Dalil mudik
Mudik
Hari Raya Idul Fitri memiliki tradisi yang kita sebut mudik. Di kampung kita saling mengucapkan selamat hari raya, bersalaman (kecuali bukan mahram) dan berkunjung ke kerabat, tetangga bahkan terkadang kepada kyai kita.
Amalan ini memiliki dasar Fatwa dari Imam Ibnu Hajar Al Haitami (w. 974 M)
الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 9 / ص 380)
التَّهْنِئَةُ بِالْعِيدِ وَالشُّهُورِ سُنَّةٌ كَمَا ذَكَرَهُ بَعْضُ أَئِمَّتِنَا وَاسْتَدَلَّ لَهُ وَلَا يَلْزَمُ مِنْ نَدْبِهَا نَدْبُ الْمُصَافَحَةِ فِيهَا وَإِنْ لَمْ يُوجَدْ شَرْطُهَا السَّابِقُ وَالْمُرَادُ بِالْأَرْحَامِ الَّذِينَ يَتَأَكَّدُ بِرُّهُمْ وَتَحْرُمُ قَطِيعَتُهُمْ جَمِيعُ الْأَقَارِبِ مِنْ جِهَةِ الْأَبِ ، أَوْ الْأُمِّ وَإِنْ بَعُدُوا
Mengucapkan selama hari raya adalah sunah menurut ulama kita. Dan tidak harus ada salaman. Maksud kerabat adalah orang yang dianjurkan untuk berbuat baik, dan dilarang memutusnya. Baik dari jalur bapak atau ibu, meski jauh.
وَمِنْ ثَمَّ قَالَ فِي الْأَذْكَارِ يُسْتَحَبُّ اسْتِحْبَابًا مُتَأَكِّدًا زِيَارَةُ الصَّالِحِينَ وَالْإِخْوَانِ وَالْجِيرَانِ وَالْأَصْدِقَاءِ وَالْأَقَارِبِ وَإِكْرَامُهُمْ وَبِرُّهُمْ وَصِلَتُهُمْ وَضَبْطُ ذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ أَحْوَالِهِمْ وَمَرَاتِبِهِمْ وَفَرَاغِهِمْ وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ زِيَارَتُهُ لَهُمْ عَلَى وَجْهٍ لَا يَكْرَهُونَهُ وَفِي وَقْتٍ يَرْضَوْنَهُ وَالْأَحَادِيثُ وَالْآثَارُ فِي هَذَا كَثِيرَةٌ مَشْهُورَةٌ ا هـ .
Al-Nawawi berkata dalam al-Adzkar: Dianjurkan berkunjung orang saleh, saudara, tetangga, kawan, kerabat dan memulia-kan, silaturrahim. Hal ini sesuai dengan keadaan mereka. Berkunjung kepada mereka pada waktu yang mereka senangi. Hadisnya banyak dan populer.
Ma'ruf Khozin, anggota Aswaja Center PWNU Jatim
0 Response to "Dalil mudik"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR