Menelaah Kembali Hadis-Hadis Larangan “Isbal”
April 16, 2017
Add Comment
FAQUHA.com- Sudah sangat lazim dalam kehidupan
bermasyarakat kita sebagian dari saudara-saudara kita yang mengenakan
pakaian-pakaian (yang katanya) ala Nabi dengan alasan untuk mengamalkan
sunnah-sunnahnya, salah satunya adalah berpakaian dengan mengatungkan celana agar
tidak sampai di bawah mata kaki. Karena memanjangkan pakaian sampai di bawah
mata kaki adalah Isbal. Sedangkan dalam sebagian literatur hadis, isbal adalah
suatu hal yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam
Sahih-nya dari Abu Hurairah:
ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي
النار
Bagian kain yang memanjang ke
bawah menutupi dua mata kaki adalah berada di neraka
Jika kita hanya membaca dan menggunakan hadis di atas, maka
seolah-olah yang menjadi permasalahannya adalah pakaian yang menjulur sampai di
bawah mata kaki. Seolah-olah hanya karena pakaian yang menjulur ke bawah
seseorang dikatakan pantas masuk neraka. Padahal dalam hadis di atas,
Rasulullah sama sekali tidak menyampaikan alasan apapun.
Maka dari itu, hadis di atas tidak bisa difahami secara
parsial. Dibutuhkan pembacaan yang lebih komprehensif dengan mengumpulkan
riwayat-riwayat lain yang setema agar pembaca bisa menemukan inti dari hadis
tersebut. Dan juga agar pemahaman kita terhadap hadis larangan menjulurkan kain
tersebut bisa lebih utuh dan tidak terkesan setengah-setengah.
Salah satu metode pemahaman hadis, sebagaimana yang
dilakukan oleh Ibnu Hajar al-Asyqalani adalah dengan mengumpulkan hadis-hadis
yang setema (Jam’u arriwayah). Dari model metode inilah kita bisa mengetahui
apakah hadis tersebut bertentangan dengan sumber-sumber hukum yang lain, atau
sekaligus menemukan illat dalam hadis lain yang tidak dicaantumkan dalam hadis
yang kita baca dan fahami pertama kali.
Dalam hadis lain, Bukhari juga meriwayatkan melalui Ibnu
Umar:
بينما رجل يجر إزاره خسف به فهو
يتجلجل في الأرض إلى يوم القيامة
Ketika seseorang laki-laki menyeret kainnya karena rendah
(menutupi mata kaki), maka ia berbuat sombong di muka bumi sampai hari kiamat.
Dari hadis di atas mulai muncul kata “sombong” dalam susunan
redaksinya. Hal ini sepertinya memiliki kaitan yang erat maksud menjulurkan
kain ke bawah mata kaki. Maka perlu dicari kembali hadis-hadis yang berkaitan
dengan “menjulurkan kain di bawah mata kaki” dan “sombong”.
Dalam beberapa riwayat yang lain, menjelaskan bahwa
konsekuensi neraka tersebut adalah bagi orang-orang yang sombong. Sebagaimana
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui Ibnu Umar:
لا ينظر الله يوم القيامة إلى من
جر ثوبه خيلاء
Allah tidak akan melihat
(merahmati) orang yang menyeret kainnya karena sombong. (H.R al-Bukhari)
Dalam riwayat lain juga dijelaskan bahwa nabi membiarkan Abu
Bakar menyeret kainnya:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ
إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي
يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ
Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang menyeret kainnya karena
sombong, maka Allah tidak akan melihat (merahmati)-nya. Kemudian Abu Bakar
bertanya: Wahai Rasulullah, susungguhnya bagian dari kainku menjulur. Kecuali
aku harus terus menjaganya agar tidak menjulur. Rasulullah bersabda: Kamu tidak
termasuk orang yang melakukannya dengan sombong. (H.R al-Bukhari)
Dari hadis di atas, Abu Bakar dibiarkan oleh Rasulullah SAW
menjulurkan kainnya karena Abu Bakar tidak termasuk orang yang sombong. Menurut
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari-Nya, Abu bakar selalu menjulurkan kainnya karena
badanya yang kurus. Sehingga kain tersebut menjulur sendiri tanpa diinginkan
oleh Abu Bakar. Bahkan al-Bukhari secara khusus membuat bab tersendiri yang
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “menjulurkan kainnya” adalah karena
sombong. Bab tersebut diberi judul oleh al-Bukhari dengan “Bab Man Jarra
Tsaubahu Khuyalaa’a”.Dalam riwayat lain juga disebutkan:
لا ينظر الله يوم القيامة إلى من
جر ثوبه بطرا
Allah tidak akan melihat (merahmati) orang yang menyeret
kainnya karena sombong. (H.R al-Bukhari)
بينما رجل يمشي في خلة تعجبه نفسه
مرجل جمته إذ خسف الله به فهو يتجلجل إلي يوم القيامة
Ketika seseorang berjalan dengan pakaian yang membuat
dirinya bangga, menata rambut belakangnya sampai bahu, seketika itu Allah
merendahkannya, maka ia akan tenggelam sampai hari kiamat. (H.R al-Bukhari).
Dari hadis-hadis di atas, walaupun dengan redaksi yang
berbeda, sebenarnya mengerucut pada satu hal yang sama, yakni sombong. Bahkan
Ibnu Hajar al-Asqalani pun mengatakan bahwa keharaman menjulurkan kain sampai
di bawah mata kaki khusus berlaku bagi orang yang sombong.
Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA. mengutip Ibnu Hajar
al-Asqalani menyebutkan bahwa apabila ada dua hadis, yang pertama tidak
mencantumkan illat sedangkan hadis-hadis lain mencantumkan maka hadis yang
menyebutkan illat harus diunggulkan.
Termasuk pada hadis menjulurkan kain ini. Maka bisa disimpulkan yang
sebenarnya dilarang oleh nabi bukanlah terletak pada perkara menjulurkan
kainnya, melainkan pada sifat sombongnya.
Maka wajar jika orang tersebut masuk neraka. Karena hal itu
merupakan konsekuensi dari sifat sombong yang dimilikinya melalui lantaran
menjulurkan pakaian ke bawah. Hal ini senada dengan hadis yang diriwayatkan
oleh Muslim melalui Ibnu Masud:
لا يدخل الجنة من كان في قلبه
مثقال ذرة من كبر
Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya terdapat sifat sombong
seberat dzarrah. (H.R. al-Bukhari)
Kain dan Identitas Strata
Membaca sebuah hadis tidak bisa lepas dari kondisi sosial
saat itu, ketika orang arab pada masa itu banyak yang dilanda paceklik dan
kemiskinan. Sehingga kain pun menjadi komoditas yang termasuk langka. Bahkan
sebagian masyarakat arab saat itu harus bergantian dengan pasangannya jika mau
keluar rumah. Karena mereka hanya memiliki satu baju untuk berdua. Sedangkan
para orang kaya mereka masih memiliki banyak kain bahkan saking banyaknya
sampai kain tersebut menjulur ke bawah hingga terseret-seret.
Di saat seperti itulah nabi ingin mengajarkan kita arti
peduli dan arti sederhana yang sesungguhnya. Yakni tidak berlebihan untuk diri
sendiri di saat yang lain sedang kesulitan.
Analoginya seperti ini, jika di desa kita handphone adalah
suatu hal yang sangat langka, dan di saat itu kita adalah satu-satunya orang
yang memiliki handphone maka biasanya kita akan sering menggunakannya di luar
rumah agar dilihat orang. Di saat seperti inilah hati kita akan merasa bahwa
kita lebih baik dari pada tetangga-tetangga kita yang tidak memiliki handphone.
Di saat seperti itulah muncul sifat sombong dalam diri kita. Dan hal seperti
inilah yang dilarang oleh Rasulullah SAW.
Tidak Isbal tapi tetap sombong
Sudah sangat jelas sekali bahwa illat dari hadis tersebut
adalah sombong. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang ingin mengamalkan hadis
tersebut sehingga semua celanannya dibuat cingkrang? Tentu hal itu tidak
masalah jika memang benar-benar ingin mengharap keberkahan dengan ittiba’
(mengikuti) nabi. Namun jika dalam hatinya dia merasa lebih baik dari
orang-orang yang tidak bercelena atau bersarung di atas mata kaki, atau malah
menyalahkan orang yang tidak memakai celana cingkrang, bahkan mengkafirkan,
maka justru orang tersebutlah yang memiliki sifat sombong yang sejatinya dimaksudkan
dalam hadis-hadis di atas. Wallahu alam.
Sumber: Darusunnah
0 Response to "Menelaah Kembali Hadis-Hadis Larangan “Isbal”"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR