu wahana untuk
me-recharge, mencas ulang dan memperbaharui syahadat kita.
Dengan pembaharuan syahadat yang
terus menerus, maka kita tidak perlu ragu bahwa cahaya iman akan terus menyala
dalam hati kita, sehingga kita layak berharap insya Allah kita akan tetap
berada dalam hidayah-Nya hingga akhir hayat menjemput, dan meninggal dalam
keadaan akhir yang baik, husnul khatimah. Dengan pembaruan syahadat itu,
jikapun ada kata-kata atau sikap dan tindakan yang mengurangi kadar, atau
bahkan menihilkan keimanan, maka pengulangan syahadat yang kita lakukan saat
salat menjadi momen ketika kita terus menerus menyegarkan cahaya itu agar tetap
menyala.
Akan sangat baik jika ibadah
salat yang memiliki momen saat kita me-refresh syahadat kita, tidak dilakukan
hanya saat salat fardu saja, tetapi juga ditambah dengan salat-salat sunnah,
baik pagi, siang, maupun malam. Dengan demikian kondisi lemah iman, low-batt,
ketika kelap kelip cahaya iman kita hampir padam tidak terjadi. Cahaya iman
dari dalam hati akan terus hidup dan memancarkan sinarnya membimbing raga dan
jiwa pelakunya mengerjakan amal kebajikan untuk niat ibadah lillahi ta’ala,
insya Allah.
بارك الله لي ولكم في القران العظيم
ونفعني و ايكم بما فيه من الايات والذكر الحكيم و تقبل مني و منكم تلاوته انه هو
السميع العليم اقول قولي هذا واستغفر الله لي و لكم و لسائر المسلمين والمسلمات
والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه انه هو
الغفور الرحيم
*disampaikan dalam Khutbah Jumat
08 Januari 2016 di Masjid Miftahul Jannah Indocement Palimanan Cirebon
0 Response to "Khutbah Jumat; Manusia Lahir dalam Keadaan Bertauhid"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR