Jangan mudah menganggap orang lain munafik
March 1, 2017
Add Comment
FAQUHA.com - Buya Hamka diminta menshalati jenazah Bung Karno.
Sebagian pihak mencegah Buya Hamka dengan alasan Bung Karno itu Munafik dan
Allah telah melarang Rasul menshalati jezanah orang Munafik (QS al-Taubah:84).
Buya Hamka menjawab kalem, "Rasulullah diberitahu sesiapa yang Munafik itu
oleh Allah, lha saya gak terima wahyu dari Allah apakah Bung Karno ini benar
Munafik atau bukan." Maka Buya Hamka pun menshalati jenazah Presiden
pertama dan Proklamator Bangsa Indonesia.
Itulah sikap ulama yang shalih. Beliau sadar bahwa memberi label
terhadap orang lain merupakan hak prerogatif Allah. Ciri-ciri Munafik yang
disebutkan dalam al-Qur'an seharusnya membuat kita mawas diri, bukan malah
digunakan untuk menyerang sesama Muslim, apalagi hanya karena perbedaan pilihan
politik.
Larangan buat Rasul menshalati jenazah orang Munafik itu karena doa
Rasul maqbul jadi tidak selayaknya Rasul turut mendoakan kaum Munafik. Akan
tetapi para sahabat yang lain tetap menshalatkan orang yang diduga Munafik
karena para sahabat tidak tahu dengan pasti mereka itu benar-benar Munafik atau
tidak. Rasul hanya menceritakan bocoran dari langit sesiapa yang Munafik itu
kepada sahabat yang bernama Huzaifah. Huzaifah tidak pernah mau membocorkannya
meski didesak Umar bin Khattab. Walhasil Umar tidak ikut menshalati jenazah
bila dia lihat diam-diam Huzaifah tidak ikut menshalatinya, tetapi Umar sebagai
khalifah tidak pernah melarang sahabat lain untuk ikut menshalati jenazah
tersebut. Belajarlah kita dari sikap Umar, Huzaifah dan Buya Hamka.
Masalah kepemimpinan umat itu buat Ahlus Sunnah wal Jama'ah (ASWAJA)
bukan perkara aqidah. Lihat saja rukun iman dna rukun Islam kita tidak
menyinggung soal kepemimpinan. Ini perkara siyasah, bukan aqidah. Jadi, ASWAJA
tidak akan mudah mengkafirkan atau memunafikkan orang lain hanya gara-gara
persoalan politik. Kalau ada yang sampai tega mengkafirkan sesama Muslim hanya
karena persoalan politik dapat dipastikan dia bukan bagian dari ASWAJA.
Kitab Aqidah Thahawiyah yang menjadi pegangan ulama salaf mengingatkan
kita semua:
. لا
ننزل أحد منهم جنة ولا نارا، ولا نشهد عليهم بكفر ولا شرك ولا بنفاق ما لم يظهر
منهم شيء
من ذلك، ونذر سرائرهم إلى الله تعالى
"Kami tidak memastikan salah seorang dari mereka masuk surga atau
neraka. Kami tidak pula menyatakan mereka sebagai orang kafir, musyrik, atau
munafik selama tidak tampak lahiriah mereka seperti itu. Kami menyerahkan
urusan hati mereka kepada Allah ta’ala".
Begitulah berhati-hatinya para ulama salaf menilai status keimanan
orang lain. Apa yang tampak secara lahiriah bahwa mereka itu shalat, menikah
secara Islam, berpuasa Ramadan, maka cukup mereka dihukumi secara lahiriah
sebagai Muslim, dimana berlaku hak dan kewajiban sebagai sesama Muslim, seperti
berta'ziyah, menshalatkan dan menguburkan mereka. Masalah hati mereka, apakah
ibadah mereka benar-benar karena Allah ta'ala itu hanya Allah yang tahu. Itulah
sebabnya Buya Hamka tidak ragu memimpin shalat jenazah Bung Karno.
Imam al-Ghazali juga telah mengingatkan kita semua dalam kitabnya
Bidayah al-Hidayah:
ولا
تقطع بشهادتك على أحد من أهل القبلة بشرك أو كفر أو نفاق؛ فإن المطلع على السرائر
هو الله تعالى، فلا تدخل بين العباد وبين الله تعالى، واعلم أنك يوم القيامة لا
يقال لك: لِم لمَ تلعن فلانا، ولم سكت عنه؟ بل لو لم تعلن ابليس طول عمرك، ولم
تشغل لسانك بذكره لم تسأل عنه ولم تطالب به يوم القيامة. وإذا لعنت أحدا من خلق
الله تعالى طولبت به،
“Janganlah engkau memvonis syirik, kafir atau munafik kepada seseorang
ahli kiblat (orang Islam). Karena yang mengetahui apa yang tersembunyi dalam
hati manusia hanyalah Allah SWT. Jangan pula engkau ikut campur dalam urusan
hamba-hamba Allah dengan Allah SWT. Ketahuilah, bahwa pada hari kiamat kelak
engkau tidak akan ditanya : 'mengapa engkau tidak mau mengutuk si Anu? Mengapa
engkau diam saja tentang dia?' Bahkan seandainya pun kau tidak pernah mengutuk
Iblis sepanjang hidupmu, dan tidak menyebutnya sekalipun, engkau pun tidak akan
ditanyai dan tidak akan dituntut oleh Allah nanti di hari kiamat. Tetapi jika
kau pernah mengutuk seseorang makhluk Allah, kelak kau akan dituntut
(pertanggungjawabannya oleh Allah SWT)".
Belakangan ini di medsos seringkali banyak yang berkomentar "anda
muslim?" untuk meragukan dan mempertanyakan keislaman orang lain hanya
karena berbeda pendapat. Atau menjadi viral saat ini ajakan untuk tidak
menshalatkan jenazah mereka yang memilih pemimpin non-Muslim karena dianggap
Munafik. Penjelasan saya di atas telah menunjukkan bahwa sikap meragukan
keislaman orang lain dan mudah memvonis orang lain Munafik adalah sikap yang
tidak pantas dilakukan sesama Muslim. Para sahabat Nabi dan ulama salaf akan
berhati-hati dalam soal ini.
Mari kita jaga ukhuwah keislaman, ukhuwah kebangsaan, dan ukhuwah
kemanusiaan.
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen
Senior Monash Law School
0 Response to "Jangan mudah menganggap orang lain munafik"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR