-->

Filsafat Islam; Klasifikasi Ilmu Menurut al-Farabi

Klasifikasi Ilmu menurut al-Farabi disusun dalam karyanya yang terkenal yaitu “Ihsha al-ulum”  al-Farabi membangun klasifikasi ilmu yang terperinci namun tetap terpadu, berdasarkan tiga pengelompokkan utama ilmu: Metafisik, Matematik, dan Ilmu-ilmu Alam.
a.       Metafisik

.      Matematik. Menurut al-Farabi dibagi menjadi tujuh cabang:
1.      Aritmatika
2.      Geometri
3.      Astronomi
4.      Musik
5.      Optika
6.      Ilmu tentang gaya
7.      Alat-alat mekanik
c. Ilmu-ilmu Alam. Ilmu-illmu alam, yang menyelidiki benda-benda alami dan aksiden-aksiden yang inheren didalamnya, dibagi menjadi :
1.      Minerologi, yang meliputi kimia, geologi, metalurgi
2.      Botani yang berkaitan dengan seluruh spesies tumbuhan, dan sifat umum dan sifat-sifat khusus dari masing-masing spesies
3.      Zoologi, yang berhubungan dengan berbagai spesies binatang yang berbeda-beda, serta sifat-sifat umum dan sifat-sifat khusus dari masing-masing spesies, termasuk ke dalam katagori ini adalah:
I.                    Psikologi yang membahas daya-daya tumbuhan, hewan dan manusia
II.                Kedokteran yang berbicara tetang manusia dari sudut sehat atau sakitnya[1]
Berikut adalah sampul dari kitab ihsha al-ulum
para filosof Muslim juga mempunyai klasifikasi ilmu-ilmu praktis yang biasanya dibagi ke dalam tiga
 jenis:
1.      Etika
2.      Ekonomi
3.      Politik

Biografi al-Farabi

Pada awalnya, Al-Kindi telah meletakkan dasar-dasar filsafat Islam  (masa sebelum Abu Nasr al-Farabi) dalam hal ini al-Farabi, memperkokoh dan memantapkan dasar-dasar yang telah diletakkan oleh al-Kindi. Orang Arab menamakan al-Farabi Guru Kedua (al-Muallim Tsani), karena mereka memandang Aristoteles sebagai Guru pertama. Al-Farabi serang filosof Islam berkebangsaan Turki, lahir di sebuah pedusunan terkenal dengan diambil dari nama daerah kelahirannya. Di samping belajar bahasa Turki dan Persia ia juga belajar bahasa Arab. Ia memakai bahasa Arab dalam pergaulan sehari-hari sebagaimana ia mengamalkan agama Islam yang dipeluknya dengan keyakinan. Selain itu ia juga belajar ilmu-ilmu yang lain, terutama ilmu pasti dan filsafat. Hatinya tertarik kepada Baghdad karena semaraknya perkembangan ilmu dan kebudayaan di kota itu. Di Baghdad ia berhubungan dengan Abu Basyr Matta bin Yunus seorang ahli semantik terkemuka. Dua puluh tahun al-Farabi tinggal di Baghdad, belajar ilmu semantik pada Abu Basyr Matta bin Yunus lebih mahir dari gurunya. Besar sekali kemungkinannya karena kemampuannya itulah dia disebut “Guru Kedua” atau mungkin karena ia orang pertama yang memasukkan imu semantik alam kebudayaan Arab. Sama halnya dengan Aristoteles yang disebut “Guru Pertama” karena ia orang pertama yang menciptakan ilmu semantik.

Bukunya yang berjudul ihsha al-ulum telah di terjemahkan ke dalam bahasa latin dan mempengaruhi kehidupan filsafat barat pada abad-abad pertengahan hingga dijadikan filsafat Barat pada abad-abad pertengahan hingga dijadikan dasar untuk menetapkan penggolongan jenis ilmu pengetahuan. Pada bagian terdahulu buku ini telah kami kemukakan penggolongan jenis ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para filosof Arab. Al-Farabi menambahkannya dengan penggolongan ilmu-ilmu lisan menurut cara yang ditempuh oleh Aristoteles; seperti ilu Nahwu (tata bahasa Arab), ilmu Syariat, ilmu fiqh, dan ilmu kalam. Dengan demikian maka pribadi al-Farabi mencerminkan kehidupan fikiran dan kebudayaan kaum muslimin, yang bersumber pada al-quran.

Dalam menerapkan penggolongan jenis ilmu, al-Farabi menampilkan gambaran pemikirannya yang lengkap, sehingga dapat dilihat dengan mudah segi-segi persamaan yang ada di antara berbagai jenis llmu, yang pada mulanya diduga tidak ada persamaannya sama sekali. Seperti ilmu nahwu misalnya yang menjadi dasar penelitian soal bahasa; ilmu ukur dan ilmu pesawat (mechanic), demikian pula ilmu semantik. Pandangan al-Farabi mengenai semantik sebagai alat bagi penguasaan berbagai jenis ilmu, sebenarnya mengikuti pemikiran Aristoteles, bukan mengikuti pemikiran para filosof Stoiccisme yang menganggap semantik sebagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau al-Farabi memandang semantik sebagai alat atau sebagai sarana “untuk menetapkan hukum umum guna memperkuat kesanggupan berfikir yang dapat membawa manusia ke jalan yang tepat menuju kebenaran”. Jadi, ilmu semantik sama dengan ilmu Nahwu dan Arudh (cara menulis puisi) semantik bagi soal-soal pemikran sama dengan Nahwu bagi penyusunan kalimat dan sama dengan ilmu Arudh bagi puisi. Hukum semantik merupakan kaidah untuk menguji problema pemikiran, sama halnya dengan ukuran, takaran atau timbangan untuk menguji jauhnya jarak dengan ringan atau beratnya suatu benda[2].

Tujuan penting dari Klasifikasi Ilmu

Banyak karangan yang ditulis oleh para ilmuwan dan filosof tentang klasifikasi ilmu. Al-Kindi, Filosof Muslim pertama, misalnya menulis kitab yang khusus tentang itu yang berjudul Fi aqsam al-Ulum (tentang tipe-tipe ilmu), al-Farabi menulis sebuah kitab yang jauh lebih terkenal dan berpengaruh yang berjudul, Kitab Ihsha’ al-Ulum (Perincian ilmu)

Arti penting klasifikasi ilmu ini adalah untuk memudahkan penyusunan kurikulum dari ilmu yang ingin diajarkan kepada murid-murid. Sebagai ilustrasi dari klasifikasi ilmu yang berdampak positif pada kurikulum yang dibangun.[3]




[1] Prof. Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam.(Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2003)h. 178, cet. I

[2] Dr. Ahmad Fuad al-ahwani, Filsafat islam. (Jakarta Selatan: Pustaka Firdaus, tt)h. 76

[3] Prof. Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi ilmiah Islam (Jakara Pusat: Penerbit Baitul Ihsan, tt) h.64

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Filsafat Islam; Klasifikasi Ilmu Menurut al-Farabi"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel