Gusdur dan Para pencacinya
Siapa yang banyak mencaci, maka ia akan banyak dicaci. Sebab, mencaci akan melukai hati orang yang dicaci sehingga yang dicaci cenderung akan balas mencaci.
Bayangkan jika yang suka mencaci itu tokoh panutan banyak orang. Maka caciannya akan banyak ditiru, mengalami pelipat-gandaan dan berkembang biak mengikuti perkembangan-biakan para pengikutnya. Ruang publik kita akan kotor dengan caci maki.
Namun, kita tahu, tak setiap yang dicaci adalah pencaci. Bangsa ini beruntung memiliki para tokoh ulama seperti Gus Dur, Cak Nur, Gus Mus, Habib Quraish, Buya Syafii, Habib Luthfi... Mereka sering dicaci, tapi dari lisannya tak keluar cacian serupa apalagi cacian yang lebih dahsyat darinya.
Sekalipun Gus Dur dihardik dengan "buta mata buta hati", Gus Dur tak lantas membalasnya. Gus Dur memilih diam, sabar, dan memaafkan. Walaman shabara wa ghafara fainna dzalika min azmil umur.
Cacian tak berhenti walau Gus Dur sudah mati. Sang pencaci masih saja mencaci. Ketika kuburan Gus Dur rusak, ia mengolok-olok Gus Dur dengan ungkapan tak layak. Bukankah Nabi SAW pernah bersabda, "udzkuru mahasina mawtakum" (sebutlah kebaikan orang-orang yang sudah meninggal dunia di antara kalian).
Suatu waktu, ketika masih hidup, Gus Dur ditanya mengapa dirinya tak menyerang balik dengan mencaci. Bukankah dalam al-Qur'an ada ayat, "fajaza'u sayyiatin sayyiatun mitsluha", Gus Dur biasanya menjawab, "biarin saja. Bangsa ini nanti akan tahu, siapa kita sebenarnya".
Karena itu, pengikut Gus Dur sebaiknya tak mencaci karena Gus Dur tak mengajarkan "balik mencaci" ketika dicaci. Tsumma ila ruhi Gus Dur, al-fatihah.
Salam,
Ahad, 21 Mei 2017
Abdul Moqsith Ghazali
0 Response to "Gusdur dan Para pencacinya"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR