Gus Dur sebagai Teladan Bangsa
January 26, 2017
Add Comment
Gus Dur sebagai Teladan Bangsa
Jasad Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid boleh terkubur,
tetapi spiritnya tidak pernah terkubur. Gus Dur tak pernah mati. Ia selalu
"hidup" dan terus memberi penghidupan banyak orang meskipun raganya
sudah dikebumikan. Tengoklah ke Jombang. Makamnya tak pernah sepi. Bahkan
menjelma menjadi tempat wisata reliji yang selalu ramai dikunjungi banyak
orang, baik Muslim maupun bukan. Gus Dur selalu memberi berkah baik saat ada
maupun tiada.
Dulu, ketika belum menjadi almarhum, Gus Dur selalu menjadi
kontroversi: dibenci sekaligus dicinta. Bagi yang membenci, Gus Dur dianggap
sebagai kiai dan tokoh Muslim yang pro-Kristen, pro-Konghucu, pro-Syiah,
pro-Ahmadiyah, pro-minoritas, dan seterusnya. Ia dianggap lebih membela
non-Muslim ketimbang Muslim. Anggapan itu keliru besar.
Bagiku, Gus Dur bukan membela Kristen, Konghucu, Syiah,
Ahmadiyah, dan minoritas agama atau etnik lain, tetapi membela orang-orang
tertindas. Siapapun yang tertindas, tidak peduli mayoritas atau minoritas,
Muslim atau bukan, pasti akan beliau bela. Beliau ingin memanusiakan manusia
dan tidak rela jika ada manusia tapi tidak dianggap sebagai manusia oleh
sebagian kelompok manusia. Proses dan praktek dehumanisasi itulah yang terus
dilawan oleh Gus Dur sejak zaman Orde Baru dulu. Dalam konteks ini, maka Gus
Dur adalah seorang humanis sejati yang menghargai manusia dan kemanusiaan.
Gus Dur juga seorang pluralis sejati karena membiarkan
"taman" Indonesia dipenuhi oleh aneka ragam "tanaman dan bunga
agama dan kepercayaan" yang warna-warni sehingga indah dipandang mata. Gus
Dur juga seorang nasionalis sejati karena mengabdikan hidupnya untuk
kepentingan bangsa dan negara Indonesia sebagai "rumah bersama"
berbagai etnis, suku, dan agama. Pula, Gus Dur adalah seorang pacifis sejati
karena terus-menerus membangun spirit perdamaian dan dialog konstruktif dengan
berbagai kalangan demi mewujudkan Indonesia damai.
Demi mewujudkan spirit humanisme, pluralisme, nasionalisme,
dan pacifisme itulah, Gus Dur selama hidupnya, baik melalui tulisan maupun
tindakan nyata, selalu melawan berbagai kelompok (baik kelompok politik maupun
agama) yang arogan dan intoleran yang ingin "mengebumikan" humanisme,
pluralisme, nasionalisme, dan pacifisme atas nama ideologi tertentu, partai
tertentu, agama tertentu, mazhab tertentu, dlsb.
Karena spirit humanisme, pluralisme, nasionalisme, dan
pacifisme yang begitu kuat itu pulalah, Gus Dur dituduh tidak Islami dan
anti-Islam. Padahal, justru karena Gus Dur sangat Islami dan mencintai Islam
itulah, beliau menjadi sosok humanis, pluralis, nasionalis, dan pacifis
sekaligus.
Kualitas keislaman seseorang bukan diukur dari fasihnya
berbahasa Arab, mahirnya membaca kitab, banyaknya salat dan haji, putihnya
gamis, panjangnya jenggot, hitamnya jidat, dlsb. Tetapi dari sejauh mana ia
memperlakukan umat lain, sejauh mana ia memanusiakan orang lain, sejauh mana ia
menghargai dan menghormati komunitas lain. Inilah makna dari Islam sebagai
"rahmat bagi seluruh alam", dan saya melihat dan membaca sosok Gus
Dur bak "rahmat untuk alam semesta" yang melampaui batas-batas
primordial etnis dan agama. Disinilah Gus Dur merupakan teladan hidup yang luar
biasa bagi kita semua. Semoga beliau damai di alam baka...
Jabal Dhahran, Arabia
Prof Sumanto
0 Response to "Gus Dur sebagai Teladan Bangsa"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR