Gus Dur sebagai Teladan Bangsa
February 21, 2017
Add Comment
faquha.com - Jasad
Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid boleh terkubur, tetapi spiritnya tidak pernah
terkubur. Gus Dur tak pernah mati. Ia selalu "hidup" dan terus
memberi penghidupan banyak orang meskipun raganya sudah dikebumikan. Tengoklah ke
Jombang. Makamnya tak pernah sepi. Bahkan menjelma menjadi tempat wisata reliji
yang selalu ramai dikunjungi banyak orang, baik Muslim maupun bukan. Gus Dur
selalu memberi berkah baik saat ada maupun tiada.
Dulu,
ketika belum menjadi almarhum, Gus Dur selalu menjadi kontroversi: dibenci
sekaligus dicinta. Bagi yang membenci, Gus Dur dianggap sebagai kiai dan tokoh
Muslim yang pro-Kristen, pro-Konghucu, pro-Syiah, pro-Ahmadiyah, pro-minoritas,
dan seterusnya. Ia dianggap lebih membela non-Muslim ketimbang Muslim. Anggapan
itu keliru besar.
Bagiku,
Gus Dur bukan membela Kristen, Konghucu, Syiah, Ahmadiyah, dan minoritas agama
atau etnik lain, tetapi membela orang-orang tertindas. Siapapun yang tertindas,
tidak peduli mayoritas atau minoritas, Muslim atau bukan, pasti akan beliau
bela. Beliau ingin memanusiakan manusia dan tidak rela jika ada manusia tapi
tidak dianggap sebagai manusia oleh sebagian kelompok manusia. Proses dan
praktek dehumanisasi itulah yang terus dilawan oleh Gus Dur sejak zaman Orde
Baru dulu. Dalam konteks ini, maka Gus Dur adalah seorang humanis sejati yang
menghargai manusia dan kemanusiaan.
Gus
Dur juga seorang pluralis sejati karena membiarkan "taman" Indonesia
dipenuhi oleh aneka ragam "tanaman dan bunga agama dan kepercayaan"
yang warna-warni sehingga indah dipandang mata. Gus Dur juga seorang nasionalis
sejati karena mengabdikan hidupnya untuk kepentingan bangsa dan negara
Indonesia sebagai "rumah bersama" berbagai etnis, suku, dan agama.
Pula, Gus Dur adalah seorang pacifis sejati karena terus-menerus membangun
spirit perdamaian dan dialog konstruktif dengan berbagai kalangan demi
mewujudkan Indonesia damai.
Demi
mewujudkan spirit humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme itulah,
Gus Dur selama hidupnya, baik melalui tulisan maupun tindakan nyata, selalu
melawan berbagai kelompok (baik kelompok politik maupun agama) yang arogan dan
intoleran yang ingin "mengebumikan" humanisme, pluralisme,
nasionalisme, dan pacifisme atas nama ideologi tertentu, partai tertentu, agama
tertentu, mazhab tertentu, dlsb.
Karena
spirit humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme yang begitu kuat itu
pulalah, Gus Dur dituduh tidak Islami dan anti-Islam. Padahal, justru karena
Gus Dur sangat Islami dan mencintai Islam itulah, beliau menjadi sosok humanis,
pluralis, nasionalis, dan pacifis sekaligus.
Kualitas
keislaman seseorang bukan diukur dari fasihnya berbahasa Arab, mahirnya membaca
kitab, banyaknya salat dan haji, putihnya gamis, panjangnya jenggot, hitamnya
jidat, dlsb. Tetapi dari sejauh mana ia memperlakukan umat lain, sejauh mana ia
memanusiakan orang lain, sejauh mana ia menghargai dan menghormati komunitas
lain. Inilah makna dari Islam sebagai "rahmat bagi seluruh alam", dan
saya melihat dan membaca sosok Gus Dur bak "rahmat untuk alam
semesta" yang melampaui batas-batas primordial etnis dan agama. Disinilah
Gus Dur merupakan teladan hidup yang luar biasa bagi kita semua. Semoga beliau
damai di alam baka...
Jabal
Dhahran, Arabia, Prof Sumanto
0 Response to "Gus Dur sebagai Teladan Bangsa"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR