-->

Menolak bid’ah Hasanah, tokoh wahhabi ini tidak konsisten

http://www.faquha.com/2016/05/menolak-bidah-hasanah-tokoh-wahhabi-ini-tidak-konsisten.html
Buku Hujjah al-Nahdiyah kupas tuntas tuduhan Wahhabi, harga Rp 40 ribu, 082210018842

Menolak bid’ah Hasanah, tokoh wahhabi ini tidak konsisten

Faquha.com - Ada persamaan antara pendapat ulama syafi’iyyah dalam mendefinisikan makna bid’ah, yaitu sesuatu yang tidak ada pada saat nabi
Misalnya Imam Izuddin bin abdisalam dalam kitabnya Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-anam memberikan definisi bid’ah

فعل ما لم يعهد فى عصر رسول الله
Mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah saw.
Begitupun Abu Zakarya Yahya bin Syaraf al-Nawawi yang pendapatnya mu’tamad (otoritatif) dalam karyanya Tahdzib al-Asma wa al-Lughat  memberikan definisi bid’ah dengan
هي إحداث ما لم يكن فى عهد رسول الله
Mengerjakan sesuatu yang baru yang belum ada pada masa Rasulillah saw.

Perbedaan antara wahhabi dan ulama syafi’iyah muncul dalam pembagian bid’ah, dimana ulama syafiiyyah membagi bid’ah ke dalam hasanah (baik) dan dolalah (sesat), jika tidak menyalahi al-Quran atau Sunnah atau Ijma’ dinamakan bid’ah hasanah, jika menyalahi dinamakan bid’ah dolalah (sesat) demikian pendapat al-Baihaqi dalam Manaqib al-Imam Syafi’i (Kairo: Dar al-Turats, 1970)

Hanya berbeda bahasa, Imam al-Nawawi membagi bid’ah ke dalam hasanah (baik) dan sayyiah (jelek), bahkan Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam fath al-Bari syarah al-Bukhari membagi bid’ah sebagaimana dalam hukum fiqh; wajib, sunat, mubah, makruh dan haram (juz 4, h. 253) begitupula al-Shan’ani membaginya sesuai hukum dalam ilmu fiqh.

Artinya menurut ulama yang mempunyai tradisi madzhab mengakui adanya bida’h hasanah dalam urusan ibadah, hal ini berbeda dengan wahhabi yang membagi bid’ah ke dalam agama (ibadah) dan dunia, menurut mereka bid’ah yang boleh itu hanya dalam urusan dunia, adapun bida’h dalam urusan agama mereka hukumi seluruhnya dolalah (sesat)

Pembagian bid’ah menurut Wahhabi
Adalah al-‘Utsaimin, tokoh terkemuka Wahhabi menolak terang-terangan pembagian bid’ah dalam agama (ibadah) Namun dalam hal pembagian bida’h, tampaknya wahhabi berbeda dengan ulama syafi’iyyah, dimana wahhabi menolak adanya bid’ah hasanah, perhatikan pendapat al-Utsaimin dalam al-Ibda fi Kamal al-Syar’i wa Khathar al-Ibtida (Riyadh: Alam al-Kutub, 1995) h. 13 berpendapat:

“Apakah kita dibenarkan membagi bid’ah menjadi tiga bagian, atau menjadi lima bagian? Selamanya, ini tidak akna pernah benar”
Al-Utsaimin berpendapat bahwa bedasarkan hadis
  وكل بدعةٍ ضلالة
Menurutnya hadis ini bersifat general, umum, menyeluruh (tanpa terkecuali) dan dipagari dengan kata yang yang menunjuk pada arti menyeluruh dan umum

Tak heran jika pendapatnya perihal pembagian bid’ah hanya dalam agama dan dunia, dan bid’ah dalam agama (ibadah) semuanya sesat.

Pemaknaan kata kullu dalam al-Quran
Tidak semua kata kullu dalam al-Quran diartikan dengan general, umum dan menyeluruh, misalnya dalam QS. Al-Zumar
 اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ الزمر62‏

Allah menciptakan segala sesuatu, ulama aswaja berpendapat bahwa kata kull dikecualikan al-Quran, karena al-Quran bukan makhluk, begitupun al-Utsaimin
Begitupun dalam surah al-Kahfi ayat 79, terdapat kata kullu yang bukan keseluruhan tapi dibatasi oleh
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا 79
Ayat ini mengisahkan jawaban atau klarifikasi Nabi Khidir terhadap pertanyaan nabi Musa, bahwa yang perahu yang dirusak adalah perahu milik orang miskin, supaya tidak diambil raja, yang akan mengambil setiap perahu dengan paksa

Kata setiap perahu tentu dibatasi oleh perahu yang ada di wilayah kekuasaan raja tersebut, bukan seluruh perahu yang ada di dunia

Utsaimin tidak konsisten
Penolakan pembagian bid’ah menjadi dua atau lima berdasarkan hadis kullu bid’a dolalah masih perlu dipertimbangkan. Dan pada akhirnya Utsaimin mengakuinya dalam Syarh al-‘Aqidah al-Wasitiyyah (Riyadh: Dar al-Tsurayya, 1995) h. 336

“Redaksi seperti kullu Sya’in adalah kalimat general yang terkadang dimaksudkan pada makna yang terbatas”

Begitupun ketika menghadapi persoalan baru, Utsaimin terjebak dalam pembagian bid’ah dan membaginya menjadi beberapa bagian.

“Berbuat bid’ah dalam urusan-urusan agama adalah haram dan bid’ah, kecuali ada dalil dari al-Kitab dan Sunnah yang menunjukkan keberlakuannya”

Pernyataan ini justru menunjukkan ketidakkonsistenan al-Utsaimin dengan pernyataan awal bahwa setiap bid’ah dalam urusan agama adalah terlarang.
Tulisan disarikan dari buku (Hujjah al-Nahdiyyah karya Yayan Bunyamin (Tasikmalaya: Pesantren Rahmat Semesta, 2016)
 
http://www.faquha.com/2016/05/menolak-bidah-hasanah-tokoh-wahhabi-ini-tidak-konsisten.html
Daftar isi, buku Hujjah al-Nahdiyah


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Menolak bid’ah Hasanah, tokoh wahhabi ini tidak konsisten"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel