Cara Wahhabi Jalankan Propaganda seputar Tahlilan
March 5, 2016
Add Comment
Dalam melancarkan propagandanya, Kaum Wahabi seringkali
berupaya menjadikan konflik antara agama dan Ilmu sosial, sehingga amaliyah
mayoritas umat Islam ditentangnya dengan dua cara yaitu pertama, berusaha
sekeras-kerasnya menilai suatu hadits itu dlaif bila tidak sesuai pahamnya,
atau yang kedua jika tidak mampu maka akan melakukan takwil terhadap teks dalil
ulama Salaf, seperti yang dilakukan oleh Syaikh Al-Albani dalam doa Tawassul ‘Dlarir
al-Bashar’ yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Kali ini upaya mereka ini ditujukan terhadap dalil Atsar
Tabiin tentang anjuran memberi sedekah makanan bagi orang yang telah meninggal dunia
selama 7 hari. Mereka diwakili oleh ustadz Wahabi muda, Ust. Firanda Andirja
dan Ust. Abul Jauza’. Menurut mereka Atsar dalam masalah ini adalah dlaif
dengan alasan bahwa sanadnya terputus antara Thawus dan Sufyan ats-Tsauri
karena keduanya tidak pernah bertemu. Sufyaan Ats-Tsauriy lahir pada tahun 97 H
di Kufah, sedangkan Thawus bin Kaisan wafat 106 H di Makkah. Hingga tahun
wafatnya Thawus, Sufyan belum melakukan rihlah ke Makkah.
Beginilah jadinya para pentaklid Syaikh Albani, yang (maaf)
tidak pernah mencapai derajat ‘al-Hafidz’ dengan mudahnya memberi penilaian
dhaif terhadap banyak riwayat yang secara prinsip bertentangan dengan doktrin
Wahabi.
Benarkah prasangka mereka ini? Lebih akurat mana penilaian
mereka dengan ulama kita terdahulu seperti al-Hafidz as-Suyuthi, Ibnu Hajar
al-Haitami, dan ulama ahli hadis lainnya?
Riwayat
Pertama
فَائِدَة
رَوَى أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلَ فِي الزُّهْدِ وَأَبُوْ نُعَيْمٍ فِي الْحِلْيَةِ
عَنْ طَاوُسٍ أَنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ
أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامِ إِسْنَادُهُ صَحِيْح وَلَهُ حُكْمُ
الرَّفْعِ(الديباج على مسلم بن الحجاج للحافظ جلال الدين السيوطي 2 / 490
“Ahmad meriwayatkan dalam kitab
Zuhud dan Abu Nuaim dalam al-Hilyah dari Thawus bahwa ‘sesungguhnya orang-orang
yang mati mendapatkan ujian di kubur mereka selama 7 hari. Maka para sahabat
senang untuk memberi sedekah pada 7 hari tersebut’. Sanad riwayat ini sahih dan
berstatus hadis marfu’.” (al-Dibaj Syarah sahih Muslim II/490)
Menjadi penting untuk diperhatikan bahwa atsar tersebut
diriwayatkan oleh banyak ulama Ahli Hadis:
المطالب العلية للحافظ ابن حجر 5 / 330 وحلية
الأولياء لابي نعيم الاصبهاني ج 4 / 11
وصفة الصفوة لأبي الفرج عبد الرحمن بن علي بن محمد بن الجوزي 1 / 20
والبداية والنهاية لابن كثير 9 / 270 وشرح صحيح البخارى لابن بطال 3 / 271 وعمدة
القاري شرح صحيح البخارى للعيني 12 / 277
(Ibnu Hajar dalam al-Mathalib
al-Aliyah V/330, Abu Nuaim dalam Hilyat al-Auliya’ IV/11, Ibnu al-Jauzi dalam
Shifat al-Shafwah I/20, Ibnu Katsir (murid Ibnu Taimiyah, ahli Tafsir) dalam
al-Bidayah wa al-Nihayah IX/270, Ibnu Baththal dalam Syarah al-Bukhari III/271
dan al-Aini dalam Umdat al-Qari Syarah Sahih al-Bukhari XII/277)
Sejauh yang saya ketahui belum ditemukan penilaian dlaif
dari para ulama tersebut, kecuali dari pengikut Wahabi, Ust Firanda dan Ust
Abul Jauza’
Riwayat Kedua
وَذَكَرَ ابْنُ جُرَيْجٍ فِي مُصَنَّفِهِ عَنْ
عُبَيْدِ بْنِ عَمِيْرٍ أَنَّ الْمُؤْمِنَ يُفْتَنُ سَبْعًا وَالْمُنَافِقَ
أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا وَسَنَدُهُ صَحِيْح أَيْضًا (الديباج على مسلم بن الحجاج
للحافظ جلال الدين السيوطي 2 / 490
“Ibnu Juraij menyebutkan dalam
kitab al-Mushannaf dari Ubaid bin Amir bahwa ‘orang mukmin mendapatkan ujian
(di kubur) selama 7 hari, dan orang munafik selama 40 hari’. Sanadnya juga
sahih.” (al-Dibaj Syarah sahih Muslim II/490)
Siapakah Ubaid diatas? Al-Hafidz as-Suyuthi menjelaskan:
قَالَ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ صَاحِبُ
الصَّحِيْحِ إِنَّهُ وُلِدَ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ غَيْرُهُ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَعَلَى هَذَا يَكُوْنُ صَحَابِيًّا(الحاوي للفتاوي للسيوطي – ج 3 / ص
267
“Muslim bin Hajjaj pengarang
kitab Sahih berkata bahwa Ubaid bin Umair dilahirkan di masa Nabi Saw. Yang
lain berkata bahwa Ubaid melihat Rasulullah Saw. Dengan demikian Ubaid adalah
seorang sahabat” (al-Hawi li al-Fatawi 3/267)
Riwayat Ketiga
وَقَدْ رُوِىَ عَنْ مُجَاهِدٍ أَنَّ الْمَوْتَى
كَانُوْا يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ
يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ اْلاَيَّامَ(أهوال القبور – ج 1 / ص 19
“Sungguh telah diriwayatkan dari
Mujahid bahwa sesungguhnya orang-orang yang mati mendapatkan ujian di kubur
mereka selama 7 hari. Maka para sahabat senang untuk memberi sedekah pada 7
hari tersebut” (al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali, Ahwal al-Qubur 1/19)
Fatwa Madzhab Syafii
Riwayat Atsar diatas telah dikaji oleh ulama Madzhab Syafii
yang bernama Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami, beliau menilai sahih dan
menfatwakannya. Berikut fatwa beliau:
وَسُئِلَ فَسَّحَ اللَّهُ فِي مُدَّتِهِ بِمَا لَفْظُهُ
مَا قِيلَ إنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ أَيْ يُسْأَلُونَ كَمَا
أَطْبَقَ عَلَيْهِ الْعُلَمَاءُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ هَلْ لَهُ أَصْلٌ ؟ ( فَأَجَابَ
) بِقَوْلِهِ نَعَمْ لَهُ أَصْلٌ أَصِيلٌ فَقَدْ أَخْرَجَهُ جَمَاعَةٌ عَنْ
طَاوُسِ بِالسَّنَدِ الصَّحِيحِ وَعُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ بِسَنَدٍ احْتَجَّ بِهِ
ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ وَهُوَ أَكْبَرُ مِنْ طَاوُسِ فِي التَّابِعِينَ بَلْ قِيلَ
إنَّهُ صَحَابِيٌّ لِأَنَّهُ وُلِدَ فِي زَمَنِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَكَانَ بَعْضُ زَمَنِ عُمَرَ بِمَكَّةَ وَمُجَاهِدٍ وَحُكْمُ هَذِهِ
الرِّوَايَاتِ الثَّلَاثِ حُكْمُ الْمَرَاسِيلِ الْمَرْفُوعَةِ لِأَنَّ مَا لَا
يُقَالُ مِنْ جِهَةِ الرَّأْيِ إذَا جَاءَ عَنْ تَابِعِيٍّ يَكُونُ فِي حُكْمِ
الْمُرْسَلِ الْمَرْفُوعِ إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا
بَيَّنَهُ أَئِمَّةُ الْحَدِيثِ وَالْمُرْسَلُ حُجَّةٌ عِنْدَ الْأَئِمَّةِ
الثَّلَاثَةِ وَكَذَا عِنْدَنَا إذَا اعْتَضَدَ وَقَدْ اعْتَضَدَ مُرْسَلُ طاوُسِ
بِالْمُرْسَلَيْنِ الْآخَرَيْنِ بَلْ إذَا قُلْنَا بِثُبُوتِ صُحْبَةِ عُبَيْدِ
بْنِ عُمَيْرٍ كَانَ مُتَّصِلًا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَبِقَوْلِهِ الْآتِي عَنْ الصَّحَابَةِ كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ إلَخْ لِمَا
يَأْتِي أَنَّ حُكْمَهُ حُكْمُ الْمَرْفُوعِ عَلَى الْخِلَافِ فِيهِ وَفِي بَعْضِ
تِلْكَ الرِّوَايَاتِ زِيَادَةُ إنَّ الْمُنَافِقَ يُفْتَنُ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا
وَمِنْ ثَمَّ صَحَّ عَنْ طَاوُسِ أَيْضًا أَنَّهُمْ كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ
يُطْعَمَ عَنْ الْمَيِّتِ تِلْكَ الْأَيَّامَ وَهَذَا مِنْ بَابِ قَوْلِ
التَّابِعِيِّ كَانُوا يَفْعَلُونَ وَفِيهِ قَوْلَانِ لِأَهْلِ الْحَدِيثِ وَالْأُصُولِ
: أَحَدُهُمَا أَنَّهُ أَيْضًا مِنْ بَابِ الْمَرْفُوعِ وَأَنَّ مَعْنَاهُ كَانَ
النَّاسُ يَفْعَلُونَ ذَلِكَ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَيَعْلَمُ بِهِ وَيُقِرُّ عَلَيْهِ وَالثَّانِي أَنَّهُ مِنْ بَابِ
الْعَزْوِ إلَى الصَّحَابَةِ دُونَ انْتِهَائِهِ إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى هَذَا قِيلَ إنَّهُ إخْبَارٌ عَنْ جَمِيعِ
الصَّحَابَةِ فَيَكُونُنَقْلًا لِلْإِجْمَاعِ وَقِيلَ عَنْ بَعْضِهِمْ وَرَجَّحَهُ
النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ وَقَالَ الرَّافِعِيُّ مِثْلُ هَذَا اللَّفْظِ
يُرَادُ بِهِ أَنَّهُ كَانَ مَشْهُورًا فِي ذَلِكَ الْعَهْدِ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ
ثُمَّ مَا ذُكِرَ فِي السُّؤَالِ عَنْ الْعُلَمَاءِ مِنْ أَنَّ الْمُرَادَ
بِالْفِتْنَةِ سُؤَالُ الْمَلَكَيْنِ صَحِيحٌ
.
فَإِنْ قُلْت لِمَ كَرَّرَ الْإِطْعَامَ
سَبْعَةَ أَيَّامٍ دُونَ التَّلْقِينِ قُلْت لِأَنَّ مَصْلَحَةَ الْإِطْعَامِ
مُتَعَدِّيَةٌ وَفَائِدَتُهُ لِلْمَيِّتِ أَعْلَى إذْ الْإِطْعَامُ عَنْ
الْمَيِّتِ صَدَقَةٌ وَهِيَ تُسَنُّ عَنْهُ إجْمَاعًا وَالتَّلْقِينُ أَكْثَرُ
الْعُلَمَاءِ عَلَى أَنَّهُ بِدْعَةٌ وَإِنْ كَانَ الْأَصَحُّ عِنْدَنَا خِلَافَهُ
لِمَجِيءِ الْحَدِيثِ بِهِ وَالضَّعِيفُ يُعْمَلُ بِهِ فِي الْفَضَائِلِ .(الفتاوى
الفقهية الكبرى – ج 3 / ص
193)
“Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami
ditanya, semoga Allah melapangkannya semasa hidupnya, dengan sebuah pertanyaan
bahwa: Orang-orang yang mati mendapat ujian di alam kuburnya, yaitu mereka
ditanya sebagaimana dikatakan oleh para ulama, selama 7 hari. Apakah hal
tersebut memiliki dasar? Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami menjawab: “Ya, hal itu
memiliki dasar yang kuat. Sebab segolongan ulama telah meriwayatkan dari Thawus
dengan sanad yang sahih dan Ubaid bin Umair dengan sanda yang dijadikan hujjah
oleh Ibnu Abdil Barr, Ubaid lebih senior daripada Thawus dalam Tabiin, bahkan
dikatakan bahwa Ubaid adalah sahabat, karena Ubaid dilahirkan di masa Nabi Saw
dan di sebagian masa Umar di Makkah, dan riwayat dari Mujahid. Hukum ketiga
riwayat (Thawus, Ubaid bin Umair dan Mujahid) tersebut adalah Mursal yang
disandarkan pada Rasulullah Saw. Sebab jika ada sesuatu yang bukan berdasarkan
pendapat jika disampaikan oleh seorang Tabiin maka berstatus hukum Mursal yang
disandarkan pada Rasulullah Saw, seperti yang disampaikan oleh para imam di
bidang hadis. Sedangkan riwayat Mursal adalah hujjah menurut 3 imam (Hanafi,
Maliki dan Hanbali), juga menurut kita (Syafiiyah) jika dikuatkan riwayat lain.
Dan sungguh riwayat Thawus ini dikuatkan oleh 2 riwayat mursal lainnya (Ubaid
bin Umair dan Mujahid). Bahkan jika kita berpendapat dengan keabsahan status
sahabat Ubaid bin Umair maka riwayat tersebut bersambung kepada Rasulullah Saw,
dan dengan perkataannya berikut dari sahabat: “Mereka senang….” Disebabkan
bahwa hukum riwayat tersebut adalah Marfu’, dengan terdapat perbedaan di
dalamnya. Dalam sebagian riwayat ada tambahan “Orang munafiq diuji selama 40
pagi hari”. Oleh karena itu telah sah dari Thawus pula bahwa mereka
menganjurkan memberi sedekah makanan dari mayit selama 7 hari tersebut. Ini
adalah ucapan seorang Tabiin “Mereka melakukan”, di dalamnya ada 2 pendapat
menurut ahli hadis dan Ushul Fikh: Pertama sebagai riwayat Marfu’ yang
disandarkan pada Rasulullah Saw. Maksudnya para sahabat melakukan hal itu di
masa Rasulullah Saw, Nabi mengetahuinya dan menyetujuinya. Kedua, dinisbatkan
pada sahabat, tidak sampai hingga Rasulullah Saw. Menurut pendapat kedua ini
maka yang disampaikan Thawus adalah informasi dari semua sahabat. Maka Thawus
mengutip Ijma’ para sahabat. Ada yang mengatakan dari sebagian sahabat, seperti
dikuatkan oleh an-Nawawi dalam Syarah Muslim. Ar-Rafii berkata:
Riwayat seperti ini sudah popular di masa itu tanpa
pengingkaran. Kemudian apa yang disebut dalam ujian dari para ulama, yang
dimaksud dengan soal adalah pertanyaan malaikat, adalah sahih…. Jika ada yang
mengatakan mengapa yang diulang-ulang adalah sedekah makanan 7 hari bukan
Talqin? Saya menjawab: Sebab kemaslahatan memberi sedekah makanan berdampak
lebih luas, dan manfaatnya bagi mayit lebih tinggi. Sebab memberi makan untuk
mayit adalah sedekah, dan sedekah atas nama mayit adalah sunah, sesuai ijma’
ulama. Sedangkan Talqin menurut kebanyakan ulama adalah bid’ah, meski pendapat
yang lebih kuat menurut kita (Syafiiyah) bukan bid’ah, karena berdasarkan
hadis, dan hadis dlaif boleh diamalkan dalam keutamaan amal” (Fatawa al-Kubra
al-Fiqhiyyah 3/193)
0 Response to "Cara Wahhabi Jalankan Propaganda seputar Tahlilan"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR