-->

Ternyata Rambut Wanita tidak semuanya di pahami sebagai Aurat


Hukum Memakai Jilbab
(untuk teman-teman yang antipati terhadap Habib Quraisy Syihab)
oleh Ahmad Mundzir

Mohon maaf sebelumnya, supaya tidak terjadi salah faham dan faham yang salah. Perlu kami sampaikan kepada teman-teman yang antipati terhadap Pak Quraisy Syihab secara total karena menganggap bahwa Pak Quraisy sudah secara terang-terangan berfatwa tentang hukum memakai hijab yang sudah ijma' ulama dengan memakai referensi kitab "Ahkam al Fuqaha hlm 123" di mana dalam kitab itu dikutip tulisan Syech Hasan bin Ammar Al Hanafi dalam kitab Maraqi Al Falah Bi Imdadi Al Fattah
maka berikut kami kutip langsung dari kitab sumber sebagaimana yang ada di gambar.
Di sana tertulis 

فشعر الحرة حتى المسترسل عورة فى الاصح وعليه الفتوى (ص 89)
"Rambut wanita merdeka hingga yang terurai adalah aurat menurut pendapat al ashah. Dan demikianlah yang telah difatwakan.

Oleh teman-teman dikatakan bahwa rambut itu aurat menurut ijma' ulama'.
Pemahaman bahwa itu ijma' jika mengacu dalam kitab tersebut jelas tidak tepat. Di sana secara nyata dikatakan dengan kalimat 'فى الاصح" di belakangnya, bukan اتفق di depannya atau على الاتفاق di belakangnya.
Dalam literasi fiqh, ada istilah "wajah/awjuh" yang bermacam-macam, ada adzhar, dzahir, masyhur, madzhab, ashah, shahih, dlaif dsb.

Adapun definisi "ashah" sebagaimana yang terkutip di atas adalah Pendapat yang diambil dari dua atau tiga lebih wajah (wajah adalah perbedaan pendapat antar pengikut Imam Syafii) yang perbedaanya kuat. Adapun lawan kata ashah adalah sahih (صحيح).

Dalam muqoddimah kitab Al Bayan Juz 1 hal 57 Imam Ibnu hajar mengistilahkan Al Ashah dengan kata- kata Al Aujuh (على الاوجه)
Artinya pendapat antara ashah dan shahih itu masing-masing dikemukakan oleh ulama Syafi’iyyah yang berlandaskan kaidah dan metode ushul fiqh Imam Syafi’i.
Antara ashah dan shahih SEMUA SAH DAN BOLEH DIAMALKAN. Hanya saja lebih kuat ashah namun bukan berarti mengikuti pendapat yang berlawanan itu tidak diperbolehkan, masih boleh.

Yang tidak boleh adalah menggunakan lawan kata shahih. Sebab lawan katanya adalah dlaif. Misal, ada satu keterangan menyatakan "على الصحيح" maka pendapat kesebalikannya adalah dlaif yang berarti lemah dan tidak boleh digunakan.
Jadi, kesimpulannya, jika kita melihat ibu nyai - ibu nyai dari para kiai alim dahulu seperti istri Mbah Kiai Ali Maksum, Mbah Wahid Hasyim, Mbah Bisyri dsb yang memakai kerudung dengan rambut terlihat adalah tidak masalah jika mengacu kaidah-kaidah tersebut.

Saya kira orang-orang alim dahulu itu lebih memahami fiqh secara detail dan mendalam.

Sekali lagi, tulisan ini saya tulis hanya dalam rangka supaya teman-teman tidak mudah antipati terhadap ulama' yang sudah diakui kredibilitasnya. Jangan-jangan kita saja yang belum sampai ilmunya. Apalagi hanya masalah satu fatwa lalu menganggap Habib Quraisy liberal, syiah dan macam-macam. Naudzu billah..
Dan jika niat kita amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana dikatakan oleh Pak Quraisy dalam mata najwa kemarin, sesuatu yang masuk kategori harus di'amar-ma'ruf nahi munkarkan' adalah ada beberapa syarat, di antaranya adalah mujma' alayh (telah disepakati ulama'). Dalam tataran sini, kita mungkin perlu meneliti dan menelaah kembali. Maksud saya, kita jangan sampai melihat perbedaan pendapat ini merupakan kemungkaran yang disepakati ulama, jangan! itu kurang tepat.

Mohon koreksi teman-teman. Silahkan ditulis di kolom komentar ya.
Brabo, 2 Syawal 1438 H / 26 Juni 2017 M


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Ternyata Rambut Wanita tidak semuanya di pahami sebagai Aurat"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel