Spirit Mencari Ilmu Para Ilmuwan Muslim Abad Pertengahan
January 26, 2017
Add Comment
Spirit Mencari Ilmu Para Ilmuwan Muslim Abad Pertengahan
Saya tidak pernah berhenti mengagumi spirit yang menggelora
para ilmuwan Muslim pada abad pertengahan Islam (kira-kira 8-13/14 M yang
sering disebut "Medieval Islam") dalam mengembara mencari ilmu
pengetahuan dan kebijakan. Dalam sejarah, abad ini dikenal sebagai masa
gemilang atau "era emas" (Golden Age) yang telah melahirkan ribuan
para ilmuwan hebat dari berbagai disiplin yang karya-karya agung mereka masih
banyak kita saksikan hingga dewasa ini.
Fez, Kairo, Makah, Damaskus, Baghdad, Kufah, Merv, Granada,
dlsb adalah pusat-pusat pengetahuan dan peradaban Islam yang kaya-raya dan
masyhur kala itu. Para santri Muslim (dan juga non-Muslim) mengembara dari satu
kota ke kota lain untuk belajar, berguru dan menuntut ilmu di berbagai bidang
dari para suhu yang mumpuni, baik Muslim maupun non-Muslim. Para suhu yang
sudah mumpuni pun mereka tidak segan-segan belajar dari para suhu atau guru
lain yang dipandang lebih mumpuni dan menguasai ilmu tertentu. Tidak peduli
dari agama, mazhab dan aliran apa.
Dalam menuntut ilmu, mereka tidak pilah-pilih ("ilmu
Islami" dan "ilmu tidak Islami" misalnya) karena bagi mereka
semua ilmu yang baik bersumber dari Tuhan. Karena itu jangan heran jika
kebanyakan para ilmuwan Muslim pada zaman itu adalah para "ulama
polymath" yang mengusai berbagai ilmu pengetahuan dan produktif menulis di
berbagai subyek, sangat kontras dengan umumnya para ulama di era "Bitza
Hat" ini yang cuma bisa ceramah "ndolal-ndalil" tapi miskin
karya akademik.
Waktu itu belum ada sepeda, motor, kereta api, mobil,
apalagi pesawat terbang. Karena itu perjalanan pengembaraan mencari ilmu itu
ditempuh dengan naik onta atau jalan kaki yang memakan waktu berbulan-bulan dan
bahkan bertahun-tahun singgah dari satu tempat ke tempat lain untuk menimba
ilmu dan menemui sang suhu. Simak riwayat perjalanan para pengelana ilmu
legendaris yang sangat heroik seperti Ibnu Fadlan dari Baghdad, Ibnu Jubair
dari Andalusia (Spanyol), atau Ibnu Battutah dari Tangier, Maroko.
Karena lamanya pengembaraan, tidak jarang para ulama masyhur
pada abad itu yang kelaparan karena kehabisan bekal di jalan yang membuat
mereka terpaksa menjual pakaian untuk ditukar dengan makanan seperti pernah
dialami oleh Muhammad Ibnu Katsir dari Tabaristan dan temannya seorang
sejarawan dan ahli tafsir kenamaan, Ibnu Jarir al-Tabari. Memang ada para
santri yang membawa bekal melimpah karena dari keluarga kaya seperti ahli
bahasa (linguist) Abu Ishaq al-Harbi atau Ibnu Khaldun, sejarawan dan sosiolog
terkemuka kelahiran Tunisia tapi jumlahnya tidak seberapa. Ada pula yang
mengembara bapak-anak sekalian seperti Abu Bakar al-Sijistani dan ayahnya ahli
Hadis terkemuka, Abu Dawud, yang berkelana dari tanah kelahirannya di Sijistan
ke Khurasan, Persia, Hijaz, Irak, Suriah, dan Mesir.
Apa yang ingin sampaikan disini adalah tentang spirit atau
semangat mencari ilmu yang luar biasa dari berbagai sumber dan guru yang
dilakukan para murid dan ilmuwan di abad pertengahan sehingga mampu
mengantarkan Islam menjadi pionir pengetahuan dan peradaban dunia kala itu.
Sayang, spirit mencari ilmu yang "melintas-batas"
itu kini telah lumer. Umat Islam dewasa ini hanya sibuk mikirin kelompoknya
sendiri, ormasnya sendiri, mazhabnya sendiri, partainya sendiri, kepentingannya
sendiri. Sebagian lagi sibuk mencari duit, proyek, dan harta-benda. Sebagian
lagi sibuk mikirin dan mengoreksi iman orang lain, ibadah orang lain,
"kekapiran" orang lain. Yang lain lagi sibuk mengharamkan persoalan remeh-temeh.
Yang lain lagi sibuk berperang dengan bangsanya sendiri. Menyedihan sekali.
Jika mentalitas seperti ini tidak segera diubah, maka sulit umat Islam untuk
maju dan berkembang di dunia pengetahuan dan teknologi di masa mendatang.
Jabal Dhahran, Arabia
Prof Sumanto
0 Response to "Spirit Mencari Ilmu Para Ilmuwan Muslim Abad Pertengahan"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR