Imam Syafi’i tidak pernah kutip Sahih Bukhari-Muslim
April 15, 2016
Add Comment
Imam Syafi’i tidak pernah kutip Sahih Bukhari-Muslim
Ilustrasi faquha.com |
Faquha.site – “Dunia memasuki akhir zaman” penulis
sepakat memang kita ada di penghujung zaman, begitupula, penulis sepakat bahwa
dunia akhir zaman seiring dengan banyaknya perilaku bid’ah
Namun penulis tidak sepakat bahwa tanda dari perilaku bid’ah
adalah karena tersebarnya ajaran-ajaran Madzhab fiqh 4, perilaku mayoritas umat
Islam yang memilih pendapat madzhab daripada pada hadis dan pendapat salaf.
Penulis tidak berkampanye untuk tinggalkan sahih
bukhari-muslim, namun hanya menjawab mereka sengaja mengadu dombakan pendapat
mazhab dan konten hadis sahih bukhari Muslim
Mereka adalah para wahabi salafi (selfie) mengaku paling
mengikuti sunnah karena lebih memilih hadis bukhari daripada pendapat syaf’i
atau syafi’yyah, padahal jika ukurannya siapa yang terdekat kepada rasul dan
generasi para sahabat, tentu karya Imam Syafi’i lebih dahulu daripada Sahih
Bukhari
Bahkan para imam mazhab empat; Abu Hanifah, Malik,
Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, sama sekali tidak pernah menggunakan hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Kenapa?
Pertama, karena mereka lahir jauh sebelum
Bukhari (194-265 H) dan Muslim (204-261 H) dilahirkan. Sementara Imam Malik
wafat sebelum Imam Bukhari lahir. Begitu pula saat Imam Syafi’ie wafat, Imam
Bukhari baru berumur 8 tahun sementara Imam Muslim baru lahir.
Tentu tidak mungkin para Imam Mazhab tersebut berpegang pada
Kitab Hadits yang belum ada pada zamannya?
Kedua, karena
keempat imam mazhab itu merupakan pakar hadits paling top di zamannya. Tidak
ada ahli hadits yang lebih baik dari mereka.
Ketiga, karena keempat imam mazhab itu hidup
di zaman yang lebih dekat ke Rasulullah SAW dibanding Imam Bukhari dan Imam
Muslim, maka hadits mereka lebih kuat dan lebih terjamin keasliannya ketimbang
di masa-masa berikutnya.
Keempat, justru Imam Bukhari dan Muslim malah
bermazhab Syafi’ie. Karena hadits yang mereka kuasai jumlahnya tidak memadai
untuk menjadi Imam Mazhab. Imam Ahmad berkata untuk jadi mujtahid, selain hafal
Al Qur’an juga harus menguasai minimal 500.000 hadits. Nah hadits Sahih yang
dibukukan Imam Bukhari cuma 7000-an. Sementara Imam Muslim cuma 9000-an.
Belum puas?
Salah satu dari 11 murid Imam Sya’fi’i yang terkenal adalah
Abdullah bin Zuber bin Isa Abu Bakar al-Humaidi (wafat 219 H) seorang Mufti
Mekah abad ke-3 Hijriah, dia adalah
gurunya Imam al-Bukhari
Imam Bukhari juga menulis nama Imam Syafi’i dalam Sahih
Bukharinya dalam Bab Rikaz Kitab Zakat, dan pada bab ‘Araya dalam Kitab Buyu’
Begitupun Sulaiman bin ‘Asy’ats bin Ishaq as Sijistani,
dikenal dengan Imam Abu Dawud pengarang Sunan Abi Dawud (wafat 275 H), dia
adalah muridnya Ishaq ibn Rayuhah, dan Ishaq ibn Rayuhah adalah muridnya Imam
Sya’fi.
Jangan tertipu dengan Wahhabi
Mereka para wahhabi mengklaim tidak mengikuti pendapat
ulama, mereka tinggalkan bermadzhab, dan mengutuk keras perbuatan taklid. Dengan
dalih ikut tradisi ahli Hadis, demi untuk memurnikan ajaran rasul, terbar sunnah
dan berantas bid’ah
Menurut kelompok ini Imam Mazhab yang 4 itu kerjaannya cuma
merusak agama dengan mengarang-ngarang agama dan menambah-nambahi seenaknya. Padahal
Imam Mazhab tsb menguasai banyak hadits.
Imam Malik misalnya, seorang penyusun Kitab Hadits Al
Muwaththo. Dengan jarak hanya 3 level perawi hadits ke Nabi, jelas jauh lebih
murni ketimbang Sahih Bukhari yang jaraknya ke Nabi bisa 6-7 level.
Mazhab ahli Hadis?
Ada beberapa tokoh yang anti terhadap Mazhab Fiqih yang 4
itu kemudian mengarang-ngarang sebuah nama mazhab khayalan yang tidak pernah
ada dalam sejarah, yaitu mazhab “Ahli Hadits”. Seolah-olah jika tidak bermazhab
Ahli Hadits berarti tidak pakai hadits dan meninggalkan hadits. Seolah-olah para
Imam Mazhab tidak menggunakan hadits dalam mazhabnya. Padahal mazhab ahli
hadits itu adalah mazhab para ulama peneliti hadits untuk mengetahui keshahihan
hadits dan bukan dalam menarik kesimpulan hukum (istimbath).
Kalaulah benar pernah ada mazhab ahli hadits yang berfungsi
sebagai metodologi istimbath hukum, lalu mana ushul fiqihnya? Mana
kaidah-kaidah yang digunakan dalam mengistimbath hukum? Apakah cuma sekedar
menggunakan sistem gugur, bila ada dua hadits, yang satu kalah shahih dengan
yang lain, maka yang kalah dibuang?
Lalu bagimana kalau ada hadits sama-sama dishahihkan oleh
Bukhari dan Muslim, tetapi isinya bertentangan dan bertabrakan tidak bisa
dipertemukan?
Imam Syafi’ie membahas masalah kalau ada beberapa hadits sama-sama
shahihnya tetapi matannya saling bertentangan, apa yang harus kita lakukan?
Beliau menulis kaidah itu dalam kitabnya : Ikhtilaful Hadits yang fenomenal.
(bersambung)
0 Response to "Imam Syafi’i tidak pernah kutip Sahih Bukhari-Muslim"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR