Arti Kafir menurut Islam Ibadi
Saya sudah sering sekali memosting tentang konsep "kafir" di Facebook ini. Maaf yang saya maksud dengan kata "kafir" ini bukan "kangen Firza" atau "kangen Fir'aun" ya? he he.
Pada dasarnya kata "kafir" itu yang berarti "pelaku tindakan kufur" sangat beraneka ragam penggunaannya dalam sejaran Islam dan masyarakat Arab, semua tergantung pada konteks, situasi, dan kondisi. Dalam Al-Qur'an juga ada ratusan kata yang berakar "k-f-r" ini yang juga memiliki makna beragam.
Kata "kafir" ini sudah biasa digunakan di kalangan masyarakat Arab jauh sebelum Islam lahir di abad ke-7 M. Akar kata "k-f-r" ini bermakna "menutupi" (seperti "cover, koper"), maka orang yang melakukan tindakan menutupi ini disebut "kafir" karena itu Al-Qur'an (juga masyarakat Arab klasik) menyebut "petani" sebagai "kafir" karena aktivitasnya menutupi benih-benih di ladang.
Nah, bagi pengikut aliran Islam Ibadi atau Ibadiyah (silakan baca penjelasannya di beberapa postingan Kuliah Virtual-ku di FB-ku ini), secara teologis, kata "kafir" ini bisa berlaku untuk non-Muslim maupun Muslim. Dalam hal ini, Ibadiyah berbeda dengan kalangan Sunni maupun Khawarij.
Sunni cenderung menyamakan "kafir" dengan "orang yang tak beriman" (unbeliever) atau non-Muslim. Sedangkan Khawarij menganggap Muslim yang melakukan dosa sebagai "musyrik" dan "kafir" sekaligus yang pantas untuk dihukum (apalagi non-Muslim). Para pengikut ISIS, Al-Qaedah, dan berbagai jaringan teroris pada umumnya adalah "anak-cucu" sekte Khawarij ini.
Ibadi membedakan antara "kafir syirik" dan "kafir ni'mah". Menurut kalangan Ibadiyah, kata "kafir" merujuk pada "orang yang tak berterima kasih". Menurut mereka, kata "kufur" (rasa, sikap dan tindakan tak berterima kasih) adalah lawan dari "syukur" (rasa, sikap, dan tindakan berterima kasih). Karena itu kata "kafir" (orang yang tak berterima kasih) adalah lawan dari dari "syakir" (orang yang bersyukur atau berterima kasih).
Pandangan ini diambil dari salah satu ayat Al-Qur'an yang menegaskan bahwa: Barang siapa yang bersyukur (atas nikmat Allah) maka akan ditambahi kenikmatannya, dan barang siapa yang 'berkufur' [tidak mengsyukuri nakmat-Nya) maka akan disiksa di kemudian hari."
Bagi kalangan Ibadiyah, Muslim yang melakukan tindakan kufur (atau "Muslim kafir" atau "kafir Muslim") harus dihukum dengan cara didiamkan, dipisahkan, dan dikucilkan dari pergaulan (atau "disosiasi" atau "bara'ah") semacam "hukuman sosial" sampai mereka menyadari kesalahannya, bukan dihukum dengan cara-cara kekerasan (seperti kalangan Khawarij dan neo-Khawarij).
Jadi, menurut aliran Ibadiyah ada "kafir Muslim" (yang disebut "kafir ni'mah"), ada "kafir non-Muslim" (disebut "kafir syirik"). Harap diingat, istilah "kafir syirik" ini merujuk pada "kaum tak beriman yang tak berterima kasih". Kalau "kafir ni'mah" adalah "kaum beriman yang tak berterima kasih".
Bagi Ibadiyah, yang dimaksud kaum tak beriman ("musyrikun", jamak dari "musyrik") itu adalah kaum pagan dan kalangan politeis, bukan kelompok monoteis. Karena itu umat Ibadiyah (mayoritas di Oman tapi juga di berbagai negara di Afrika Utara) ini dikenal sangat rukun dan harmonis dengan berbagai kelompok agama non-Islam. Mereka dikenal sebagai "kelompok damai". Di Oman, memang banyak sekali tempat-tempat ibadah non-Islam (termasuk gereja dan kuil) yang bertebaran dan berdampingan, sebagai simbol harmoni antar-umat beragama.
Jabal Dhahran, Jazirah Arab
#KafirMenurutIslamIbadi
0 Response to "Arti Kafir menurut Islam Ibadi"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR