Al-Ta'rib wal mu'arob oleh Denden Taupik Fakultas Adab UIN Jakarta
February 21, 2017
Add Comment
faquha.site - Bahasa arab merupakan salah satu
bahasa anggota rumpun Semit yang paling mendekati bahasa Semit purba, baik
dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik.
Bahasa yang dimiliki bangsa Arab
Utara (Hijaz dan Nejed) ini terus bertahan dan terpelihara dari keterputusan
hubungan dengan induk Bahasa Semit. Selain karena watak mereka yang keras dan
enggan tunduk terhadap bangsa apapun yang ingin menguasai mereka, kebanggaan
atas kepemilikan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dan media utama
mengekspresikan dinamika kehidupan menjadi benteng paling kuat bagi bahasa
Arab. Bahkan kesakralan bahasa Arab begitu kentara dengan diagungkannya
syair-syair pemenang kontes tahunan di Pasar Ukkaz dengan cara ditulis memakai
tinta emas dan digantungkan di dinding Ka’bah.
Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang menunjukkan apresiasi yang
sedemikian besar terhadap ungkapan bernuansa puitis dan sangat tersentuh oleh
kata-kata, baik lisan maupun tulisan, selain bangsa Arab. Sulit menemukan
bahasa yang mampu memengaruhi pikiran para penggunanya sedemikian dalam selain
bahasa Arab.[1]
Hijaz merupakan tempat penting
bagi percaturan perdagangan internasional. Para kafilah dagang dari berbagai
bangsa, seperti Abissinia, Saba-Himyar, Persia, dan lain-lain, singgah di Hijaz
yang menawarkan sebuah kesempatan yang baik untuk aktivitas keagamaan dan
perdagangan.
Sehingga, Hijaz pada masa
kelahiran Nabi Muhammad Saw dikelilingi oleh berbagai pengaruh, baik dari sisi
intelektual, keagamaan, maupun material, baik yang datang dari Byzantium,
Suriah (Aramaik), Persia, dan Abissinia, maupun yang datang melalui Kerajaan
Gassan, Lakhmi, dan Yaman[2].
Kondisi seperti ini yang telah
berjalan sangat lama memungkinkan terjadinya saling pengaruh mempengaruhi,
khususnya bahasa Arab dengan bahasa-bahasa bangsa lainnya, seperti Aramaik,
Ibrani, Persia, Yunani, Latin, dan India.[3]
ARABISASI ERA KLASIK
1. Definisi Al-Ta‘ri:b (Arabisasi) dan
Al-Mu‘arrab (Kata Terarabkan)
Menurut etimologi, Al-ta‘rib dan
al-mu‘arrab berturut-turut merupakan bentuk mashdar dan maf‘ul bih hasil
derivasi kata dasar ‘arraba-yu‘arribu (عرّب-يعرّب)
yang memiliki beberapa arti:
a. Mengajarkan bahasa Arab:عرّبه أي علمه ,
b. Mencela perbuatan dan perkataan
seseorang, lalu menegurnyaعرّب
عليه أي قبّح قوله وفعله وغيره عليه وردّه عليه أو منعه,
c. Melukai binatang di salah satu bagian
tubuhnya untuk diberi tand عرّب
الدابة أي بزغها على أشاعرها ثم كواها,
d. Menyerap bahasa asing ke dalam bahasa
Arab:عرّبت العرب الاسم الأعجمي أي تفوّهت به
العرب على مناهجها.[4]
Dengan demikian, secara
etimologis, al-ta‘rib telah terdefinisikan sebagai proses penyerapan bahasa
asing ke dalam bahasa Arab. Sedangkan, kata serapan hasil proses al-ta‘ri:b disebut al-mu‘arrab.
Namun, dalam beberapa kasus, Al-Ta‘ri:b memiliki kesamaan makna dengan
al-I‘ra:b berdasarkan beberapa bukti penggunaan keduanya oleh sebagian kecil
linguis Arab klasik, seperti al-Jawhary saat menerangkan entri عرب dalam kamus al-Shihha:h (عرب: عرّبته العرب أو أعربته) dan Abu Hatim dalam kamus al-Tahdzi:b (إن جدة أصلها أعجمي...فأعرب). Bahkan, Sibawaih dalam hal ini hanya
menggunakan istilah al-i‘ra:b berikut derivasinya.[5]
Adapun al-ta‘rib menurut
terminologi, al-Jawa:liqy mendefiniskan al-Mu‘arrab sebagai kata serapan yang
terdapat di dalam al-Qur’an, Hadis, Atsar, syair, dan natsr klasik.[6] Definisi
ini memberikan pengertian bahwa al-mu‘arrab merupakan hasil proses penyerapan
bahasa asing ke dalam bahasa Arab yang dilakukan penuturnya yang fasih pada
masa sebelum atau saat keempat sumber tersebut mulai ada.
Masa ini disebut juga masa
ihtija:j atau istisyha:d yang rentang waktunya dibedakan sesuai domisili orang
Arab, yaitu mereka yang tinggal di suku Badui dan perkotaan. Masyarakat Arab
Badui dianggap sebagai penutur bahasa Arab yang fasih sampai abad ke-4 hijriah,
sedangkan kefasihan masyarakat Arab yang tinggal di perkotaan hanya bertahan
sampai akhir abad ke-2 hijriah. Adapun
kata-kata serapan yang dihasilkan setelah masa tersebut dinamakan al-muwallad.
Sedangkan kata-kata serapan secara keseluruhan tanpa memandang waktu disebut
al-dakhi:l.[7]
2. Faktor terjadinya Arabisasi
Ada beberapa faktor yang
mendorong bangsa Arab menyerap bahasa lain, di antaranya sebagai berikut:
a. Bangsa Arab secara terpaksa menggunakan
kata dari bahasa asing bagi benda-benda yang hanya dimiliki oleh bangsa
non-Arab. Misalnya beberapa nama perabotan rumah tangga القصعة/al-qash‘ah/[8], السكرجة /al-sukurrujah/[9], nama pakaian الديباج/al-di:ba:j/[10], dan nama perhiasan الياقوت
/al-ya:qu:t/[11], yang semuanya diserap dari bahasa Persia.
b. Ketertarikan bangsa Arab untuk lebih
memilih menggunakan kata dari bahasa asing daripada bahasanya sendiri, baik
karena lebih mudah diucapkan maupun sekedar menambah gengsi.
c. Penjajahan yang dilakukan bangsa-bangsa
adidaya non-Arab atas bangsa Arab. Kondisi ini memaksa bangsa Arab menggunakan
bahasa penjajah untuk menarik simpati penguasa, baik karena kesadaran maupun
paksaan dari penguasa .[12]
3. Bahasa-bahasa yang diserap oleh Bangsa
Arab
Selama berabad-abad, bangsa Arab
telah berinteraksi dengan berbagai macam bangsa asing, terutama melalui jalur
perdagangan internasional. Selain itu, migrasi nenek moyang bangsa Arab ke
berbagai tempat yang telah ditempati bangsa asli yang berbeda bahasa turut
mendorong terjadinya saling pinjam-meminjam kata. Di antara bahasa-bahasa asing
yang diserap bahasa Arab masa klasik adalah sebagai berikut:
a. Bahasa Persia
Bahasa Persia merupakan bahasa
yang paling banyak diserap oleh bangsa Arab. Kondisi ini disebabkan bangsa
Persia lebih intens dalam berinteraksi dengan bangsa Arab, baik melalui media
perdagangan internasional maupun karena bangsa Persia merupakan penguasa sebagian
besar jazirah Arab.
Bahasa Persia yang berlaku pada
masa itu adalah bahasa Persia klasik yang sering disebut bahasa Pahlevi (الفهلوية). Terdapat 32 huruf konsonan dan 8 huruf vokal meskipun dalam
tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis ada sedikit perbedaan di antara
bahasa Persia klasik dan modern. Berikut ini huruf-huruf konsonan bahasa Persia
modern:
(1) ا/alef/ ؛(2)
ب/bé/ [b]؛(3) پ / pé/ [p]؛(4) ت/té/ [t]؛(5) ث/tsé/ [ts]؛(6) ج/jim/ [j]؛(7) چ /ché/ [ch]؛(8) ح/ hé / [h]؛(9) خ/ khé / [kh]؛(10) د/dâl/ [d]؛(11) ذ/dzâl/ [dz]؛(12) ر/ré/ [r]؛(13) ز/zé/ [z]؛(14) ژ /zhé/ [zh]؛(15) س/sin/ [s]؛(16) ش/syin/ [sy]؛(17) ص/sâd/ [s]؛(18) ض/zâd/ [z]؛(19) ط/tâ/ [t]؛(20) ظ/dza / [dz]؛(21) ع/ în / [a]؛(22) غ/ghîn/ [gh]؛(23) ف/fé/ [f]؛(24) ق/ghaf/ [gh]؛(25) ک /kâf/ [k]؛(26) گ /gâf/ [g]؛(27) ل/lâm/ [l]؛(28) م/mîm/ [m]؛ (29) ن/nûn/ [n]؛(30) و/vâv/ [v]؛(31) ه/hé/ [h]؛(32) ی /yé/ [y]؛[13]
Sedangkan huruf vokal berjumlah 8
huruf:
(1) آ،ا /alef/
[a]؛(2) اَ، -َ، /zabar/
[a]؛(3) اِ، -ِ، ـه، ه
/zîr/ [e]؛(4) اُ، ـُو
/zammah/ ؛(5) او، و
/waw/ [u]؛(6) اُو، ـُو
/waw/ [ow]؛(7) اي، يـى [i]؛(8) ايـ، -ِ، يـ،
ـِى، [ey].[14]
b. Bahasa Ibrani
Umat Yahudi sangat berperan dalam
penyebaran dan pemeliharaan bahasa Ibrani yang merupakan bahasa kitab suci
mereka, Taurat. Bangsa Yahudi dari sisi
ras merupakan tetangga terdekat bangsa Arab. Bahasa Ibrani terdiri dari 22
huruf konsonan dan 13 vokal:
1) konsonan
(1)א/Aleph/؛(2)ב/beth/&בּ/veth/؛(3)ג/ghimel/؛(4)ד/dhaleth/؛(5)ה/he/؛(6)ו/vau/؛(7)ז/zayin/؛(8)ח/cheth/؛(9)ט/teth(10)י/yod/؛(11)כ/chaf/؛(12)lamed/؛(13)מ/mem/؛(14)נ/nun/؛(15)ס/samech/؛(16)פ/phe/؛(17)ע/ngayin/؛(18צ/tzadi/؛19)ק/koph/؛(20)ר/resch/؛(21) שׂ/& /sin שׁ/syin/؛
(22) ת/thau/.[15]
2) Vokal
(1) אִ (short chirek) [i] ؛(2)
אִי (long chírek) [í] ؛(3) אֵ (Ttzéri) [é] ؛(4) אֶ (ségol) [e] ؛(5) אַ (pathách) [ӕ] ؛ (6) אָ (kámetz) [á] ؛(7) אֹ (holam haser) [o]؛(8) אֻ (kibbutz) [u] في but /bʌt/؛(9) אְ (sheva) [e] أو
السكوت عنها ؛(10) אֱ
(chateph segol) [ə] ؛(11) אֲ (chateph patach) [a] ؛(12) אֳ (Chateph Kametz)[o] ؛(13) וֹ (chólem) [ó] ؛(14) וּ (shúrek) [ú][16]
c. Bahasa Yunani
Yunani termasuk bangsa asing yang
melakukan interaksi dengan bangsa Arab. Kebudayaan mereka masuk ke
kerajaan-kerajaan Arab Selatan dan Utara, seperti Gassan dan Palymera. Bahkan
dalam bidang kesenian, penguasa-penguasa padang padang pasir ini seringkali
mendatangkan biduan dari negeri Yunani.[17]
Bahasa Yunani memiliki 24 huruf:
(1) Α α /alpha/؛(2) Β β / beta /؛(3) Γ γ /gamma/؛(4) Δ δ /delta/؛(5) Ε ε / epsilon /؛(6) Ζ ζ /zeta/؛(7) Η η /eta/؛(8) Θ θ /theta/؛(9) Ι Ι /iota/؛(10) Κ κ /kappa/؛(11) Λ λ / lambda/؛(12) Μ μ /mu/؛(13) Ν ν /nu/؛(14) Ξ ξ /xi/؛(15) Ο ο / omicron/؛(16) Π π /pi/؛(17) Ρ ρ /rho/؛(18) Σ σ /sigma/؛(19) Τ τ / tau /؛(20) Υ υ /upsilon/؛(21) Φ φ/chi/؛(22) Χ χ //؛(23) Ψ ψ /psi/؛(24) Ω ω /omega/؛[18]
d. Bahasa Suryani
Bahasa suryani merupakan bahasa
Semit terdekat dengan bahasa Arab. Bahasa Arab dan bahasa Suryani (Aramaic)
sering digunakan dalam percakapan sehari-hari kerajaan-kerajaan Arab Utara
klasik, seperti Nabasia, Palymera, Gassan, dan Lakhmi.[19]Bahkan, menurut
Ignatius Yakub III, sintaksis bahasa Arab yang pertama kali disusun oleh Abu:
al-Aswad al-du’ali: merupakan hasil adopsi sintaksis bahasa Suryani, terutama
corak penulisannya yang menggunakan khat Ku:fi:.[20]
Bahasa suryani terdiri dari 22
huruf konsonan dan 5 huruf vokal:
1) Huruf konsonan
(1) ܐ /olaph/ [h] في hour /awr/؛(2)
ܒ /béth/[b] ؛(3)
ܓ /gomal/[g] ؛(4)
ܕ /dolath/[d] ؛(5)
ܗ / hé/ [h] ؛(6)
ܘ /wau/[w]//؛(7)
ܙ /zain/[z] ؛(8)
ܚ /héth/ [ch] ؛(9)
ܛ /téth/ [t] ؛(10)
ܝ /yudh/ [y] في your/yur/؛(11)
ܟ /koph/ [k] أو [kh] في workhouse/wәrkhaws/؛(12)
ܠ /lomadh/ [l]//؛(13)
ܡ / mîm/ [m]//؛(14)
ܢ /nûn/ [n] ؛(15)
ܣ /semkath/ [s] ؛(16)
ܥ (‘ê)؛(17)
ܦ /pê/ [p] أو [f] ؛(18) ܨ /sadhé/ [ss] في
hiss/his/؛ (19) ܩ /qop/ [q]؛(20) ܪ /rísch/ [r]؛(21)
ܫ /shîn/ [sh] في show/syow/؛(22) ܬ /tau/ [t]//.[21]
2) huruf vokal
(1) ܝܳ
(ܙܩܦܐ)/ zqapha/[â]؛(2) ܝܺ (ܝܒܳܨܳܐ) / hbasa/ [i,î]؛
(3) ܝܽ(ܥܳܨܨܳܐ) esasa/ [u,û]؛(4) ܝܶ (ܪܒܳܨܳܐ)/ rbasa/ [e]؛(5)ܝܰ (ܦܬܳܚܳܐ)/ pthaha/ [a].[22]
4. Indikator Karakteristik Al-Mu’arrab
Kata serapan dalam bahasa Arab
dapat diketahui melalui beberapa alternatif berikut ini:
a. Hasil analisis para pakar bahasa Arab
Kitab-kitab Mu’jam atau kamus
monolingual bahasa Arab merupakan karya para pakar bahasa Arab bahkan diantara
mereka sekaligus pakar bahasa-bahasa lainnya, misalnya al-Jawhary, pengarang kamus al-Shihha:h. Selain pakar bahasa Arab, ia juga pakar bahasa
Persia.[23] Di dalam kamus al-shihha:h, al-Jawhary memberikan keterangan
al-aba:ri:q (الأباريق) yang berarti kendi sebagai bentuk plural
dari kata al-ibri:q yang merupakan kata serapan dari bahasa Persia.[24]
b. Gabungan huruf yang tidak lazim (i’tila:f
al-huru:f)
Kata-kata serapan dalam bahasa
Arab dapat teridentifikasi melalui gabungan huruf yang tidak lazim dalam bahasa
Arab. Kasus ini terbagi ke dalam dua pola, yaitu:
1) Gabungan huruf yang tidak mungkin terjadi
dalam kata-kata Arab asli.
a) Gabungan huruf /ba/ [ب], /sin/ [س], dan /ta/ [ت]. Al-Jawa:liqy menyatakan, “Tidak pernah
ada kesaksian dari para pakar bahasa yang kredibel tentang kata yang tersusun
dari ketiga huruf ini: /ba/ [ب], /sin/ [س], dan
/ta/ [ت]. Oleh karena itu, jika ditemukan kata yang tersusun dari
ketiga huruf tadi, kata tersebut merupakan kata serapan.”
b) Gabungan huruf /ta/ [ت] dan /tha/ [ط]. Al-Azhary dalam komentarnya tentang kata
al-thast (الطست)[25] menyatakan, “kata tersebut merupakan kata
serapan karena terdapat gabungan huruf /ta/ [ت] dan
/tha/ [ط] yang tidak akan pernah terjadi dalam
bahasa Arab ”[26]
c) Gabungan huruf /jim/ [ج] dan /ta/ [ت]. Al-Jawhary dalam komentarnya tentang
kata al-jibt (الجبت) menyatakan, “kedua huruf ini tidak akan
pernah bisa bergabung dalam sebuah kata Arab tanpa disertai huruf dzila:qy (ب,ر,ف,ل,م,ن).”[27]
d) Gabungan huruf /jim/ dan /shad/. Misalnya,
kata al-jishsh (الجص), al-shanjah (الصنجة)[28],
dan al-shaulaja:n (الصولجان)
e) Gabungan huruf /jim/[ج] dan /tha/[ط]. Misalnya, kata al-tha:jin (الطاجن).
f) Gabungan huruf /jim/ [ج]dan /qaf/[ق]. Misalnya, kata al-jawq (الجوق).[29]
g) Gabungan huruf /jim/ [ج] dan /kaf/ [ك]. Misalnya, kata al-kandu:j (الكندوج).
h) Gabungan huruf /sin/ [س] dan /zay/ [ز]. Misalnya, kata al-sihri:z (السهريز).[30]
i) Gabungan kata /shad/ [ص] dan /tha/[ط]. Misalnya, kata al-ishthafli:nah (الإصطفلينة).[31]
j) Gabungan huruf /kaf/ [ك] dan /qaf/ [ق]. Abu Abd al-Rahma:n berkomentar, “gabungan huruf /kaf/ [ك] dan /qaf/ [ق] tidak pernah ada dalam kata Arab asli ”
2) Gabungan huruf yang lazim namun urutannya
tidak sesuai dengan aturan bahasa Arab asli.
a) Posisi huruf /nun/ [ن] sebelum huruf /ra/[ر]. Misalnya, kata al-narjis (النرجس)[32]
b) Posisi huruf /za/ [ز] setelah
huruf /dal/ [د]. Misalnya, kata al-hindaz (الهندز) [33]
c) Posisi huruf /syin/ [ش] setelah huruf /lam/ [ل].
Misalnya, kata aqlasy (الأقلش)
d) Posisi huruf /dza/ [ذ] setelah huruf /dal/ [د].
Misalnya, kata Baghda:dz (بغداذ)
e) Huruf pada posisi fa:’ al-fi‘l sama dengan
huruf pada posisi ‘ain al-fi‘l. Misalnya, kata al-qa:quzzah (القاقزة)[34]
c. Menyimpang dari pola dasar pembentukan kata
bahasa Arab (wazn).
Bangsa Arab berusaha mencocokkan
setiap kata serapan dengan pola dasar pembentukan kata yang berlaku. Namun,
tidak semuanya dapat dicocokkan sehingga sebagian kata serapan tetap seperti
kondisi aslinya yang tidak sesuai dengan wazn yang berlaku dalam bahasa Arab.
Misalny
1) Kata a:mi:n (آمين)
berpola fa:‘i:l (فاعيل). Wazn فاعيل
menurut al-Fayumy saat mengomentari kata
al-fa:ni:dz (فانيذ), tidak terdapat di dalam pola bahasa Arab
yang berlaku.
2) Kata a:nuk (آنك)
berpola fa:‘ul (فاعُل). Pola seperti ini yang ‘ain al-fi‘l-nya
berharakat dhammah tidak dikenal dalam wazn bahasa Arab.
3) Kata al-juwa:liq (الجوالق)
berpola fu‘a:lil (فعالل) yang dianggap aneh oleh al-ra:ghib
al-Ishfaha:ni: dalam pernyataannya, “Dalam bahasa Arab itu tidak akan pernah
ditemukan kata singular yang huruf ketiganya berupa alif lalu setelahnya ada
dua huruf lagi”
4) Kata al-narjis (النرجس)
berpola fa‘lil (فعلل). Al-Jawa:liqy menegaskan wazn فعلل bukan bagian dari wazn bahasa Arab yang berlaku dalam
pernyataannya,”Jika Anda menemukan satu kata saja yang berpola فعلل di dalam syair klasik, maka saya pastikan syair tersebut
palsu.”
d. Memiliki banyak variasi bacaan (katsrat
al-lugha:t)
Di antara kata-kata serapan yang
memiliki banyak versi adalah kata Isra:’i:l (إسرائيل) dan baghda:d (بغداد) yang
sama-sama memiliki tiga versi bacaan, yaitu isra:l (إسرال),
isra:’i:n (إسرائين), dan Isra:’i:l (إسرائيل);
baghda:dz (بغداذ), baghda:n (بغدان), dan
baghda:d (بغداد).[35]
e. Tidak memiliki indikasi bagian dari
derivasi kosa kata bahasa Arab.
Sebagian kata-kata serapan dalam bahasa Arab secara
morfologis menunjukkan ketidakmungkinannya menjadi produk derivasi bahasa Arab.
Misalnya, kata al-sura:diq (السرادق), al-ra:ghib al-isfaha:ny menilainya
sebagai kata serapan berdasarkan kondisi morfologis kata tersebut. Ia
menyatakan, “Dalam bahasa Arab itu tidak akan pernah ditemukan kata singular
yang huruf ketiganya berupa alif lalu setelahnya ada dua huruf lagi.”[36]
f. Berupa kata kuadrikonsontal (ruba:‘i:)
atau kuintikonsonantal (khuma:si:) yang tidak terdapat huruf dzila:qi:. Contoh,
kata جوسق
5. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Kata-Kata Asing Saat Diarabisasikan
a. Ibda:l
1) Ibda:l la:zim
a) Mengganti huruf
• Mengganti huruf
[پ]/pe/ dalam bahasa Persia dan huruf [π]/phi/ dengan huruf [ب]/ba/ dan atau [ف]/fa/. Contoh, kata بِرِنْد dan فرند yang berasal dari bahasa Persia پرند dan kata فندق yang berasal dari bahasa Yunani,
πανδοχεῖον /pandokhein/
• Mengganti huruf
[چ]/ce/ dalam bahasa Persia dengan huruf [ص]/shad/, seperti kata صنج yang berasal dari kata چنگ ;huruf [ش]/syin/, seperti kata شوذر yang berasal dari kata چادر.
• Mengganti huruf
[ژ] /za tebal/ dengan huruf [ز]/zai/.
Contoh, زون yang berasal dari kata ژون.
• Mengganti huruf
[گ]/ge/ dengan huruf [ج]/jim/ dan atau huruf [ق]/qaf/. Contoh, kata قربز dan جربز yang berasal dari kata گربز.[37]
b) Mengganti
harakat
• Mengganti vokal
/e/ (al-harakat al-am:miyyah al-wusth) dengan harakat kasrah /i/, seperti kata ديماس yang berasal dari bahasa Yunani, δημόσιος /demosis/
• Mengganti vokal
/o/ (al-harakat al-khalfiyyah al-wusth) dengan harakat fathah /a/, seperti kataعربان yang berasal dari bahasa
Yunani αρράβών /arrabon/
• Mengganti harakat sukun di awal kata,baik
dengan cara menambahkah huruf [أ]/hamzah/ di belakang huruf mati tersebut
maupun memberinya harakat. Contoh,kata إقليم
/iqli:m/ yang berasal dari bahasa Yunani, κλίμα /klima/.[38]
2) Ibda:l ghair la:zim
a) Mengganti huruf /hamzah/ [أ] dengan huruf /‘ain/[ع]. Contoh, kata عربون
/‘urbu:n/ yang berasal dari bahasa Yunani, ἀρραβών /arrabon/. Huruf [ἀ] /alpha/ diganti huruf [ع] /‘ain/ dan memberinya harakat dhammah, membuang salah satu
huruf [ρ]/rho/ dan memberinya harakat
sukun.
b) Mengganti huruf [ت] /ta/
dengan huruf [ط]/tha/.
Contoh, kata طاجن /tha:jin/ yang berasal dari bahasa Yunani,
τάγηνον/taginon/. Huruf [τ]/tau/ diganti dengan huruf [ط]/tha/.
c) Mengganti huruf [خ]/kha/
dengan huruf [ح]/ha/. Contoh, kata حب
d) Mengganti huruf [س]/sin/
dengan huruf [ص]/shad/. Contoh, kata صابون
e) Mengganti huruf [ش]
/syin/dengan huruf [س]/sin/ . Contoh, kata إسماعيل
f) Mengganti huruf [ك] /kaf/
dengan huruf [ق]/qaf/. Contoh, قسطار.[39]
g) Mengganti huruf illah : [و]/waw/, [ا]/alif/, dan [ي]/ya/dengan
huruf [أ]/hamzah/. Contoh, نأرجيل [40], جؤذر [41], dan نئفق.[42]
b. Menambahkan huruf (Ziya:dah)
1) Menambahkan huruf [ل]/lam/,
seperti dalam kata صولجان /shaulaja:n/[43] yang berasal dari kata جوكان // dalam bahasa Persia.
2) Menambahkan huruf [و]/waw/,
seperti dalam kata هاوون /ha:wu:n/[44] yang berasal dari kata هاوَن // dalam bahasa Persia.[45]
c. Memindahkan posisi huruf (Al-Qalb
al-makany).
Di antara contohnya adalah kata رطل /rithl/ yang berasal dari bahasa Yunani, λίτρα/litra/. Huruf
[τ]/tau/diganti dengan huruf [ط] /tha/, lalu huruf [ρ] /rho/dan huruf
[λ]/lambda/ saling berpindah posisi.[46]
d. Mencocokkan dengan wazn (pola) bahasa Arab
yang berlaku
1) Pola plural fu‘u:l (فُعُول), seperti kata tukhu:m (تخوم)[47]
yang berasal dari bahasa Suryani takhu:ma: (ܬܚܽܘܡܳܐ). Bentuk singularnya
takhm (تخم).
2) Pola plural uf‘ul (أفعل),
seperti kata uflus (أفلس) yang berasal dari bahasa Yunani obolos
(ὀβολός) . Bentuk singularnya fulus (فلوس).
3) Pola plural af‘a:l (أفعال), seperti kata anba:r (أنبار)[48]
yang berasal dari bahasa Persia, anba:r (أنبار).
Bentuk singularnya nabr (نبر).
4) Pola plural fa‘a:lil (فعالل), seperti kata baya:dziq (بياذق)[49]
yang berasal dari bahasa Persia Kuno (Pahlevi), bayadak ( بيادك). Di-ta‘rib menjadi baya:dzaq (بياذق),
lalu disesuaikan dengan pola fa‘a:lil (فعالل)
sehingga menjadi baya:dziq (بياذق). Bentuk singularnya baydzaq (بيذق)
5) Pola plural fa‘a:li:l (فعاليل), seperti kata qara:mi:d (قراميد)[50]
yang berasal dari bahasa Yunani, keramida (κεραμίδα). Bentuk singularnya
qirmi:d (قرميد).[51]
C. PROBLEMATIKA EKSISTENSI MU’ARRAB DI DALAM
AL-QUR’AN
Kesesuaian kata-kata yang
dianggap al-mu‘arrab di dalam al-Qur’an dengan linguistik bahasa Arab, baik
dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik, memicu
perdebatan panjang para pakar bahasa Arab, baik pada masa klasik maupun
kontemporer.
1. Argumentasi Ulama yang menolak
eksistensi mu’arrab dalam al-Qur’an
Golongan pertama adalah para
ilmuwan yang menolak eksistensi kata-kata serapan di dalam al-Qur’an. Mereka
adalah Al-Sya:fi‘i, Ibn Jinny, al-Ra:zy, al-Zamakhsyari:, Ibn Fa:ris, dan Abu:
‘Ubaydah.[52] Menurut mereka, al-mu‘arrab bukan termasuk bahasa Arab
sehingga seandainya terdapat di dalam
al-Qur’an, akan berlawanan dengan beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan
penggunaan bahasa Arab dalam seluruh ayat al-Qur’an, yaitu surat al-Zukhru:f
[43:3](إنا جعلناه قرءانا
عربيا ), al-Syuàra:’ [26:195]
(بلسان عربي مبين), dan Fushshilat [41:44](ولو جعلناه قرءانا أعجميا لقالوا لو لا فصلت ءايته ءأعجمي
وعربي).[53]
Abu ‘Ubaydah berkata, “al-Qur’an
hanya menggunakan bahasa Arab, sama sekali tidak terdapat unsur bahasa asing.
Terlalu berlebihan jika ada anggapan keberadaan kata-kata serapan di dalam
al-Qur’an. Ucapan mereka yang mendeteksi keberadaan kata serapan di dalam
al-Qur’an, diambil dari bahasa ini dan itu, sama sekali tidak dapat diterima.”
Ibnu Faris kemudian memperkuat argumen ini dalam pernyataannya, “Seandainya di
dalam al-Qur’an ditemukan kata-kata yang bukan bahasa Arab, maka akan ada
anggapan ketidakmampuan bangsa Arab mencari padanan kata bagi kata-kata asing,
dan ini mustahil”[54]
2. Argumentasi Ulama yang menerima
eksistensi mu’arrab dalam al-Qur’an
Golongan ke dua adalah para
ilmuwan yang menyetujui adanya kata-kata serapan di dalam al-Qur’an. Abu ‘Ubayd
al-Qa:sim bin Sala:m mendasarkan anggapannya atas keberadaan al-mu‘arrab di
dalam al-Qur’an pada beberapa riwayat dari Ibn ‘Abbas, Muja:hid, Ibn Jabi:r,
‘Ikrimah, dan ‘Atha’. Mereka menyatakan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat
kata-kata serapan dari bahasa asing, seperti kata tha:ha: (طه) , al-yamm (اليم), al-thu:r (الطور), dan
al-rabba:niyyu:n (الربانيون) yang berasal dari bahasa Suryani.[55] Ibn
Jari:r bahkan menyatakan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam al-Qur’an
berasal dari berbagai macam bahasa. Demikian juga al-Suyu:thi, ia membahas
secara khusus al-mu‘arrab yang terdapat di dalam al-Qur’an dan memberinya judul
al-muhadzdzab fi: ma: waqa‘a fi: al-Qura:n min al-mu‘arrab.[56]
Abu: ‘Ubaydah, al-Jawa:liqy, dan
Ibn al-Jawzy mencoba mengkompromikan pendapat ulama yang menyetujui dan
mengingkari eksistensi al-mu‘arrab di dalam al-Qur’an.[57] Berikut pernyataan
Abu: ‘Ubaydah:
“Menurut saya, kedua pendapat ini, baik yang mengingkari
maupun menyetujui eksistensi al-mu‘arrab di dalam al-Qur’an, adalah benar.
Kata-kata serapan di dalam al-Qur’an pada awalnya memang merupakan kata-kata
bahasa asing di luar bahasa Arab, namun kemudian digunakan oleh bangsa Arab dan
mengadopsinya sesuai aturan tata bahasa Arab yang berlaku sehingga menjadi
bahasa Arab dan dipakai secara konvensional, lalu turunlah al-Qur’an.”[58]
Pendapat ke dua ini merupakan
pendapat yang paling dapat diterima, baik di lihat dari sudut pandang ilmu
sosiologi maupun linguistik. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab kepada
penutur asli bahasa Arab yang telah lama hidup sebelum al-Qur’an turun. Mereka
telah lam berinteraksi dengan bangsa-bangsa non-Arab seperti bangsa Persia,
Romawi, Yunani, India, Cina, dan bangsa-bangsa lainnya[59] baik melalui proses
perdagangan, pertemuan para duta, dan penjajahan oleh bangsa lain. Bahasa Arab
bukan bahasa yang baru lahir, tapi telah mengalami interaksi dengan
bahasa-bahasa bangsa lain melalui berbagai cara.[60]
D. URGENSI DAN PROBLEMATIKA ARABISASI ERA
KONTEMPORER
Seiring berjalannya waktu,
kemajuan di segala bidang semakin pesat. Setiap harinya, istilah-istilah baru
bermunculan. Bangsa Arab merasa perlu mencari padanan kata bagi istilah-istilah
baru tersebut agar tidak ketinggalan zaman. Usaha-usaha untuk mewujudkan hal
tersebut gencar dilakukan meskipun masih banyak kekurangan. Masing-masing
memiliki standar tersendiri sehingga hasil yang didapatkan berbeda-beda bahkan
mengalami degradasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalah ini,
pusat-pusat bahasa di negara-negara Arab gencar mengadakan seminar dan
penelitian. Pusat bahasa Arab di Kairo merupakan lembaga bahasa paling
produktif melakukan usaha-usaha progressif menemukan padanan kata bagi
istilah-istilah baru dan berhasil menghimpun 70% istilah-istilah kontemporer
dalam berbagai bidang.[61]
1. Urgensi arabisasi pada masa kontemporer
Proses penyerapan bahasa asing
sudah menjadi tabiat semua bahasa. Di dunia ini, tidak ada satu pun bahasa yang
terlepas dari proses saling pengaruh mempengaruhi dengan bahasa bangsa
lain.[62] Salah satunya bahasa Arab yang telah berumur ribuan tahun namun masih
bertahan di tengah kancah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, para
ahli bahasa, baik dari barat maupun timur tengah, menyatakan keunggulan bahasa
Arab atas bahasa-bahasa Semit lainnya. Bahasa Arab terbukti sebagai
satu-satunya bahasa Semit yang paling mendekati induk bahasa Semit dan masih
tetap bertahan hingga sekarang.[63] Kemampuan beradaptasi dengan berbagai macam
kemajuan dinamika kehidupan manusia adalah ciri utama bahasa Arab sehingga akan
terus bertahan sampai kiamat menjelang.[64]
Salah satu bentuk adaptasi bahasa
Arab dengan kemajuan zaman adalah penyerapan bahasa asing yang dilakukan sesuai
kaidah bahasa Arab yang baik dan benar. Proses arabisasi ini sangat penting
dilakukan mengingat beberapa alasan berikut ini:
a. Proses penyerapan bahasa asing merupakan
tabiat semua bahasa di dunia.
b. Memaksakan diri menggunakan kata-kata
bahasa Arab klasik dalam proses arabisasi tidak akan mendatangkan solusi yang
tepat. Mengingat banyak sekali istilah-istilah asing yang dihasilkan melalui
proses arabisasi seperti ini tidak mencapai esensi yang dimaksud terutama
istilah-istilah ilmu sains, seperti kimia, biologi, dan lain-lain. Saat ini,
jumlah istilah-istilah khusus mencapai 1,5 juta kata dengan rata-rata 150
istilah baru per harinya. Di antaranya, 50 ribu istilah ilmu kedokteran.
c. Bahasa-bahasa Eropa memiliki kemampuan
membuat istilah-istilah baru dalam setiap penemuan-penemuan penting ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kompetensi ini tidak dimiliki bahasa Arab mengingat
sukarnya mencari kata-kata yang saling memiliki korelasi satu sama lain. Di
antara langkah bahasa Arab dalam membentuk istilah-istilah baru adalah tarki:b
majzy dan naht (susut). Untuk mencari padanan kata amfibi contohnya, gabungan
kata بر /barr/ dan ماء /m’/ menjadi برمائي//barm’i:/.
Selain, metode pembentukan kata seperti ini yang tidak ilmiah, makna yang
dihasilkannya pun tidak secara jelas menunjukkan arti yang dimaksud, bahkan
cenderung memancing kesalahfahaman. Oleh karena itu, ta‘ri:b dalam hal ini
sangat diutamakan agar dapat lebih jelas dan tepat sasaran.[65]
2. Perbedaan Pendapat Linguis Bahasa Arab
kontemporer tentang Arabisasi
Sebagaimana telah disinggung pada
pembahasan di atas, masing-masing pakar bahasa Arab memiliki standar tersendiri
dalam melakukan proses arabisasi kata-kata asing kontemporer. Secara garis
besar, sikap mereka terbagi ke dalam tiga kelompok:
a. Kelompok konservatif.
Mereka yang termasuk kelompok ini
memandang bahasa Arab secara mutlak mampu mengatasi problematika arabisasi
istilah-istilah baru. Tidak perlu meminjam kata-kata asing seutuhnya. Solusi
yang ditawarkan adalah derivasi kata bahasa Arab yang memiliki kesamaan ciri
dan arti dengan istilah baru atau menerjemahkannya. Misalnya, kata السيارة untuk menunjukkan makna mobil dan frase الصور
المتحركة sebagai padanan kata
sinematografi.
b. Kelompok pragmatis.
Kelompok ini memberikan
kelonggaran seluas-luasnya untuk meminjam istilah-istilah asing seutuhnya dan
menyesuaikannya dengan pola-pola bahasa Arab sehingga bisa dilakukan proses
derivasi kata. Argumen ini didasarkan pada beberapa fakta peristiwa di masa
lalu, bangsa Arab menyerap kata درهم yang mirip dengan aslinya dan membentuknya
menjadi kata baru yang derivatif. Tidak
ada halangan untuk melakukan cara seperti ini selama istilah asing tersebut masih
bisa disesuaikan dengan huruf dan pola bahasa Arab. Kata تلفون /tilfu:n/ terdiri atas huruf-huruf Arab dan sesuai dengan pola فعلون/fi‘lu:n/ sehingga dapat dibentuk menjadi akar kata, yaitu تلفن /talfana/ yang inflektif dan derivatif.
c. Kelompok moderat.
Pandangan kelompok ini menengahi
kedua kelompok di atas yang kontradiktif. Langkah pertama yang dilakukan dalam
proses pencarian padanan kata bagi istilah-istilah baru adalah berusaha
menelusuri kata-kata bahasa Arab asli yang pantas. Namun jika tidak ditemukan
padanan kata yang layak, langkah ke dua adalah meminjam istilah asing tersebut
melalui proses penyesuaian dengan kaidah-kaidah fonologis dan morfologis bahasa
Arab.
Metode yang dilakukan kelompok
moderat lebih dapat diterima karena bersifat objektif dan kondisional. Karena,
seandainya kata مذياع /midzy‘/, هاتف
/htif/, dan سيارة /sayyrah dikatakan kepada orang Arab
Badui, ia dapat mengenalnya dengan melihat pola kata-kata tersebut yang
menunjukkan alat. Meskipun ia tidak mengetahui maksud sebenarnya dari ketiga
kata tersebut, ia dapat mengetahui مذياع sebagai alat penyampai informasi(dzuyu‘:),هاتف sebagai alat komunikasi (هتاف), dan سيارة sebagai alat berjalan (sair). Berbeda halnya jika ketiga kata
tersebut disampaikan berupa hasil arabisasi versi kelompok pertama, yaitu راديوا, تلفون, dan أوتومبيل. Orang Arab Badui tersebut tidak akan bisa
memahaminya sedikitpun. [66]
Langkah yang diambil kelompok
moderat lebih baik daripada kelompok pertama yang fanatik buta terhadap bahasa
Arab. Karena kecintaannya yang berlebihan terhadap bahasa Arab, kelompok
pertama telah terbelenggu dari penyesuaian diri dengan kemajuan zaman. Padahal,
bahasa Arab sedang hidup di masa yang serba baru. Banyak istilah asing yang
belum pernah ditemukan pada masa lalu sehingga mengharuskan adanya usaha
arabisasi. Proses Arabisasi bukanlah sebuah aib bagi sebuah bahasa. Berdasarkan
teori sosial, penyerapan bahasa asing merupakan fenomena yang lazim terjadi
pada semua bangsa yang saling berinteraksi satu sama lain. Sebuah bahasa tidak
akan pernah mampu berdiri sendiri tanpa berkembang maju bersama bahasa-bahasa
lainnya.
Begitu juga pandangan kelompok ke
dua yang terlalu longgar dalam proses arabisasi. Pengaruh negatif akan timbul
dan menyebabkan eksistensi sejati bahasa Arab terancam. Jika semua istilah
asing dapat begitu saja diarabisasikan secara utuh, lalu bagaimana nasib bahasa
Arab yang sudah kehilangan jati dirinya ini?. Jika langkah ini dibiarkan, bisa
jadi suatu saat akan muncul sebuah kalimat,”أترمت إلى أوتيل الكوان كالم ورجعت متنبلا ”/atramtu ila: u:ti:l al-kuwa:n kalm
waraja‘tu mutanabbilan/ yang semestinya, “رکبت القطار إلى منامة الزاوية الهادئة ورجعت بالسيارة.”[67]
3. Standardisasi Arabisasi Era Kontemporer
Untuk menertibkan proses
arabisasi di era kontemporer, pusat bahasa Arab di Kairo menetapkan beberapa
aturan berikut ini:
a. Pada prinsipnya, arabisasi dibolehkan dalam
keadaan darurat dan mesti disesuaikan dengan kaidah bahasa Arab.
b. Proses derivasi kata-kata nominal hasil
arabisasi diperbolehkan, baik disesuaikan dengan pola verba trikonsonantal
takberimbuhan (tsultsy mujarrad), verba trikonsonantal derivatif (tsultsy
mazi:d), verba kuadrikonsonantal takberimbuhan (ruba:‘i: mujarrad), maupun pola
verba kuadrikonsonantal derivatif (ruba:‘i: mazi:d).
c. Dalam prakteknya, hasil proses arabisasi
berikut derivasinya hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah dan mesti
di bawah persetujuan lembaga bahasa Arab. [68]
Emil Badi‘ Ya‘qub menambahkan,
langkah-langkah yang mesti diambil dalam proses Arabisasi harus tertib. Langkah
pertama, berusaha menyesuaikan istilah asing dengan lidah orang Arab sehingga
mudah diucapkan tanpa terpaku oleh bahasa asal istilah asing tersebut. Langkah
ke dua, menyesuaikannya dengan pola dalam bahasa Arab yang berlaku. Langkah ke
tiga, menyertakan istilah asing dengan tulisan latin dalam penulisan hasil
Arabisasi.[69]
4. Usaha-usaha peningkatan kualitas bahasa
Arab di era globalisasi
Bahasa Arab tidak mungkin
terhindar dari proses Arabisasi mengingat besarnya jumlah peningkatan kuantitas
istilah-istilah ilmiah setiap harinya. Lembaga-lembaga bahasa Arab telah berupaya
mencari padanan kata bagi istilah-istilah baru tersebut dan membukukannya dalam
kamus-kamus istilah. Namun, langkah besar ini tidak menyelesaikan masalah
secara menyeluruh mengingat istilah-istilah asing telah lebih dahulu menyebar
di tengah-tengah masyarakat Arab sebelum diproses secara profesional oleh
lembaga-lembaga bahasa Arab.
Sehingga akhirnya berimplikasi pada dua
kemungkinan: kemungkinan pertama, penggunaan dua macam hasil proses arabisasi,
seperti kata مذياع dan
راديوا, سيارة dan آوتومبیل,
هاتف dan تلفون; kemungkinan ke dua, penggunaan salah satu hasil proses
arabisasi secara massif sehingga memarginalkan kata lainnya, terutama dalam
kasus ini, tergerusnya penggunaan padanan kata dari bahasa Arab asli. Tidak
mustahil, penggunaan kata مذياع,
سيارة, dan هاتف akan hilang ditelan masa. Kedua kemungkinan ini menumbuhkan dan
memperkuat dugaan atas kelemahan bahasa Arab menjadi bahasa ilmu pengetahuan
dan teknologi di era globalisasi yang selalu digembar-gemborkan oleh para
penjajah bangsa Arab.
Untuk mengatasi
kemungkinan-kemungkinan di atas, diperlukan langkah-langkah terorganisir hasil
kerja sama semua pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga bahasa,
media massa, dan rakyat. Berikut ini beberapa solusi yang ditawarkan:
a. Lembaga-lembaga bahasa Arab harus lebih
cepat mengkaji istilah-istilah ilmiah dan berlomba dengan percepatan
penyebarannya di tengah-tengah masyarakat Arab. Kemudian sesegera mungkin
mempublikasikan hasilnya melalui media massa.[70]
b. Menggencarkan penggunaan bahasa Arab dalam
berbagai bidang, terutama bidang pendidikan. Saat ini, ada beberapa seruan
negatif yang mengancam eksistensi bahasa Arab: seruan penggunaan bahasa Arab
slang secara resmi dan penggunaan bahasa asing dalam sektor pendidikan secara
total, terutama perguruan tinggi agar tidak tertinggal dari percaturan
pemikiran global. Seruan-seruan ini merupakan salah satu bentuk penjajahan
kebudayaan bangsa asing terhadap bangsa Arab.
Setidaknya, ada tiga dampak
positif yang didapatkan saat menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar
dalam sektor pendidikan: pertama, memecahkan problematika arabisasi
istilah-istilah asing;Kedua, meminimalisir jurang pemisah antara bahasa Arab
fush dan ‘à:miah; dan Ketiga, memudahkan penyampaian materi-materi ilmiah.[71]
E. KESIMPULAN
Penyerapan bahasa asing merupakan hal yang lumrah terjadi pada semua
bahasa di dunia. Hubungan antar bangsa berbeda bahasa dalam kurun waktu yang
cukup lama sangat memungkinkan terjadinya peristiwa pinjam-meminjam kata, baik
karena kebutuhan mendesak dalam memberi nama benda yang baru pertama kali
dikenal maupun atas dasar ketertarikan semata saat menggunakan kata lain dari
bahasa asing.
Proses Arabisasi telah terjadi
sejak bangsa Arab bermigrasi ke berbagai belahan dunia dan bercampur dengan
bangsa-bangsa asing. Selain itu, perdagangan internasional dan invasi
bangsa-bangsa ajam terhadap bangsa Arab menjadi mendorong terjadinya penyerapan
bahasa satu sama lain. Salah satu keunggulan bahasa Arab adalah kemampuannya
menggunakan bahasa asing tanpa kehilangan jati dirinya sehingga hampir sebagian
besar mu‘arrab sesuai dengan pola dan kaidah bahasa Arab.
Bagaimanapun, bahasa merupakan
produk kebudayaan manusia yang sering berubah seiring kemajuan peradaban.
Bahasa yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman akan semakin
tergerus dan terancam mati seperti nasib beberapa bahasa di beberapa belahan
dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jauhari. al-Shihha:h. Beirut: Da:r al-‘Ilm li:
al-Mala:yi:n, 1984.
Al-Jawaliqi. al-Mu‘arrab min
al-Kala:m al-A‘jami: ‘ala: Huru:f al-Mu‘jam. Damaskus: Dar al-Qalam, 1990.
Al-Jawaliqi. al-Mu‘arrab min
al-Kala:m al-A‘jami: ‘ala: Huru:f al-Mu‘jam. Beirut: Dar al-kutub, 1969.
Al-Nadiry, Muhammad As‘ad. Fiqh
al-lughah: Mana:hiluh wa Masa:’iluh. Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah, 2009.
Al-Shalih, Subhi. Dira:sa:t fi:
Fiqh al-Lugha. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 2004.
Al-Siba‘i Muhammad al-Siba‘i.
al-Lughah al-Fa:risiyyah: Nahw wa Sharf wa Ta‘bi:r. Kairo: Da:r al-Tsaqa:fah,
1990.
Groves, John. A Greek and Englsih
Dictionary. Boston: Hilliard, Gray, and Company, 1834.
Hitti, Philip K. History of The
Arabs. Penerjemah: R. Cecep Lukman Yasin,dkk. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2008.
Ibrahim, Muhammad bin. Fiqh
al-Lughah: Mafhu:muh wa Maudhu:‘a:tuh wa Qadha:ya:h. Riyadh: Da:r Ibn
Khuzaymah, 2005.
Ibn al-Manzhur. Lisa:n al-‘Arab.
Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi wa Mu’assasat al-Tarikh al-‘Arabi, 1999.
Khalaf, Ghassan. al-Fihris
al-‘Arabi: li Kalima:t al-‘Ahd al-Jadi:d al-Yuna:niyyah. Beirut: Dar al-Nasyr
al-Ma‘madaniyyah, 1979.
Yakub III, Ignatius. al-Bara:hi:n
al-Hissiyyah ‘ala: Taqa:rudh al-Surya:niyyah wa al-‘Arabiyyah. Damaskus: Majma‘
al-Lughah bi Dimasyq, 1969.
Ya‘qub, Emil Badi‘. Mawsu:‘ah
‘Ulu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1971.
Willis, Arthur. An Elementary
Hebrew Grammar. London: Cambridge of Trinity College, 1834.
Wilson. Element of Syriac
Grammar. New York: Charles Scribners’s Sons, 1891.
[1] Philip K. Hitti, History of
The Arabs. Penerjemah: R. Cecep Lukman Yasin,dkk (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2008), h. 112
[2] Philip K. Hitti, History of
The Arabs, h. 128-136
[3] Subhi al-Shalih, Dira:sa:t
fi: Fiqh al-Lughah(Beirut: Dar al-‘Ilm li al-malayin, 2004), h. 314-315
[4] Ibn al-Manzhur, Lisa:n
al-‘Arab (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi wa Mu’assasat al-Tarikh
al-‘Arabi, 1999), vol. 9, h. 113-118
[5] Pengantar Muhaqqiq, Abd
al-Rahim dalam al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab min al-Kala:m al-A‘jami: ‘ala: Huru:f
al-Mu‘jam (Damaskus: Dar al-Qalam, 1990), h. 13
[6] Al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab min
al-Kala:m al-A‘jami: ‘ala: Huru:f al-Mu‘jam (Beirut: Dar al-kutub, 1969), h.
52.
[7] Muhammad As‘ad al-Nadiry,
Fiqh al-lughah: Mana:hiluh wa Masa:’iluh (Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah,
2009), h. 320
[8] Mangkuk ceper
[9] piring
[10] Sutera tebal
[11] Batu mulia
[12] Muhammad bin Ibrahim, Fiqh
al-Lughah, h. 165
[13] Al-Siba‘i Muhammad
al-Siba‘i, al-Lughah al-Fa:risiyyah: Nahw wa Sharf wa Ta‘bi:r (Kairo: Dar
al-Tsaqafah, 1990), h. 6-8
[14] Al-Siba‘i Muhammad
al-Siba‘i, al-Lughah al-Fa:risiyyah, h. 6
[15] Arthur Willis, An Elementary
Hebrew Grammar (London: Cambridge of Trinity College, 1834), h. B
[16] Arthur Willis, An Elementary
Hebrew, h. 3
[17] Philip K. Hitti, History of
Arabs, h. 94-99
[18] Ghassan Khalaf, al-Fihris
al-‘Arabi: li Kalima:t al-‘Ahd al-Jadi:d al-Yuna:niyyah (Beirut: Dar al-Nasyr
al-Ma‘madaniyyah, 1979), h. dan John Groves, A Greek and Englsih Dictionary
(Boston: Hilliard, Gray, and Company, 1834), h. 1-611
[19] Philip K. Hitti, History of
Arabs H. 87-104
[20] Ignatius Yakub III, al-Bara:hi:n
al-Hissiyyah ‘ala: Taqa:rudh al-Surya:niyyah wa al-‘Arabiyyah (Damaskus: Majma‘
al-Lughah bi Dimasyq, 1969), h. 11
[21] Al-Maruni, Ghara:mati:q
al-Lughah al-A:ra:miyyah al-Surya:niyyah (Beirut: Mathba‘ah al-Ijtihad, 1929),
h. 3-5 dan Wilson, Element of Syriac Grammar (New York: Charles Scribners’s
Sons, 1891), h. 1
[22] Al-Maruni, Ghara:mati:q
al-Lughah al-A:ra:miyyah al-Surya: h. 5 dan Wilson, Element of Syriac Grammar,
h. 4
[23] Al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab,H.
21
[24] Al-Jauhari, al-Shihha:h
(Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1984), vol. 4, h.1449.
[25] Berasal dari bahasa Persia, تَشْت
[26] Al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab,H.
60
[27] Al-Jauhary, al-Shihha:h,vol.
1, h.245
[28] Timbangan.
[29] Sekumpulan orang.
[30] Sejenis kurma merah.
Al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab, h.397
[31] Wortel. Al-Jawaliqi,
al-Mu‘arrab, h. 155
[32] Pohon bunga narsis.
Al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab, h.606
[33] Analogi. Al-Jawaliqi,
al-Mu‘arrab, h.640
[34] Sejenis gelas. Al-Jawaliqi,
al-Mu‘arrab, h. 523
[35] Abd al-rahim dalam
al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab, h. 26
[36] Subhi al-Shalih, Dira:sa:t
fi: Fiqh al-Lughah, h. 178
[37]Abd al-Rahim dalam
al-Jawaliq, al-Mu‘arrab, h. 68-69
[38] Abd al-Rahim dalam
al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab, h. 70-71
[39] Timbangan, penjaga, proses tukar
menukar uang, penanggung jawab urusan rakyat. Menurut Abd Rahim, arti القسطار lebih tepatnya penanggung jawab urusan rakyat yang diserap dari
bahasa Latin, quaestor (pegawai kerajaan Romawi yang bertugas sebagai pembantu
umum, hakim dalam kasus pembunuhan, dan penanggung jawab harta negara).
Sedangkan makna penjaga dan proses tukar menukar uang berasal dari bahasa
Suryani, ܩܰܣܛܳܘܪ/qastha:ur/ dan ܩܳܣܛܳܪ/qastha:r/
[40] Kelapa nyiur.
[41]Bentuk plural, الجآذر/al-ja’a:dzir/ yang berarti anak sapi. Terdapat 7 variasi
bacaan: الجوذَر/al-jaudzar/, الجوذِر/al-jaudzir/,
الجُوذُر/al-ju:dzur/, الجُوذَر/al-ju:dzar/,الجُؤْذُر/al-ju’dzur/,
الجُؤْذَر/al-ju’dzar/,dan الجَوْذِر/al-jaudzir/. Abd al-Rahim dalam
al-Jawaliqi, al-mu‘arrab, h. 246
[42]Abd al-Rahim dalam al-Jawaliqi,
al-mu‘arrab, h. 66-67
[43] Plural:الصوالجة/al-shawa:lijah/ yang berarti tongkat yang ujung atasnya
bengkok. Terdapat 4 variasi bacaan: الصولجان/al-shaulaja:n/, الصولجانة/al-shaulaja:nah/,
الصولجة/al-shaulaj/, الصولجة/al-shaulajah/. Tetapi, dalam versi lain,
Abd Rahim menganggap الصولجان tidak tepat jika dikatakan hasil
penyerapan dari bahasa Persia, tapi diserap dari bahasa Suryani, ܨܘܠܟܢܬ//, yang mengandung huruf [ل]. Kata الصوجان/al-shauja:n/ adalah mu‘arrab yang tepat
bagi جوكان dalam bahasa Persia.
Al-jawaliqi, al-Mu‘arrab, h. 422-423
[44] Plural: هواوين/hawa:wi:n/ yang berarti lumpang. Terdapat 3 variasi bacaan: الهاوون/al-ha:wu:n/, الهاون/al-ha:wan/,dan الهاون/al-ha:wun/.
[45] Abd al-Rahim dalam
al-Jawaliqi, al-mu‘arrab, h. 72
[46] Abd al-Rahim dalam
al-Jawaliqi, al-mu‘arrab, h. 82-83
[47] Batas tanah. Al-jawaliqi,
al-mu‘arrab, h. 217
[48] Piramida makanan, tumpukan
sampah, gudang penyimpanan komoditas. Al-jawaliqi, al-mu‘arrab, h. 114
[49] Pejalan kaki. Al-jawaliqi,
al-mu‘arrab, h. 210
[50] Batu bata merah, material
penghias bangunan seperti kapur. Terdapat 2 variasi bacaan: القرميد/al-qirmi:d/ dan القرمود/al-qurmu:d/. Al-jawaliqi, al-mu‘arrab, h.
493.
[51] al-Jawaliqi, al-Mu‘arrab, h.
73-75
[52] Muhammad bin Ibrahim, Fiqh
al-Lughah: Mafhu:muh wa Maudhu:‘a:tuh wa Qadha:ya:h (Riyadh: Dar Ibn Khuzaymah,
2005), h.
[53] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
‘Ulu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1971), vol.
4, h. 559
[54] Muhammad bin Ibrahim, Fiqh
al-Lughah,h. 159
[55] Muhammad bin Ibrahim, Fiqh
al-Lughah, h. 160
[56] Muhammad As‘ad al-Nadiri,
Fiqh al-lughah: Mana:hiluh wa Masa:’iluh (Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah,
2009), h.323
[57] Muhammad bin Ibrahim, Fiqh
al-Lughah, h. 161
[58] Shubhi al-Shalih, Dira:sat
fi: Fiqh al-Lughah, h. 317
[59] Philip K. Hitti, History of
The Arabs, h. 56
[60] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 561
[61] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 562
[62] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 561
[63] Philip K. Hitti, History of
The Arabs, h. 112
[64]Video wawancara bersama Dr.
Sa‘id al-Syarbini, Dosen Bahasa Arab di Universitas London di stasiun televisi
al-Rahmah berdurasi 1 jam 11 menit 35 detik. Diunduh dari
http://www.youtube.com/watch?v=400-8Oz4a6A, tanggal 4 April 2013, pukul 11.11
WIB
[65] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 564
[66] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 562-563
[67] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 563
[68] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 568-569
[69] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 564
[70] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 565
[71] Emil Badi‘ Ya‘qub, Mawsu:‘ah
Ùlu:m al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 567
0 Response to "Al-Ta'rib wal mu'arob oleh Denden Taupik Fakultas Adab UIN Jakarta"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR