-->

MENYIBAK PESONA DI TIAP SISI RAMADAN


oleh Asep M Tamam

 
Faquha.site - Subhânallâh!_ Kalimat itulah yang spontan meluncur dari mulut kita tiap kali melihat, mendengar atau membaca apapun yang menakjubkan. Kalimat itu juga yang terlontar setiap dibacakan surat al-Baqarah ayat 183. Ayat ini begitu familiar, bahkan sangat familiar karena tiap tahun selalu dibaca mulai jauh-jauh hari sebelum Ramadan tiba, menjelang tiba, di awal bulan bahkan hingga bulan mulia ini bersua hari terakhirnya. Ayat ini selalu ‘ngangenin’. Keanggunannya sering menyingkap lembar demi lembar perjalanan yang telah dilalui, semenjak pertama kali orang tua kita memperkenalkan shaum. Kemuliaan ayat ini, walau beribu-ribu kali diulang takkan mungkin membuat kita sampai bosan.

Ayat ke-183 dari surat al-Baqarah yang selalu dilantunkan para ulama dan pendakwah ini, kekuatannya telah menggerakkan semua manusia beriman penghuni planet bumi untuk serempak bangun dini hari untuk sahur, serempak berbuka puasa bila azan maghrib mengumandang, serempak untuk mengisi setiap relung Ramadan dengan upaya maksimalisasi, dan serempak untuk memanjakan diri menikmati aneka hidangan spiritual dalam kesyahduan menghamba.
Tentunya, disyariatkan shaum melalui ayat ini adalah pesona utama dan terutama dari hadiah Ramadan yang Allah berikan kepada kita. Tanpa diturunkannya ayat ini, pastilah kita kehilangan beribu momentum kenikmatan batiniyah yang efek kepuasannya tak mungkin pudar sepanjang hayatnya bumi.

PESONA LAPAR
Sebulan saja dalam setahun kita diuji untuk mengubah pola hidup, mengganti jadwal makan, jam tidur, jam istirahat, dan tentunya jam ibadah. Dalam sebulan itu umat harus tunduk pada ketentuan yang telah digariskan, yaitu kewajiban menahan lapar, haus, dan syahwat, padahal ketiganya merupakan modal naluriah yang dititipkan bukan hanya pada manusia, tapi juga makhluk yang lain seperti binatang.
Berat memang, dalam setengah hari kita harus mengosongkan perut yang biasanya kita pasok dengan ‘sampah’ yang nikmatnya hanya sampai di lidah. Tapi itulah caranya agama mendidik kita untuk memahami makna keseimbangan. Allah SWT berfirman, _“Makanlah, minumlah, tapi janganlah berlebihan!”_ (QS. Al- A’raf [7]: 31 ), Nabi pun  bersabda, “Sungguh, termasuk kategori berlabihan bila kamu memakan apa saja yang ketika kamu mau, kamu memakannya.”
Para ulama ahli tafsir, ketika menafsirkan ayat,  _”Sebagaimana puasa ini diwajibkan kepada umat-umat sebelum kamu”_, menjelaskan bahwa untuk menjaga keseimbangan jasmani dan rohani, juga untuk lebih memfokuskan diri pada satu misi, orang-orang Yunani kuno, Mesir kuno, Nasrani, Yahudi, Majusi, bahkan para penganut Hindu dan Budha terbiasa melakukan ritual pengosongan perut.
Kekuatan rasa lapar, ternyata telah membangunkan umat Islam sejagat untuk berada dalam satu kondisi dan satu rasa. Keseragaman ini telah menghadirkan empati, altruisme ( _itsar_ dalam bahasa Arab) dan jiwa solidaritas yang kuat antara orang hitam dan putih, orang kaya dan miskin juga para pemimpin dan rakyatnya. Kesatuan rasa inilah yang seharusnya bisa melahirkan _‘izzah_’, yaitu keunggulan Islam dalam segala bidang. Namun sayangya, kebanyakan umat ini tidak atau belum mampu untuk mengarahkan kekuatan dari hikmah ( _falsafah tasyri’_) shaum ke arah sana. Mereka hanya baru mampu untuk memahami shaum sebagai ibadah _mahdhah_ (hubungan dengan Allah) saja. Padahal, bila kita mampu memahami dan memahamkan shaum ini lebih jauh lagi, kita akan menyaksikan indahnya pesona ke-Mahaadilan Allah yang tercipta lewat kewajiban shaum.      

PESONA KEKHUSUSAN BULAN
Dalam hadis qudsi Allah berfirman, _“Shaum itu miliku, aku akan membalas pahala shaum sekehendakku.”_ (HR. al-Bukhari). Dengan firman-Nya ini, Allah mengkhususkan Ramadan sebagai bulan yang teristimewa. Sepuluh hari pertamanya Allah mengguyur umat Islam dengan hujan rahmat, sepuluh hari yang kedua Allah membanjiri umat dengan lautan _maghfirah_ dan sepuluh hari ketiga Allah haramkan jasad umat dari sentuhan bara neraka.
Bila Allah mengkhususkan mesjid sebagai rumah milik-Nya di antara miliaran rumah tempat tinggal ( _Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”_ (QS. Al- Jinn [72] : 18), dan bila Mesjid al-Haram dikhususkan sebagai rumah-Nya ( _Baitullah_ atau rumah Allah), maka Allah pun mengkhususkan Ramadan sebagai bulan-Nya dan shaum sebagai ibadah khusus bagi-Nya.
Kekhususan bulan ini takan bisa dibandingkan dengan bulan yang lainnya walaupun harus 'dikeroyok’ oleh sebelas bulan. Kekhususannya membuat Ramadan bergelar “Bulan seribu gelar”. Nilai pahala ‘gede-gedean’ dan segala fasilitas kebaikan yang disibak dalam hadis-hadis Nabi menjadi hujjah bahwa di bulan ini umat Islam jangan pernah sampai lengah. Di bulan inilah kitab termulia (Alquran al- Karim) turun kepada makhluk termulia ( _khair al- bariyah_), pada malam paling mulia ( _Lailat al-Qadr_) untuk dipedomani umat termulia ( _khair ummah_). Kitab inilah yang menunjukkan jalan lurus yang menyelamatkan manusia dari bencana duniawi dan derita ukhrawi.        
Kekhususan lainnya adalah turunnya satu malam dalam setahun. Ia adalah _lailat al- qadr._ Malam ini, karena kemuliaannya menjadi pusat kerinduan umat dalam menggapai puncak kenikmatan spiritual. Setetes kebaikan yang dilakukan dalam rentang waktu sedetik saja akan lebih bermakna dari “seribu bulan”. Allah maha berkehendak untuk menyentuhkan kebaikan malam ini bagi siapa pun yang ikhlas dalam mengisi detik demi detik Ramadan dengan terus memagutkan hatinya untuk berbisik, merayu, dan tak putus rindunya untuk bermesraan dengan-Nya. Bagi mereka yang belum mampu mengoptimalkan sepuluh hari pertama dan sepuluh hari kedua, maka sepuluh hari ketiga adalah momen untuk bertanya dan berkata pada dirinya sendiri, “Ayo, kapan lagi kamu punya waktu, ini adalah hari-hari terindah yang belum tentu bisa kamu temukan di tahun depan. Ayo, buanglah malas, lawanlah, kalahkan ia, atau kalau tidak, kamu akan pulang ke haribaan-Nya nanti sebagai pecundang!”

PESONA TAKWA  
“Takwa itu terletak di sini,”, demikian Nabi SAW dalam hadis riwayat Bukhari Muslim bersabda sambil menunjuk dadanya. Memang, kalau kita mengacu pada hari-hari yang lalu sebelum Ramadan tiba, kita mendapatkan hati kita liar dan tak terawat. Ketakterawatan hati inilah yang menyeret panca indera kita menjadi sama liarnya. Namun ada yang aneh ketika Ramadan, dengan segala pesonanya hadir dan membawa kita dalam ‘penggembalaan’ hati. Di bulan yang teramat mulia ini kita harus berfikir dua bahkan sampai berkali-kali untuk membebaskan lidah kita berbicara semaunya, mata kita ‘jelalatan’ sekenanya, kaki kita melangkah sekehendaknya, dan pikiran kita menerawang semesumnya. 

Ramadan datang dengan membawa  satu saja misi, yaitu agar umat Islam bertakwa. Memang tak mudah untuk kita mengisi hari dengan takwa, yaitu mengerjakan setiap perintah dan menjauhi semua larangan. Maunya kita bahkan sebaliknya, bukankah Nabi bersabda, “Surganya Allah diliputi segala hal yang pahit dan memberatkan, sementara neraka-Nya dilingkupi segala hal yang menyenangkan dan menyelerakan.” (HR. al-Bukhari). Takwa adalah barang mahal yang tidak diperjualbelikan, atau pusaka yang tidak bisa diwariskan. Ia hadir di benak siapa pun yang cerdas emosional, cerdas sosial dan terutama cerdas spiritual, dan Ramadan hadir untuk misi itu.

Ketakwaan seorang muslim akan mencapai klimaksnya manakala segenap aspek multidimensional Ramadan bisa dijalankan secara paripurna. Aspek rohani adalah menu utama bulan ini, sementara aspek sosial adalah pelengkap utama. Zakat adalah aspek rohani karena ia adalah perintah ilahi, tapi manfaat sosialnya juga sangat besar karena membawa dampak keadilan dan kenyamanan hidup bermasyarakat.

Pesona Ramadan begitu luas dan tak sesempit apa yang bisa penulis tulis di sini. Pesonanya bahkan seluas cakrawala pemikiran manusia berpikir. Setiap muslim yang berpuasa pasti mendapat pesona Ramadan yang mungkin tidak dirasakan muslim yang lain. Begitu mahalnya pesona itu sehingga Allah menghadirkannya hanya sebulan saja dalam setahun. Oleh karena itu, karena Ramadan masih menyisakan hari-harinya yang panjang, maka mari kita cari pesona-pesonanya yang lain, sebanyak yang bisa kita cari.

_Wallâhu min warâ al- qashd_

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "MENYIBAK PESONA DI TIAP SISI RAMADAN"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel