-->

ULUMUL QURAN; PENGUMPULAN AL-QURAN (JAM’ AL-QURAN)


A.    Pengumpulan al-Quran pada masa Nabi Saw
Pada masa Nabi Saw, maksud dari pengumpulan adalah:

1.      Pengumpulan dalam dada (mengahapal), menghayati dan mengamalkan
Menurut Al-Zarqani, Nabi saat itu ditengah masyarakat yang ummy, yang salah karakternya adalah selalu mengerahkan segenap kekuatan hafalannya terhadap apa yang dianggapnya penting, hafalan pada saat itu merupakan kebanggaan yang digunakan untuk mengahafal sya’ir dan nasab.

Begitupun Nabi Muhammad sangat terobesesi untuk menghafal al-Quran, meski saat kondisi berat menghadapi wahyu dan Jibril sedang turun, Nabi terus menggerakan lidahnya demi mendapatkan hafalan yang cepat, karena khawatir ada satu kata atau satu huruf yang terlewatkan. Hingga Allah swt menenangkan hati beliau dengan berjanji akan menghimpun al-Quran ke dalam hati Nabi, dan membuat mudah membaca serta memahami pengertiannya. Lihat dalam surah al-Qiyamah ayat 16-19.

Dalam satu tahun sekali Jibril mengulang bacaan al-Quran di depan Nabi. lalu Nabi mengajarkan kepada para sahabat sedikit demi sedikit. Sehingga al-Quran mendapatkan posisi paling pertama mendapat perhatian sahabat untuk dihafalkan, dikaji, dipahami dan diamalkannya. Kadang-kadang, ada gadis yang rela dinikahi dengan mas kawin sebuah surah al-Quran yang akan diajarkan oleh suami kepadanya.

Para sahabat menghindari nyenyak tidur dan istirahat malam demi menikmati malam dengan membaca al-Quran dan shalat, sementara orang-orang sedang tidur lelap. Bahkan orang yang melewati rumah-rumah sahabat di tengah malam akan mendengar suara seperti gemuruhnya lebah, karena mereka sedang membaca al-Quran. Di mesjid sampai terdengar gemuruh membaca al-Quran sehingga Nabi memerintahkan mereke untuk merendahkan suara agar tidak saling mengganggu.

2.      Pengumpulandengan cara ditulis dalam berbagai media
Diriwayatkan dari Ibn Abbas, “Jika turun kepada beliau suatu surah, maka beliau akan  memanggil sebagian orang yang akan menulisnya, lalu beliau bersabda: “Letakanlah surah ini pada tempat yang menyebutkan begini dan begini”
Adapun para sahabat menuliskan al-Quran dalam media yang mudah didapatkan seperti pada batang kurma, batu dan lainnya. Sekertaris penulis wahyu diantaranya adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abi Sufyan, Khulafa Rasyidin, dan sahabat lain. Ayat-ayat al-Quran di tulis sebagai dokumentasi para sahabat dan untuk memperkuat hapalan[1].
Para Ulama sepakat bahwa pengumpulan alquran adalah tauqifi (menurut ketentuan) artinya susuannya sebagaimana yang kita lihat sekrang ini. Disebutkan bahwa Jibril bila membawakan sebuah atau beberapa ayat kepada Nabi, ia mengatkan, “Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk menempatkannya pada urutan ke sekian surat anu.” Demikian pula halnya Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat, “Letakanlah pada urutan ini”[2]

B.     Pengumpulan al-Quran pada masa Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar banyak menghadapi kesuitan dan perang menghadapi orang yang murtad (keluar dari agama Islam) misalnya perang Yamamah menghadapi pengikut Musailamah al-Kadzdzab, pada perang itu terdapat 70 orang Huffaz (penghapal) al-Quran ternama gugur. Lalu Umar bin Khattab menginisiasi atau mengusulkan kepada Khalifah (Abu Bakar) untuk mengumpulkan al-Quran

Pada awalnya Abu Bakar menolak usul dari Umar bin Khattab karena ia merasa khawatir bahwa ide Umar bin Khattab adalah bid’ah yang tidak dikehendaki oleh Rasul, lalu Umar menjawab bahwa sangat penting demi kelestaria kitab al-Quran dan demi terpeliharanya dari kemusnahan dan perubahan. Akhrinya  Abu Bakar mengutus Zaid bin Tsabit untuk menangani dan mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf.

Pada awalnya Zaid menolak dan berkata “Demi Allah, andaikata aku ditugaskan untuk memindahkan sebuah bukit tidaklah lebih berat jika dibandingkan dengan tugas yang dibebankan kepadaku ini” Lalu Abu Bakar berkata “Wahai Zaid, kau adalah seorang pemuda yang tangkas yang tidak kami ragukan. Engkau adalah penulis wahyu Rasul.

1.      Langkah pengumpulan al-Quran oleh Zaid bin Tsabit
Zaid bin Tsabit sangat berhati-hati dalam menuliskan al-Quran, ia tidak menganggap cukup menurut yang dihapal dalam hati dan yang ditulis dengan tangannya serta hasil pendengarannya, tetapi ia bertiik tolak pada penyelidikan yang mendalam dari dua sumber: yakni pertama sumber hapalan yang tersimpan dalam hati para sahabat dan kedua sumber tulisan yang ditulis pada mushaf-mushaf (lembaran-lembaran) oleh sahabat.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya, Umar datang seraya mengatakan, “Siapa yang menerima alquran dari Rasulullah, hendaklah ia sampaikan” mereka menulisnya dalam lembaran-lembaran kertas, papan kayu, dan pelepah kurma. Zaid tidak mau menerimanya bagitu saja sebelum disaksikan oleh dua orang saksi

2.      Mushaf Ali
Ali secara pribadi memiliki mushaf khusu yang ditulisnya pada masa permulaan penggnakatna Khalifah Abu Bakra. Ia telah bertekad untuk menulisnya sehingga ia tidak keluar rumah, kecuali untuk melakukan slaat sampai ia selasai menulisnya.

Diriwayatkan oleh Al-Suyuthi ia berkata: “Pada saat pengangkatan Abu Bakar, Ali tetap berada di rumahnya. Ketika disampaikan kepada Abu bakar, bahwa ali tidak menyenangi bai’atnya, maka Abu Bakar mengirim surat kepada Ali, “Apakah Engkau tidak menyaki pengangkatanku?” Ali menjawab, “Aku melihat bahwa kitab Allah telah diselipi, jiwaku membisikkan kepada ku agar aku tidak memakia selendang atau berpakaian, kecuali bila kau melakukan salat sampai aku selesai membukukannya” Abu Bakar mengatakan kepadanya “Benar yang telah Engkau lakukan”. Ali memiliki satu mushaf, tetapi sebagaimana yang dikemukakan Ibn Sirin di dalamnya masih terdapat nasikh mansukh, tidak seperti mushaf Abu Bakar[3].

C.    Pengumpulan al-Quran pada masa Utsman Bin Affan
Pada masa Utsman bin Affan, daerah ekspansi Islam semakin meluas terpencar di berbagai daerah. Disetiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar, misalnya di Syam pengajar bacaan al-Quran adalah Ubay bin Ka’ab, di Kufah mengikuti Abdullah bin Mas’ud, dan sebagian yang lain mengikuti Abu Musa al-Asy’ari, diantara mereka terdapat perbedaan tetnang bunyi huru, dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan antarasesama. Dan saling mengklaim yang paling benar.

Seorang pengajar qiraat menyampaikan kepada anak didiknya. Demikian pula halnya dengan guru lainnya juga mengajarkan qiraat yang lain kepada anak didiknya. Ketika dua kelompok murid terebut bertemu dan mendpatkan perbedaan, mereka beselish, dan perselisihan ini pun dilakukan oleh guru mereka sehingga satu sama lain saling mengkufukan

Setelah kejadian itu Usman mengumpulkan sahabat-sahabat yang terkemuka cendekiawan untuk bermusyawarah untuk menanggulangi fitnah dan perselisihan. Lalu mereka sepakat untuk menyalin dan memperbanyak mushaf kemudian mengirimkannya ke segenap daerah dan kota. Selanjutnya mushaf yang telah ada dimusnahkan dan dibakar sehingga tidak ada lagi jalan yang menyebabkan pertikaian dan peselisihan dalam hal bacaan al-quran.

Dalam tugas ini Utsman menunjuk empat sahabat pilihan, yang hapalnnya dapat diandalkan, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said ibn Al-Ash, dan Abdurahman bin Hisyam. Mereka semua dari suku Quraish, Ustman berkata kepada mereka: “Bila anda sekalian menemui perselisihan pendapat tentang bacaan maka tulislah berdasarkan bahasa Quraish, karena al-Quran diturunkan dengan bahasa Quraish.

D.    Perbedaan antara Mushaf Abu Bakar dan Mushaf Utsman
1.      Pengumpulan mushaf pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisannya alqquran ke dalam satu mushaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul pada kepingan-kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang.
2.      Latar belakang pengumpulan pada masa Abu Bakar karena banuyaknya Huffazh yang gugur. Sedangkan pengumpulan mushaf pada masa Usman adalah menyalin kembali mushaf yang telah tersusun pada masa Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkan ke seluruh negara Islam. Latar belakangnya adalah perbedaan dalam hal membaca al-Quran[4].







[1]Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran. h. 267
[2] Muhammad Ali al-Shabuni, Studi Ilmu al-Quran (Bandung: Pustaka Setia, 1991) h. 99
[3]Muhammad Ali Ash-Shabuny, Studi Ilmu al-Quran (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 106, judul asli At-Tibyan fi Ulumil Quran terjemahan Maman Abd. Djaliel.
[4]Muhammad Ali As-Shabuni, Studi Ilmu al-Quran, h. 110

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "ULUMUL QURAN; PENGUMPULAN AL-QURAN (JAM’ AL-QURAN)"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel