Islam Tidak Pernah Menjajah dan Bukan Penjajah - 'Kritik atas Tuduhan Penaklukan'
December 15, 2015
2 Comments
Faquha.site - Akibat menigkatnya Islamfobia secara dramatis setelah 11 september 2011, beberapa pihak Kristen kanan religius tanpa berupaya menulis-ulang sejarah Islam dengan tujuan mencoreng islam sebagai sebuah agama perang. Dalam melakukannya, para gladiator verbal kanan religius ini kerap berfokus pada apa yang disebut sebagai “penaklukan Islam” dan telah menegaskan bahwa penyebarluasan Islam yang dramatis setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632 mendemonstrasikan mentalitas religius yang dicirikan oleh kekerasan, perang, dan penakluknab (penjajahan). Namun, kenyataan justru tidak demikian. Bahkan pengamatan sekilas sekali terhadap konteks “penaklukan Islam” memperlihatkan hal sebaliknya.
Saat Nabi Muhammad wafat pada 632,
wilayah Islam pada dasarnya mash terbatas secara geografis pada apa yang
sekarang dikenal sebagai Arab Saudi. Pada 711,dan setelah berjalan hanya
sekitar 79 tahun, negara Islam berkembang hingga mencapai Asia Barat, Afrika
Utara, dan sebagian Eropa, termasuk wilayah geografis yang direpsentasikan oleh
negara-negara dan kepulauan kontemporer berikut ini: Afganistan, Aljazair,
Armenia, Azerbaijan, Bahrain, Siprus, Mesir, iran, irak, Israel, yordan,
Bahrain, Uzbekistan, dan Yaman. Sepintas lalu, luasnya wilayah penyebaran ini
bisa dijadikan bukti bagi klaim berlebihan yang menyatakan bahwa islam secar
historis merupakan agama perang dan penaklukan.
Namun, penjajahan baca “penaklukan Islam” ini
hanya dapat dipahami dengan tepat dalam konteks data populasi yang sesuai. Menggunakan estimasi populasi
barat dan nonmuslim yang saat ini digunakan di lingkaran akademis, diperkirakan
bahwa populasi total negara Islam pada tahun 632 hanyalah sekitar 2,5 juta
orang. Sementara populasi negara-negara yang disebut sebagai “taklukan” pada
kira-kira tahun 700 mencapai sekitar 35,6 juta orang.
Dengan kata lain, para
pendukung teori-keliru “penaklukan islam” melalui penaklukan militeristik
adalah mereka yang menyakini bahwa 2,5 juta orang yang tidak seluruhnya muslim
pula, tanpa kekuatan Militer, mampu menaklukan populasi yang berjumlah 14 kali
lipat lebih banyak dibanding negara Islam
Pada saat itu, perang masih terbatas
pada penggunaan pedang dan panah. Ketika itu, tak satu pihak pun memiliki
keunggulan menonjol dibandingkan pihak lain dalam aspek teknologi militer.
Maka, pendapat bahwa sebuah negara islam yang hanya berpenduduk 2,5 juta
orang-dan bukan seluruhnya muslim dapat bertindak keji terhadap wilayah
berpenduduk sekitar 35,6 juta terlalu menggelikan untuk didukung. Jelas,
dibutuhkan beberapa penjelasan lain guna menerangkan apa yang disebut sebagai “penaklukan Islam”
Berdasarkan
kenyataan tersebut maka hanya dua penjelasan yang benar-benar memungkinkan: 1.
“penaklukan Islam” dihasilkan berkat campur tangan ilahi,dan karenanya
merepsentasikan kehendak ilahi; dan (2) “penaklukkan Islam” terjadi karena
orang-orang pribumi yang ditaklukan di tanah-tanah “taklukkan” bangkit
ber-revolusi menentang pemimpin mereka sendiri yang kejam.
Masa pribumi
tersebut secara aktif membantu orang-orang Islam, yang dipersepsikan massa pribumi
sebagi para pembebas yang akan menjamin pemerintahan yang adil dan tidak
berpihak. Para penulis tarikh yang mereka abad ketujuh hingga kesembilan
memberi dukungan meluas terhadap penjelasan terakhir, serta mendokumnetasikan
begitu banyak contoh mengenai pribumi setempat yang berpihak dengan para
pembebas muslim mereka, dan bangkit berevolusi menentang penindas-penindas
setempat, sejarah, misalnya, mendokumentasikan suku-suku di Afrika Utara yan
karena telah menyadari preseden-preseden yang terwujud dalam perjanjian
madinah, secara aktif bekerja sama dengan terntara-tentara muslim pada saat
penaklukan Afrika Utara.
Contoh lain dapat diamati pada
kekaisaran Bizantium yang menyebar sepanjang apa yang kini dikenal sebagai
Yunani, Turki, Suriah, dan Palestina. Seolah-olah sebagi sebauh pemerintahan
Kristen, kekaisaran Bizantium justru dengan kejam membunuhi orang-orang Yahudi
dan kelompok-kelompok sempalan kristen seperti Kristen Nestorian dan Yakobit.
Dibandingkan tirani yang telah mereka alami di bawah pemerintahan kristen,
komunitas-komunitas religius tersebut memandang pemerintahan muslim sebagiai
alternatif yang membebaskan, toleran, dan fleksibel, yang menjamin kebebasan
beragama dan beribadah bagi mereka. Selain itu, Jizyah yang dikumpulkan oleh
pemerintah muslim dari ahli kitab ini kerap dipandang tidak menekan ayau
mencemaskan dibanding pajak-pajak yang sebelumnya dituntut oleh pemerintah
Kristen. Dengan demikian, banyak komunitas Yahudi dan kristen secara aktif
bekerja sama dengan orang-orang Islam dalam mengambil alih wilayah-wilayah
kekaisaran Bizantium yang luas.
Bahwa harapan dan impian minoritas
religus yang tadinya teraniaya, baik orang-orang Yahudi maupun
sempalan-sempalan Kristen, terhadap kerajaan Bizantium yang seolah-olah Kristen
tidak dikhianati oleh kaum Muslim yang membebaskan nya dapat diilustrasikan
sebagai berikut.
Ketika palestina memasuki negara
Islam yang dipimpin oleh Umar bin Khatab, Khalifah kedua, Umar, secara khusus
menjamin perlidungan kehidupan dan harta benda orang-orang kristen yang tinggal
di Yerusslem, Lod, dan Betlehem, mengumumkan bahwa gereja-gereja dan
biara-biara mereka harus dihormati, serta melarang umat islam mengambil alih
gereja-gereja Kristen sebagai tempat-tempat beribadah bagi mereka (muslim)
Ketika al-Madain (Madyan), yang kini
dikenal sebagai Irak, menjadi bagian dari negara Islam, sebuah deklarasi
perlindungan diberikan kepada patriark Nestorian, Yeshuyab III (650-660), oleh
pemerintah Islam. Sekali lagi, orang-orang Kristen, gereja-gereja, dan biara-biara
dilindungi oleh para muslim pembebas, dan orang islam dilarang menyita bangunan
atau gedung apa pun yang ada, baik dengan tujuan dijadikan sebagai mesjid
maupun tempat bermukim. Maka, patriark Nestorian belakangan menulis pada Uskup
Persia bahwa muslim “tidak menyerang agama kristen, namun cenderung telah
menghargai keyakinan kami, menghormati pada gereja-gereja dan biara-biara.
Ringkasnya, setiap penilaian yang
adil terhadap apa yang disebut sebagai “Penaklukkan islam” harus dimulai dengan
kenyataan bahwa tentara-tentara muslim yang keluar dari Semenanjung Arab adalah
para pembebas orang-orang tertindas dan tertaklukkan, yang secara aktif
meneriakkan keadilan sosial yang mewujud dalam kepemimpinan muslim. Karena itu,
umat islam secara aktif dibantu oleh orang-orang yang mereka bebaskan.
Islam sudah jelas adalah penjajah, penakluk dan perampas pemerintahan yang sah. Persia dan Romawi diperangi karena tidak menerima Islam, kemudian terus ke arah pemerintahan spanyol dan kerajaan2 eropa dan asia (India, bahkan Indonesia) yang tidak punya urusan dengan Islam namun ternyata diserang dengan dalih 'pembebasan'. Sudah jelas semua negara penjajah adalah sama yaitu merampas pemerintahan yang sah dari suatu bangsa. (lihat Kamus besar Indonesia, PENJAJAH adalah : negeri (bangsa) yang menjajah: dengan kekuatan senjata akhirnya kaum ~ itu berhasil menguasai daerah itu; Kristen tidak akan berperang dengan Islam jikalau Islam tidak merengsek masuk menghancurkan romawi (yg umumnya kristen) dan terus menerus masuk invasi ke eropa (banyak korban yang terjadi di setiap invasi Islam dan kemudian terjadinya pembalasan oleh kerajaan yang dijajah pastinya). Jelas kalau dilihat dari sudut pandang agama maka Islam menjajah tanah-tanah yang dikuasai oleh agama2 lain terlebih dahulu karena islam datang belakangan. Jikalau anda membaca penguasaan Ottoman di daerah yang dikuasai oleh Kristen maka mereka memberlakukan kelas 2 kepada orang2 kristen dengan berbagai pembatasan seperti pajak, militer, dll (lihat wikipedia : kesultanan ottoman)
ReplyDeleteSekejam-kejamnya Penjajah Eropa. tidak mengusir atau membantai, menghabisi kita....
ReplyDeleteBahkan cara pandang dan budaya kita masih ada...
Kerajaan2 Feodal tidak lebih baik dari penjajah..
Bagi masyarakat kelas bawah mereka sama saja...
Bandingkan dengan penjajah ... selain mengambil alih kerajaan, mereka juga memperkosa, merampok, genocide jutaan orang, merebus orang hidup2 agar pindah kepercayaannya... dll
Bahkan sekarang di masa modern ini masih memaksakan nilai2 sendiri kepada kelompok lain