Provokasi Atas Nama Agama
April 16, 2017
Add Comment
FAQUHA.com- Bagaimana hukum menjadi provokator yang menebarkan kebencian
kepada non muslim dan memicu tindakan anarkis atas nama jihad fi sabilillah?
Adi, Jawa Timur
Jawab:
Di Indonesia ini jihad kadang diposisikan secara rendah.
Seorang penyanyi dangdut, misalnya, dengan dangdutnya itu mengaku berjihad.
Lho, jihad kok pakai gitar. Jihad itu tinggi kedudukannya. Baru membakar warung
remang-remang dibilang berjihad. Saya
khawatir kalau jihadnya seperti itu, yang terjadi adalah kekacauan.
Dalam Islam ada kondisi perang dan ada kondisi damai. Allah
SWT. Berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 190:
وَقَاتِلُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S. al-Baqarah: 190)
Kalau mereka tidak memerangi kita, tidak boleh kita
menyerang mereka, membakar tempat ibadah mereka, merusak dan menjarah barang
milik mereka. Ada sementara ahli tafsir yang berpendapat, memerangi orang yang
tidak memerangi kita tergolong melampaui batas, seperti yang tersebut dalam
ayat tadi.
Dalam sejarah, ada kalanya Nabi SAW memerangi orang-orang
Nasrani, seperti yang terjadi pada pernag Mu’tah. Karena tersiar kabar
orang-orang Nasrani yang berada di bawah kerajaan Bizantium sedang bersiap
menyerang kaum muslim, Nabi menyongsong mereka di tengah jalan. Tapi di pihak
lain, Nabi tidak pernah mengusik orang-orang Nasrani Najran karena mereka tidak
pernah melakukan permusuhan. Orang-orang Yahudi juga biasa keluar-masuk rumah
beliau dengan damai.
Menurut kami, cobalah ikuti petunjuk Nabi. Beliau itu tidak
pendendam. Di antara ciri-ciri muttaqin (orang-orang bertakwa), sebagaimana
firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 134, adalah sebagai berikut:
وَالْكَاظِمِينَ
الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
kesalahan orang. (Alu Imran: 134)
Pernah dalam suatu peperangan, Nabi SAW tertidur di bawah
pohon, sementara pedangnya tergantung di dahan. Seorang lelaki kafir
mengendap-endap, mengambil pedang itu, dan menodongnya ke tubuh Nabi.
“Siapa yang bisa membelamu dari aku, Muhammad?”
“Allah”
Mendengar jawaban Nabi itu, sontak lelaki tadi bergetar
tubuhnya, pedang pun lepas. Nabi memungut senjata itu lalu balik menodong
lelaki tersebut.
“Siapa yang membelamu sekarang dari aku?”
Orang tadi tidak bisa menjawab, diam ketakutan. (H.R. Muslim
dan Ahmad)
Hari itu masih ada pertempuran, meski telah memasuki jeda
karena telah menjelang sore. Seharusnya, absah saja kalau Nabi menebaskan
pedangnya ke tubuh lelaki malang tadi. Tapi beliau tidak melakukan itu. Para
ahli menduga, Nabi khawatir perbuatannya telah didasari dendam pribadi.
Kadang seseorang itu membaca ayat sepotong-potong. Misalnya
surat al-Baqarah ayat 193:
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا
عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi
dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. (Q.S. al-Baqarah:
193)
Mereka mengartikan fitnah di situ sebagai syirik, sehingga
orang kafir hendak dibunuh semua. Padahal terusan ayat ini adalah, “Tapi jika
mereka berhenti, maka tidak ada permusuhan, kecuali pada orang-orang yang
lalim.” Lagi pula, penafsiran seperti tadi bertentangan dengan firman Allah
surat Yunus ayat 99:
وَلَوْ
شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ
النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua
orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?. (Q.S. Yunus: 99)
Provokator itu kelakuannya mengadu domba, namimah dalam
bahasa Arabnya. Itu jelas berdosa. Provokator itu tidak ada tindakan, tapi
akibatnya bisa bermacam-macam. Mungkin pembakaran, mungkin malah pemberontakan.
Apa sangsinya? Dalam hukum Islam ada hukum had ada juga
hukum ta’zir (penjeraan). Had adalah hukum yang sudah ditentukan bentuk dan
kadarnya (potong tangan, misalnya), sedang ta’zir tidak ada ketentuan yang
jelas. Tapi ta’zir bisa saja melebihi hukuman had, tergantung masalah
kemaslahatannya. Pengedar narkoba, misalnya, bisa saja dihukum mati. Begitu
pula dengan provokator, bisa dihukum berat atau ringan, tergantung bagaimana
kemaslahatan umum menghendakinya, tergantung akibat yang ditimbulkan.
(Sumber: Buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal)
0 Response to "Provokasi Atas Nama Agama"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR