Filsafat Islam; Klasifikasi Ilmu Menurut al-Farabi
November 12, 2015
Add Comment
Klasifikasi Ilmu menurut al-Farabi disusun dalam karyanya
yang terkenal yaitu “Ihsha al-ulum” al-Farabi membangun klasifikasi ilmu yang
terperinci namun tetap terpadu, berdasarkan tiga pengelompokkan utama ilmu:
Metafisik, Matematik, dan Ilmu-ilmu Alam.
a.
Metafisik
. Matematik. Menurut al-Farabi dibagi menjadi tujuh cabang:
. Matematik. Menurut al-Farabi dibagi menjadi tujuh cabang:
1. Aritmatika
2. Geometri
3. Astronomi
4. Musik
5. Optika
6. Ilmu tentang gaya
7. Alat-alat mekanik
c. Ilmu-ilmu Alam. Ilmu-illmu alam, yang menyelidiki
benda-benda alami dan aksiden-aksiden yang inheren didalamnya, dibagi menjadi :
1. Minerologi, yang meliputi kimia, geologi,
metalurgi
2. Botani yang berkaitan dengan seluruh spesies
tumbuhan, dan sifat umum dan sifat-sifat khusus dari masing-masing spesies
3. Zoologi, yang berhubungan dengan berbagai
spesies binatang yang berbeda-beda, serta sifat-sifat umum dan sifat-sifat
khusus dari masing-masing spesies, termasuk ke dalam katagori ini adalah:
I.
Psikologi yang
membahas daya-daya tumbuhan, hewan dan manusia
II.
Kedokteran yang berbicara tetang manusia dari sudut sehat
atau sakitnya[1]
Berikut adalah sampul dari kitab ihsha al-ulum
para filosof Muslim juga mempunyai klasifikasi ilmu-ilmu
praktis yang biasanya dibagi ke dalam tiga
jenis:
1.
Etika
2.
Ekonomi
3.
Politik
Biografi al-Farabi
Pada awalnya, Al-Kindi telah meletakkan dasar-dasar filsafat
Islam (masa sebelum Abu Nasr al-Farabi)
dalam hal ini al-Farabi, memperkokoh dan memantapkan dasar-dasar yang telah
diletakkan oleh al-Kindi. Orang Arab menamakan al-Farabi Guru Kedua (al-Muallim
Tsani), karena mereka memandang Aristoteles sebagai Guru pertama. Al-Farabi
serang filosof Islam berkebangsaan Turki, lahir di sebuah pedusunan terkenal
dengan diambil dari nama daerah kelahirannya. Di samping belajar bahasa Turki
dan Persia ia juga belajar bahasa Arab. Ia memakai bahasa Arab dalam pergaulan
sehari-hari sebagaimana ia mengamalkan agama Islam yang dipeluknya dengan
keyakinan. Selain itu ia juga belajar ilmu-ilmu yang lain, terutama ilmu pasti
dan filsafat. Hatinya tertarik kepada Baghdad karena semaraknya perkembangan
ilmu dan kebudayaan di kota itu. Di Baghdad ia berhubungan dengan Abu Basyr
Matta bin Yunus seorang ahli semantik terkemuka. Dua puluh tahun al-Farabi
tinggal di Baghdad, belajar ilmu semantik pada Abu Basyr Matta bin Yunus lebih
mahir dari gurunya. Besar sekali kemungkinannya karena kemampuannya itulah dia
disebut “Guru Kedua” atau mungkin karena ia orang pertama yang memasukkan imu
semantik alam kebudayaan Arab. Sama halnya dengan Aristoteles yang disebut
“Guru Pertama” karena ia orang pertama yang menciptakan ilmu semantik.
Bukunya yang berjudul ihsha al-ulum telah di
terjemahkan ke dalam bahasa latin dan mempengaruhi kehidupan filsafat barat
pada abad-abad pertengahan hingga dijadikan filsafat Barat pada abad-abad
pertengahan hingga dijadikan dasar untuk menetapkan penggolongan jenis ilmu
pengetahuan. Pada bagian terdahulu buku ini telah kami kemukakan penggolongan
jenis ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para filosof Arab. Al-Farabi
menambahkannya dengan penggolongan ilmu-ilmu lisan menurut cara yang ditempuh
oleh Aristoteles; seperti ilu Nahwu (tata bahasa Arab), ilmu Syariat, ilmu
fiqh, dan ilmu kalam. Dengan demikian maka pribadi al-Farabi mencerminkan
kehidupan fikiran dan kebudayaan kaum muslimin, yang bersumber pada al-quran.
Dalam menerapkan penggolongan jenis ilmu, al-Farabi menampilkan
gambaran pemikirannya yang lengkap, sehingga dapat dilihat dengan mudah
segi-segi persamaan yang ada di antara berbagai jenis llmu, yang pada mulanya
diduga tidak ada persamaannya sama sekali. Seperti ilmu nahwu misalnya yang
menjadi dasar penelitian soal bahasa; ilmu ukur dan ilmu pesawat (mechanic),
demikian pula ilmu semantik. Pandangan al-Farabi mengenai semantik sebagai alat
bagi penguasaan berbagai jenis ilmu, sebenarnya mengikuti pemikiran
Aristoteles, bukan mengikuti pemikiran para filosof Stoiccisme yang menganggap
semantik sebagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau
al-Farabi memandang semantik sebagai alat atau sebagai sarana “untuk menetapkan
hukum umum guna memperkuat kesanggupan berfikir yang dapat membawa manusia ke
jalan yang tepat menuju kebenaran”. Jadi, ilmu semantik sama dengan ilmu Nahwu
dan Arudh (cara menulis puisi) semantik bagi soal-soal pemikran sama dengan
Nahwu bagi penyusunan kalimat dan sama dengan ilmu Arudh bagi puisi. Hukum
semantik merupakan kaidah untuk menguji problema pemikiran, sama halnya dengan
ukuran, takaran atau timbangan untuk menguji jauhnya jarak dengan ringan atau
beratnya suatu benda[2].
Tujuan penting dari Klasifikasi Ilmu
Banyak karangan yang ditulis oleh para ilmuwan dan
filosof tentang klasifikasi ilmu. Al-Kindi, Filosof Muslim pertama, misalnya
menulis kitab yang khusus tentang itu yang berjudul Fi aqsam al-Ulum (tentang
tipe-tipe ilmu), al-Farabi menulis sebuah kitab yang jauh lebih terkenal dan
berpengaruh yang berjudul, Kitab Ihsha’ al-Ulum (Perincian ilmu)
Arti penting klasifikasi ilmu ini adalah untuk memudahkan
penyusunan kurikulum dari ilmu yang ingin diajarkan kepada murid-murid. Sebagai
ilustrasi dari klasifikasi ilmu yang berdampak positif pada kurikulum yang
dibangun.[3]
0 Response to "Filsafat Islam; Klasifikasi Ilmu Menurut al-Farabi"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR