LINGKARAN SETAN KETIDAKADILAN
October 15, 2019
Add Comment
LINGKARAN SETAN KETIDAKADILAN
Oleh: Amin Mudzakir, Peneliti LIPI
Kemarin saya baru baca komentar sejumlah SJW tentang penyerangan terhadap Wiranto. Meski mengutuk aksi kekerasan tersebut, mereka terlihat bisa memaklumnya. Pasalnya si penyerang adalah korban penggusuran pembangunan, jadi dia berhak untuk marah dan lalu menumpahkan kemarahannya dengan menusuk Wiranto sebagai simbol negara yang ada di depannya.
Komentar tersebut adalah contoh sesat pikir SJW yang juga dianut oleh para kadrun. Bagi mereka, ketidakadilan adalah semata persoalan ekonomi! Karena ia merupakan persoalan ekonomi, maka siapa lagi pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab kecuali negara yang dianggap hanya hadir sebagai pelindung korporasi.
Argumen yang terdengar masuk akal tersebut menguasai alam pikir gerakan sosial baru sejak lama. Rujukan intelektualnya adalah marxisme vulgar yang dioplos dengan kritik liberal terhadap kecenderungan birokratisme negara kesejahteraan. Hasil akhirnya adalah ketidakpercayaan terhadap kemungkinan negara dalam merealisasikan keadilan.
Akan tetapi, argumen tersebut melupakan satu hal penting bahwa ketidakadilan bukan sekadar persoalan ekonomi. Mau tidak mau kita harus menerima kenyataan bahwa di dalam masyarakat juga terdapat pikiran-pikiran jahat. Bentuknya bisa berupa anti-pendatang, anti-Cina, Islam-fobia, dan persoalan kultural lainnya. Pikiran-pikiran jahat itu terlembagakan sedemikian rupa sehingga menjadi seperangkat nilai dan norma.
Kedua sisi ketidakadilan itu, ekonomi dan kultural, harus dipahami secara simultan, tidak bisa dipisah-pisahkan. Meski demikian, ini penting diperhatikan, keduanya bisa dibedakan. Kemampuan untuk membedakan adalah kunci dalam analisis sosial.
Oleh karena itu, penggusuran adalah satu hal, sedangkan penyerangan terhadap Wiranto adalah hal lain. Keduanya tersambung, tetapi bisa dibedakan. Penggusuran adalah masalah ekonomi yang harus diatasi. Kebijakan agraria yang terkait ini harus dievaluasi. Tetapi apakah semua orang yang tergusur pembangunan kemudian menyerang pejabat negara? Tentu saja tidak! Sebab bagaimanapun motivasi untuk melakukan kekerasan biasanya didapatkan dari pikiran jahat yang bersumber salah satunya pada pemahaman agama yang radikal.
Makanya saya selalu bilang: belajar filsafat bisa menyesatkan jika tidak oleh diimbangi analisis sosial. Tetapi inilah yang terjadi dengan SJW dan para kadrun; yang satu hanya belajar filsafat Barat, yang satu lagi hanya belajar filsafat keilahian dari Arab. Akibatnya ketidakadilan menjadi seolah-olah lingkaran setan yang tidak berkesudahan.
Oleh: Amin Mudzakir, Peneliti LIPI
Kemarin saya baru baca komentar sejumlah SJW tentang penyerangan terhadap Wiranto. Meski mengutuk aksi kekerasan tersebut, mereka terlihat bisa memaklumnya. Pasalnya si penyerang adalah korban penggusuran pembangunan, jadi dia berhak untuk marah dan lalu menumpahkan kemarahannya dengan menusuk Wiranto sebagai simbol negara yang ada di depannya.
Komentar tersebut adalah contoh sesat pikir SJW yang juga dianut oleh para kadrun. Bagi mereka, ketidakadilan adalah semata persoalan ekonomi! Karena ia merupakan persoalan ekonomi, maka siapa lagi pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab kecuali negara yang dianggap hanya hadir sebagai pelindung korporasi.
Argumen yang terdengar masuk akal tersebut menguasai alam pikir gerakan sosial baru sejak lama. Rujukan intelektualnya adalah marxisme vulgar yang dioplos dengan kritik liberal terhadap kecenderungan birokratisme negara kesejahteraan. Hasil akhirnya adalah ketidakpercayaan terhadap kemungkinan negara dalam merealisasikan keadilan.
Akan tetapi, argumen tersebut melupakan satu hal penting bahwa ketidakadilan bukan sekadar persoalan ekonomi. Mau tidak mau kita harus menerima kenyataan bahwa di dalam masyarakat juga terdapat pikiran-pikiran jahat. Bentuknya bisa berupa anti-pendatang, anti-Cina, Islam-fobia, dan persoalan kultural lainnya. Pikiran-pikiran jahat itu terlembagakan sedemikian rupa sehingga menjadi seperangkat nilai dan norma.
Kedua sisi ketidakadilan itu, ekonomi dan kultural, harus dipahami secara simultan, tidak bisa dipisah-pisahkan. Meski demikian, ini penting diperhatikan, keduanya bisa dibedakan. Kemampuan untuk membedakan adalah kunci dalam analisis sosial.
Oleh karena itu, penggusuran adalah satu hal, sedangkan penyerangan terhadap Wiranto adalah hal lain. Keduanya tersambung, tetapi bisa dibedakan. Penggusuran adalah masalah ekonomi yang harus diatasi. Kebijakan agraria yang terkait ini harus dievaluasi. Tetapi apakah semua orang yang tergusur pembangunan kemudian menyerang pejabat negara? Tentu saja tidak! Sebab bagaimanapun motivasi untuk melakukan kekerasan biasanya didapatkan dari pikiran jahat yang bersumber salah satunya pada pemahaman agama yang radikal.
Makanya saya selalu bilang: belajar filsafat bisa menyesatkan jika tidak oleh diimbangi analisis sosial. Tetapi inilah yang terjadi dengan SJW dan para kadrun; yang satu hanya belajar filsafat Barat, yang satu lagi hanya belajar filsafat keilahian dari Arab. Akibatnya ketidakadilan menjadi seolah-olah lingkaran setan yang tidak berkesudahan.
0 Response to "LINGKARAN SETAN KETIDAKADILAN"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR