Epistimologi Qurani; Al-Quran Memandang Ilmu Pengetahuan
July 10, 2012
Add Comment
Faquha.com - Pembahasan epistemologi pada saat ini sangat diperlukan
karena minimnya informasi tentang hal tersebut, apalagi kalau kita bicara
tentang epistemologi Islam.
Saya telah menulis tentang epistemology Islam dalam sebuah buku yang berjudul
Menyibak Tirai kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam (Mizan 2003), di mana
diuraikan tentang topik-topik
utama epistemology Islam, berdasarkan pada bahan-bahan dan informasi yang saya
dapatkan dalam karya-karya filosofis dan ilmiah Islam.
Namun apa yang akan disampaikan pada lembaran-lembaran
berikut ini sekalipun sama-sama tentang epistemology, tetapi perspektif yang
digunakan berbeda. Di sini saya akan semaksimal mungkin munggunalkan
bahan-bahan dan data-data yang terdapat dalam al-Qur’an sendiri, kecuali di bagian
akhir, sehingga tulisan ini diharapkan akan memberi gambaran yang relative
objektif tentang bagaiman al-Qur’an sendiri memandang ilmu pengetahuan
Islam, al-Qur’ân dan Ilmu Pengetahuan
1.
Islam dan Ilmu
Pengetahuan
Barangkali tidak ada agama yang seempatik Islam dalam
menganjurkan ummatnya untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu, dalam pandangan
Islam, bukan hanya sekedar memenuhi rasa ingin tahu atau tuntutan hidup belaka,
tetapi merupakan kewajiban agama, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah S.A.W.:
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban (farîdhah) bagi setiap individu Muslim,
laki-laki dan perempuan.”
Bahkan kewajiban menuntut ilmu bagi umat ini diberikan tanpa
dibatasi ruang dan waktu. Betapa tidak, Nabi memerintahkan, “Tuntutlah ilmu
dari buaian sampai liang lahat,” yang menunjukkan bahwa menuntut ilmu merupakan
kewajiaban seumur hidup, dan juga “tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina,”
yang menunjukkan tak adanya batas ruang untuk belajar, dan juga disiplin ilmu
yang kita pelajari. Tak heran kalau Prof. Osman Bakar dari Malaysia dalam salah
satu ceramahnya pernah berujar “Islam is religion of knowledge.”
Dari sini kita melihat dengan jelas betapa Islam memberi
kedudukan yang tinggi kepada ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sangat tidak
masuk akal, orang yang mengatakan bahwa Islam adalah penghambat ilmu
pengetahuan. Islam adalah pendukung ilmu pengetahuan yang sangat semangat.
Tidak pernah sekalipun Islam, sebagai agama, melarang umatnya untuk menuntut
ilmu, bahkan sebaliknya ia sangat menganjurkan pencarian ilmu tersebut.
Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang memuji orang-orang yang
berilmu, sampai-sampai mereka disamakan dengan orang yang melek, sementara
orang yang tidak berilmu dengan orang buta. “Apakah sama orang yang buta dengan
orang yang melek?” (6:50; 13:16 ), atau dengan ungkapan lain, “apakah sama
orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?” (39:9). Jawabnya
tentu saja tidak, dan itu, antara lain karena Allah S.W.T. berjanji akan
mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kita dan yang diberi ilmu
beberapa derajat.” (58:11)
2.
Nisbat Ilmu, Amal
dan Iman
Meskipun begitu perlu diingat bahwa dalam Islam, ilmu tidak
dituntut demi ilmu semata, tetapi untuk diamalkan. “Ilmu adalah cahaya,”
demikian sabda Nabi, yang diharapkan akan bisa menerangi jalan hidup manusia,
sehingga bisa sampai ke tujuan dengan selamat. Tanpa cahaya sebagai penerang
tak ada yang menjamin apakah kita akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat,
atau tidak. Dalam tradisi Islam, pekerjaan (‘amal) yang tidak didasarkan pada
ilmu, pekerjaannya terancam untuk ditolak.
Tetapi ilmu yang tidak diamalkan juga akan terancam sia.
Nabi bersabda, “ilmu yang tidak diamalkan ibarat pohon yang tak berbuah.” Menurut
Muhammad Iqbal, al-Qur’an lebih mengutamakan amal dari pada pengetahuan, karena
ilmu yang tidak diamalkan takkan member banyak manfa’at. Meski begitu, itu
tidak berarti bahwa ilmu tidak penting, karena ilmu menjadi syarat bagi
diterimanya amal kita.
Selain itu, kita juga harus mengerti bahwa selain dengan
ilmu, amal juga harus harus dikaitkan dengan iman. Al-Qur’an mensinyalir bahwa
perbuatan yang baik, semacam memberi sedekah, yang tidak berdasar pada iman,
tetapi pada yang lain, seperti riya, maka itu akan seperti menumpuk tanah di
atas sebuah batu yang licin. Ketika hujan datang menerpa, maka ia akan
menghempaskan segala apa yang ada di atas batu tersebut (2:264). Perpaduan
antara iman dan amal ini akan menjamin kejayaan hidup kita dan “menghindarkan
kita dari kerugian” (103:1), menyelamatkan kita dari “terjatuh ke tempat yang
paling rendah” (95:4-6) dan “membawa kita ke surga yang dijanjikan” (2:25).
Jadi ketiga komponen ini yakni ilmu, amal dan iman harus tetap kita miliki dan
pertahankan, agar amal kita selama di dunia tidak menjadi sesuatu yang sia-sia.
3. Kedudukan Ilmu dalam Peradaban
Islam
tidak pernah menghambat kemajuan. Dalam sejarah peradaban, dunia Islam pernah
memainkan peran yang sangat berarti baik bagi umat Islam itu sendiri maupun
dunia. Kalaupun hari ini dunia Islam tidak dalam posisi memimpin, tapi itu
bukanlah karena Islam itu sendiri. Kalau Islam identik dengan kemunduran, maka
semestinya tikkan pernah ada masa di mana umat Islam memimpin dunia di bidang
ilmu pengetahuan.
Kemunduran
Islam saat ini adalah karena kita tidak lagi menjalankan dengan serius
kewajiban menuntut yang telah dipikulkan kepundak kita dengan
sungguh-sungguh.
Seperti telah ditunjukkan dalam tulisan saya “Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam,
rahasia sukses ilmuwan-ilmuwan” Muslim
pada abad tengah adalah kesungguh-sungguhan mereka dalam menjalankan kewajiban
menuntut ilmu yang telah dicanangkan oleh Nabi kita. Berbagai bidang ilmu, baik
agama maupun umum, telah dituntut, dikaji, dianalisa dan diuji kebenarannya oleh
para sarjana (‘ulamâ’)
Kita tidak usah
heran kalau kita kemudian mengenal nama-nama agung yang terkenal bukan saja di
dunia Islam tapi juga di seluruh dunia: Ibn Hajar al-Asqallânî di bidang
Hadits, al-Ghazali di bidang ilmu Kalam, Ibn ‘Arabî di bidang Tasawuf,
al-Thabarî di bidang Tafsir dan sejarah, al-Râzi dan Ibn Sînâ di bidang
kedokteran, Mulla Shadra di bidang filsafat, Ibn Sâthir dan Qutb al-Din Syirâzi
di bidang astronomi, Ibn Haytsam di bidang optik, al-Khwarizmî dan Tsâbit b.
Qurrah al-Harrânî di bidang matematika dan lain-lain
Nama-nama besar
dan pencapaian ilmiah ini merupakan kontribusi besar umat Islam kepada
peradabana dunia, yang tidak bisa kita pisahkan dari dari etos ilmuan yang
dibangun oleh al-Qur’ân, dan posisi yang tinggi yang diberikan oleh masyarakat
Muslim kepada ilmu pengetahuan. (disunting dari Catatan Prof. Mulyadhi
Kartanegara)
0 Response to "Epistimologi Qurani; Al-Quran Memandang Ilmu Pengetahuan"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR