Yahudi kalah telak Soal Bra
August 20, 2016
Add Comment
Joke berikut diceritakan oleh Buya Hamka kepada Abah saya,
yang kemudian pada tahun 1991 dalam penerbangan dari Tunisia menuju Kairo Abah
menceritakannya kepada tiga orang Kiai anggota rombongan plus saya sendiri:
Tersebutlah orang Arab yang di dalam bis berperilaku agak
aneh. Dia duduk di bis dengan tangan kanan sedikit terangkat di atas dada dan
tangannya seolah setengah menggenggam. Ditanya kemudian oleh penumpang di
sampingnya: "kenapa dengan tangan anda?"
Orang Arab itu menjawab: "Istri saya meminta saya
membelikannya bra (beha alias kutang) dan inilah ukurannya (sambil mengangkat
tanggannya)."
Para Kiai tertawa mendengar joke tersebut. Di balik joke
tersebut tersembunyi fenomena banyaknya orang Arab yang buta huruf, yang tidak
tahu membaca ukuran/size bra dan joke ini juga mengisyaratkan hal penting:
karena perempuan dilarang bekerja di luar rumah maka pelayan toko yang menjual
bra itu para lelaki sehingga perempuan tidak nyaman membeli bra sendiri dan
meminta suami membelikannya.
Di Saudi Arabia sudah banyak perempuan yang protes karena
penjual bra itu lelaki. Mereka tidak nyaman berlama-lama memilih ukuran dan
jenis bra dan tidak enak hati bertanya kepada pria penjual bra karena itu sama
saja memberitahu ukuran bra perempuan yang hendak membeli. Tahun 2011 Raja
Saudi Arabia mengeluarkan dekrit yang membolehkan perempuan untuk bekerja di
toko sebagai kasir ataupun pelayan bagian pakaian dalam. Ini pun tidak semua
toko mau mempekerjakan perempuan.
Bagaimana sebenarnya sejarah bra ini sendiri? Bra yang kita
kenal sekarang ini baru ramai dikenakan pada abad 19 --jadi belum terlalu lama
sebenarnya. Sebelumnya perempuan sejak pada masa Yunani hanya membalut dadanya
dengan gulungan kain biasa. Di tanah air sendiri abad 17 dan 18 banyak
perempuan di berbagai daerah yang masih bertelanjang dada atau menutup dada
sekedarnya saja.
Al-Qur'an dan Hadis pun tidak secara spesifik membahas soal
bra. Inillah sebabnya redaksi yang digunakan al-Qur'an itu "Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya" (An-Nur: 31). Ini artinya
khimar atau kerudung yang dipakai itu harus juga cukup menutup dada karena pada
masa itu belum dikenal penggunaan kutang atau bra untuk menutupi payudara
perempuan. Cara menutupnya ya dengan menggunakan kain kerudung. Jadi,
jangan-jangan bra itu produk bid'ah yah? :)
Lantas bolehkah perempuan menggunakan bra modern? Syekh
Utsaimin dari Saudi Arabia memberikan fatwa yang menarik: "untuk anak
gadis sebaiknya tidak pakai bra karena khawatir nanti dia mengagumi dan
kemudian hendak menunjukkannya kepada yang lain". Syekh Abdullah bin
Jibrin dari Saudi Arabia juga mengeluarkan fatwa serupa bahwa tidak boleh
memakai bra kalau tujuannya hendak menonjolkan bentuk payudara perempuan.
Soalnya jangan sampai perempuan itu menipu calon suaminya: disangka dadanya
bulat dan besar ternyata itu akibat pakai push-bra. Setelah menikah baru
ketahuan dadanya biasa saja.
Kelompok Islam garis keras di Somalia lebih ketat lagi.
Mereka mengharamkan bra. Bahkan me-razia di jalanan perempuan yang dadanya
terlihat membusung. Mereka menyuruh perempuan untuk menggoyang-goyangkan
badannya. Kalau terlihat natural mereka melepaskan perempuan itu, namun kalau
terindikasi dadanya membusung karena pakai bra, maka perempuan itu akan
dicambuk.
Ah urusan bra saja kok jadi panjang sih. Bagaimana kalau
kita tutup catatan ini dengan satu joke lagi --kali ini sanad jokenya tidak
jelas :)
Cerita Bra
Seorang Arab membeli bra warna hitam dari pedagang Yahudi.
Orang Yahudi, yang terkenal sebagai pedagang yang unggul, mengatakan bahwa bra
warna hitam sangat langka dan praktis tidak tersedia lagi. Karena itu harganya
50 ribu. Orang Arab setuju dan membeli enam buah. Beberapa hari kemudian orang
Arab itu kembali untuk memesan selusin lagi. Si orang Yahudi mengatakan
barangnya sudah tambah langka lagi dan orang Yahudi itu menjualnya dengan harga
60 ribu. Orang Arab setuju dan membayar seharga yang telah disepakati.
Sebulan kemudian orang Arab itu datang lagi dan membeli sisa
persediaannya dengan harga 75 ribu. Lagi-lagi Yahudi menaikkan harganya., dan
orang Arab setuju. Lambat laun orang Yahudi yang agak terheran-heran dengan
permintaan yang begitu banyak soal bra warna hitam ini bertanya kepada si Arab:
"apa yang kamu perbuat dengan bra hitam begitu banyak?" Orang Arab
menjawab: "saya menggunting bra itu menjadi dua bagian dan saya membuat
tutup kepala orang Yahudi lalu saya menjualnya kembali kepada orang Yahudi
dengan harga 100 ribu per tutup kepala."
Ah ternyata dalam urusan bra orang Arab lebih hebat
ketimbang Yahudi :)
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan
Dosen Senior Monash Law School
0 Response to "Yahudi kalah telak Soal Bra"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR