-->

Lapisan Kesadaran Manusia Versi Islam


LAPISAN KESADARAN MANUSIA

“Kuntu kanzan makhfiyyan fa`aradtu an u`rafa fa khalaqtu ‘l-khalq li-kay u’raf.”

"Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, karena itu Aku rindu untuk dikenal. Maka Aku ciptakan mahluk, sehingga MelaluiKU mereka mengenal Aku".

"Inna Fii Jasadi Ibni Adama Mudgatun, Wafi Mudgati Qalbun, Wafi Qalbi Fuadun, Wafi Fuadi Dhamirru Ruuhii, Wafi Ruuhi Sirrun, Wafis Sirri Khofiyyun, Wafi Khofiyyi Nuurun, Wafin Nuuri ANA." (Hadist)

Didalam jasad anak Adam ada segumpal daging (darah), didalam segumpal darah ada hati, didalam hati ada akal/fikiran, didalam akal fikiran ada angan-angan/perasaan ruh, didalam ruh ada rahasia, didalam rahasia ada kesamaran, didalam kesamaran ada Cahaya, didalam Cahaya ada Aku Dzat.
             
“Banaytu Fi Jawfi Bani Adama Qashran, Wafi al-Qashri Shadran, Wafi al-Shadri Qalban, Wafi al-Qalbi Fu’adan, Wafi al-Fu’adi Syaghafan, Wafi al-Syaghâfi Lubban, Wafi al-Lubbi Sirran, Wafi al-Sirri Ana”. (Hadits Qudsy)

"Telah Aku jadikan dalam diri anak adam sebuah Qashr, dan didalam Qashr ada Shadr, dan dalam Shadr ada Qalb, dan dalam Qalb ada Fuad, da didalam Fuad ada Syaghaf, dan dalam Syaghaf ada Lub, dan dalam Lubb ada Sirr, dan dalam Sirr ada Aku".

Qashr artinya keterbatasan, keringkasan, keterpaduan = jasad manusia seluruhnya.

Shadr artinya yang didepan = kesadaran, yang bisa dipahami sebagai otak.

Qalb artinya bolak-balik, tidak tetap = “jantung”.

Fuad artinya manfaat, rasa = “jantung hati”, inner heart.

Syagaf artinya cerdas = lokus untuk membangkitkan rasa cinta, kasih sayang.

Lub artinya inti = lubuk hati.

Sirr artinya rahsa = lokus bagi rahasia diri, oleh karena itu bersentuhan langsung dengan dunia "Ana" alias Allah.

Ketika manusia masih aktif qasr-nya, maka semuanya adalah sesuatu yang material sifatnya alias dunia luar yang bisa ditangkap indra. Itulah sebabnya anak-anak menangkap fakta itu sebagai realita. Ia belum mengerti makna sebuah sandiwara.

Ketika qalb bekerja, maka emosi alias perasaan mulai bekerja. Tapi, perasaan di sini baru pada tahap enak-tidak enak, nyaman tidak nyaman dan sejenisnya.

Sampailah pada fuad yang mulai bisa bekerja secara rasional, logikanya bekerja, dan bersifat komparatif. Jadi, kalau anggota forum ini ada yang belum bisa menggunakan logika dan rasionya dengan baik, berarti masih sampai pada tahap kalbu.

Begitu syaghaf bekerja maka seseorang bisa menilai makna sebuah keindahan, apakah itu keindahan suara, warna, bentuk, gerak, kalimat (sastra) dan sopan santun. Jadi, bagi orang yang mengabaikan sopan santun, estetika dan sejenisnya; berarti syaghafnya belum bekerja.

Lubb bekerja untuk memahami isyarat dan takwil berbagai kenyataan. Makanya dalam Alquran disebutkan bahwa perintah untuk memahami ayat-ayat Allah diperuntukkan pada kaum ulul albab, artinya orang-orang yang sudah mampu membangkitkan lubb-nya.

kalau sudah "sirr" yang bekerja maka segala sifatnya makrifat. Alias dia bisa memahami ayat-ayat Allah itu sampai pada tataran hakikat.

Semua lapisan kesadaran tersebut bersifat batin atau tersembunyi bagi mata lahir, tetapi tidak bagi mata batin.

Sebagai pembanding, Hakim Tirmidhi seorang ulama abad ke 9 telah menulis buku yang berjudul Bayan al-Farq, Bayn al-Sadr, wa  al-Qalb, wa al-Fuad wa al-Lub. (Penjelasan Tentang Perbedaan antara Sadr (sadar), Qalb (kalbu), Fuad (nurani) dan Lubb (akal pikiran). Istilah sadr yang dalam bahasa Indonesia menjadi sadar-kesadaran ternyata berbeda artinya dari istilah qalb, hati atau  kalbu. Fuad yang di Indonesiakan menjadi nurani berbeda lagi dari lubb yang arti sebenarnya adalah akal pikiran yang berimana. Ulul Albab adalah orang yang berakal fikiran tauhidi.

Namun itu semua merujuk kepada sesuatu yang bersifat batiniyah. Jika seseorang di bedah dadanya tentu sadr, qalb, fuad dan lub itu tidak akan ditemukan secara fisik. Maka dalam buku ini Hakim Tirmidhi menjelaskan bahwa hati atau qalb itu adalah nama yang komprehensif yang kesemuanya bersifat batiniyah alias tidak zahir alias tidak empiris.

Sadr ada di dalam qalb seperti kedudukan putihnya mata di dalam mata. Sadr adalah pintu masuk segala sesuatu ke dalam diri manusia. Perasaan waswas, lalai, kebencian, kejahatan, kelapangan dan kesempitan masuk melalui sadr. Nafsu amarah, cita-cita, keinginan, nafsu birahi, itu pun masuk kedalam sadr dan bukan kedalam qalb. Akan tetapi sadr itu juga tempat masuknya ilmu yang datang melalui pendengaran atau khabar. Maka dari itu pengajaran, hafalan, dan pendengaran itu berhubungan dengan sadr.  Dinamakan sadr karena merujuk kepada kata sadara (muncul), atau sadr (pusat). Jadi kesadaran adalah inti atau pusat dari hati (qalb).

Jika sadr ada di dalam qalb maka qalb itu ada dalam genggaman nafs atau jiwa. Namun, qalb itu adalah raja dan jiwa itu adalah kerajaannya. “Jika rajanya baik” seperti sabda Nabi, “maka baiklah bala tentaranya dan jika rusak maka rusaklah bala tentaranya”.  Demikian pula baik-buruknya jasad itu tergantung pada hati (qalb). Hati (qalb) itu bagaikan lampu dan baiknya suatu lampu itu terlihat dari cahanya. Dan baiknya hati terlihat dari cahaya ketaqwaan dan keyakinan. 

Sebagai raja qalb adalah tempat bersemayamnya cahaya Iman, cahaya kekhusyu’an, ketaqwaan, kecintaan, keridhaan, keyakinan, ketakutan, harapan, kesabaran, kepuasan. Karena iman dalam Islam berasaskan pada ilmu, maka qalb juga merupakan sumber ilmu. Karena sadr itu tempat masuknya ilmu, sedangkan qalb itu tempat keimanan, maka di dalam qalb itu pun terdapat ilmu.

Jika qalb (hati) itu adalah mata maka fuad itu adalah hitamnya pupil mata. Fuad ini adalah tempat bersemayamnya ma’rifah, ide, pemikiran, konsep, pandangan. Ketika seseorang berfikir maka fuadnya lebih dulu yang bekerja baru kemudian hatinya. Fuad itu ada ditengah-tengah hati, sedangkan hati ditengah-tengah sadar.

Jika qalb adalah mata, sadr adalah putih mata, fuad adalah hitamnya pupil mata, maka lubb adalah cahaya mata.  Jika qalb adalah tempat bersamayamnya cahaya keimanan dan sadr tempa cahaya keislaman, dan fuad adalah tempat cahaya ma’rifah maka lubb berkaitan dengan cahaya ketauhidan.

Gambaran diatas mungkin nampak terlalu spiritual atau dalam bahasa Kant transcendent. Tapi memang proses berfikir demikian adanya. Hanya saja yang ditekankan disini bukan bagaimana ilmu didapat akan tetapi bagaimana ia berproses menuju dari ilmu menjadi iman. Apabila pendidikan Islam memperhatikan potensi batiniyah manusia seperti digambarkan Hakim Tirmidhi diatas maka yang akan lahir adalah manusia-manusia tinggi ilmu dan imannya sekaligus banyak amalnya. Yaitu manusia-manusia yang hati (qalb), kesadaran (sadr), nurani (fuad) dan fikirannya (lubb) berjalan seimbang.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Lapisan Kesadaran Manusia Versi Islam"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel