-->

Mengenal Neoplatonisme


 


Faquha.site Neoplatonisme adalah Aliran yang berupaya menggabungkan ajaran Plato dan Aristoteles dikenal dengan sebutan neoplatonisme, yang merupakan puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani. aliran ini bermaksud menghidupkan kembali filsafat Plato dengan dibumbui ajaran-ajaran lain seperti pythagoras, aristoteles, stoa, dan philo. dimana Plato diberi tempat istimewa dan tingkat yang lebih tinggi.

Namun disamping itu tetap memiliki warna mistik-religius asli. Pada aliran ini yang berpengaruh adalah Ammonius Saccas. Saccas adalah filsuf yang mengajar di Alexandria, Mesir, pada paro pertama abad ketiga.

Tokoh neoplatonisme yang dianggap representatif ialah Plotinus, murid Ammonius Saccas. plotinus lahir di Lycopolis, Mesir, pada tahun 205 M dan meninggal di Campania pada tahun 270 M.
Plotinus berguru pada Saccas selama 11 tahun. ia mempelajari falsafah Yunani sejak berusia 27 tahun, terutama karya-karya Plato. ia datang ke Roma sekitar tahun 244 M dan mengajar falsafah sekitar 25 tahun. plotinus yang berupaya memadukan ajaran aristoteles dan plato, hanya saja pada praktiknya, ia lebih condong pada ajaran-ajaran Plato. aliran baru yang dirintisnya mencakup berbagai pemikiran dari berbagai negara dan menjadi pusat bagi peminat falsafah, ilmu, dan sastra.

Plotinus juga mendalami ajaran-ajaran mistik India dan Persia, yang saat itu sedang populer. plotinus dikenal sebagai guru yang sangat dihormati, bahkan di antara murid-murid Plotinus ada yang mendewakannya. meski demikian, ia tetap bersikap rendah hati. 

Plotinus tidak berniat mendirikan aliran falsafah sendiri, ia hanya ingin mendalami filosofi Plato, sehingga filosofinya dinamakan neoplatonisme. plotinus tidak menuliskan ajarannya hingga ia berusia 50 tahun. sebelum Plotinus meninggal, ia mewariskan 54 karangan yang dikumpulkan dan diedit oleh salah satu muridnya, Porphyry, dalam enam kelompok yang dikenal dengan Enneads.

Pokok-pokok Pemikiran

Seluruh sistem filsafat Plotinus berkisar pada konsep kesatuan, yang disebutnya dengan nama “Yang Esa”, dan semua yang ada berhasrat untuk kembali kepada “Yang Esa”. Oleh karenanya, dalam realitas seluruhnya terdapat gerakan dua arah: dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, yaitu:

1. Dealektika menurun (a way down)

Dialektika menurun digunakan untuk menjelaskan “Wujud Tertinggi” dan cara keluarnya dari-Nya. Penjelasannya terhadap Wujud tertinggi itu Plotinus terkenal dengan teorinya “Yang Esa”, yaitu keluarnya alam dari “Yang Esa”, ia sampai kepada kesimpulan bahwa semua yang wujud, termasuk di dalamnya wujud pertama (Yang Esa), merupakan rangkaian mata rantai yang kuat dan erat, dan kemudian dalam studi kegamaan dikenal dengan istilah “kesatuan wujud"

2. Dealektika menaik (a way up)

Dialektika menaik digunakan untuk menjelaskan soal-soal akhlak dan jiwa, dengan maksud untuk menentukan kebahagiaan manusia. Setiap taraf hirarki mempunyai tujuan untuk kembali kepada taraf  lebih tinggi yang paling dekat dan kerena itu secara tidak langsung menuju ke “Yang Esa”. Karena hanya manusia mempunyai hubungan dengan semua taraf  hierarki, dialah yang dapat melaksanakan pengembalian kepada “Yang Esa”.[2]

Dua dialektika itu, oleh Plotinus dikembangkan teori tentang asal-usul alam semesta yang tampaknya juga merupakan gabungan dari teori-teori plato dan aristoteles  yang kemudian dikenal sebagai sistem emanasi.

Segala sesuatu di alam raya ini ada melalui jalan pengeluaran (emanasi) dari tuhan. Emanasi dari tuhan ini berlangsung secara mutlak dari sumbernya. Oleh karena itu alam raya ini dengan segala isinya kekal (azali) telah ada secara terpendam di dalam tuhan itu. Pengaliran keluar berjenjang turun dan semakin rendah semakin tidak sempurna keadaannya

Salah satu persoalan dasar paling pokok dalam ajaran neoplatonisme adalah bagaimana mendamaikan dua macam hal, yakni “Yang Esa” dan segala macam wujud yang fana, model emanasi dirancang untuk menjelaskan bagaimana segala sesuatu yang tidak memiliki unsur kesamaan antara satu dengan yang lain, pada saat yang sama, juga benar-benar saling berhubungan. Dengan teori emanasi itulah, akhirnya terdapat apa yang disebut unity of being, kesatuan wujud

Plotinus mencoba menyempurnakan ajaran keterhubungan antara dua wujud tersebut. Ia menggunakan pokok pikiran bahwa di antara semua wujud ini, ada wujud tertinggi, yang disebut “Yang Esa” atau “Wujud Tertinggi”, dan ada pula wujud yang terendah, yaitu alam materi. Sementara di antara kedua wujud tersebut, terdapat wujud-wujud yang lain.  Menurut plotinus wujud keseluruhan ada empat, yaitu:

a.       Yang Esa (to hen)

Menurut filosofi Plotinus, alam semesta bukanlah ciptaan “Yang Esa”, melainkan limpahan dari “Yang Esa” melalui proses emanasi-emanasi. tujuan akhir dari semua wujud adalah terserap kembali ke dalam “Yang Esa”, tempat asalnya. Sifat “Yang Esa” adalah di luar jangkauan pemahaman manusia.

b.      Akal (noun)

Akal keluar langsung dari “Yang Esa” dengan kedudukan sebagai asal pertama. Kedudukan akal di antara semua wujud ialah sebagai pembuat alam (shani’ al-alam). Akal ini juga mengandung ide-ide dari plato. Menurut plotinus, kalau alam abstrak, yaitu alam itu tidak terdapat di dalam akal, maka akal tidak mempunyai hakikat, tetapi hanya gambaran dari hakikat. 

Dan ini suatu tanda ketidaksempurnaan, sedangkan seharusnya akal ini sempurna. Dengan jalan menjadi “Yang Esa”, sama dengan idea of God dari plato, maka Plotinus telah mengambil ide plato seluruhnya, dan dipakainya untuk menafsirkan wujud pertama dan urut-urutan wujud lainnya.

c.       Jiwa (psykhe)

Kedudukan jiwa adalah sesudah akal, dan merupakan akhir wujud alam abstrak, serta menjadi penghubung, antara alam indrawi dan dunia gaib, atau alam ketuhanan.

d.      Materi (hyle)

Tingkatan alam materi adalah sesudah alam jiwa, dan menjadi asal (sumber) bagi alam lahir ini. Atau dengan kata lain, alam ini adalah refleksinya, sebab materi tersebut adalah di luar hakekat (reality), disebabkan oleh ketidaksempurnaannya, sedangkan alam abstrak semuanya adalah hakikat.[4]  Plotinus menganggap ada materi lain yang terdapat di dalam alam abstrak, sedangkan alam lahir ini merupakan cermin (gambaran) dari alam abstrak. 

Maka, yang akhir ini pun materi pula, hanya saja materi terakhir ini tidak mengandung keburukan dan ketidakhakikatan, seperti yang terdapat dalam alam lahir. Pikiran Plotinus ini juga tidak terlepas dari plato yang mengatakan bahwa alam lahir ini adalah gambaran (salinan) dari alam logos atau dari alam nonmateri

Daftar Pustaka
Noor, Hadian.  pengantar Sejarah Filsafat. Malang: Citra Mentari Group. 1997.
http://psiko-for-us.web.id/filsafat/dasar-filsafat/
Surajio. Ilmu Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara. Cet.IV. 2009.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya. Cet. VII. 1999.

[1]. http://psiko-for-us.web.id/filsafat/dasar-filsafat/
[2]. http://psiko-for-us.web.id/filsafat/dasar-filsafat/
[3].  Hadian Noor. Sejarah Filsafat. Malang: Citra Mentari Group. 1997. H. 49
[4]. http://psiko-for-us.web.id/filsafat/dasar-filsafat/
[5].Hadian Noor. Sejarah Filsafat. Malang: Citra Mentari Group. 1997. H.48



Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Mengenal Neoplatonisme"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel