-->

Alam Pewayangan ramai komentara Hak Angket DPR

Celoteh Astrajingga (Soal Hak Angket)

“Kang, heran saya mah dengan kelakuan para anggota DPR sekarang,” kata Dawala mengawali pembicaraan pagi itu. Kalimatnya itu ditujukan pada kakaknya Astrajingga alias Cepot.

“Heran kenapa?” ujar Astrajingga balik bertanya.

“Itu sidang paripurna yang menyepakati pengajuan hak angket untuk KPK, aneh bin ajaib atuh itu mah, kang,” tandas Dawala.

“Kalau gak aneh mah bukan anggota DPR namanya, Dawala,” jawab Astrajingga sambil tertawa.

“Tapi yang ini parah banget ya, kan sudah jelas sasaran hak angket itu eksekutif dalam pengertian sempit yaitu pemerintah, sedangkan KPK bukan lembaga pemerintah,” ujar Dawala.
“Sebenarnya mereka juga mengerti aturan itu, wong itu tugasnya kok,” timpal Astrajingga.

“Ya terus kenapa mereka tetap melakukannya padahal itu kan tidak benar?” Tanya Gareng yang coba ikut nimpali pembicaraan.

“Ya pasti itu ada maksud yang tersembunyi. Motif politik yang mereka tutupi dengan kemasan hak angket itu,” jawab Astrajingga.
“Wah, apaan itu, kang?” Tanya Dawala dan Gareng hampir berbarengan.

“Mereka ingin melakukan serangan balik terhadap lembaga anti rasuah tersebut,” ujar Astrajingga.

“Memangnya mereka diserang KPK sampai ingin melakukan serangan balik?” Tanya Gareng.

“Mereka merasa diserang dalam kasus yang sekarang tengah diusut KPK, yaitu dugaan korupsi e-KTP. Beberapa nama yang disebut penerima dana bancakan itu kan anggota-anggota DPR bahkan pucuk pimpinannya,” jawab Astrajingga.

“Terus kaitannya dengan hak angket gimana, kang?” Tanya Dawala.
“Nah, pengajuan hak angket itu kan bermula dari rapat kerja Komisi III dengan KPK. Komisi III ngotot meminta dibuka BAP Miryam Haryani, tersangka kesaksian palsu terkait korupsi e-KTP, dan KPK tidak mau,” tandas Astrajingga.
“Loh, mengapa KPK menolak permintaan DPR?” Tanya Gareng.

“BAP itu adalah bagian dari proses penyidikan, tidak boleh dibuka sembarangan selain di pengadilan. DPR atau bahkan presiden tidak boleh meminta dibuka BAP. Apalagi BAP Miryam ini terkait dengan dugaan korupsi e-KTP, kalau sampai dibuka bisa menghambat proses penyidikan,” jawab Astrajingga.

“Jadi, kalau misalnya KPK mau menuruti kemauan DPR membuka BAP, berarti DPR bisa melakukan intervensi dalam proses penyidikan, dong?” Tanya Dawala.

“Tepat sekali, Dawala,” jawab Astrajingga.
“O begitu, iya saya juga mengerti sekarang mah, kang,” ujar Gareng sambil mengangguk-anggukan kepala.
"Dan ujung-ujungnya mereka akan berusaha agar penyidikan kasus korupsi e-KTP tidak menyentuh para anggota dewan yang terhormat itu," kata Astrajingga.

"Hah, yang terhormat! dengan kelakuannya yang seperti itu mereka disebut yang terhormat, gak salah tuh?" tandas Gareng.
"Hehehe itu kan panggilan yang seharusnya, tapi kenyataannya tidak menunjukkan mereka pantas dihormati," timpal Dawala.

"Ya, begitulah. Kalau sudah dikuasai nafsu, terutama nafsu untuk melindungi diri dan kelompoknya, sekali pun salah, mereka seperti kehilangan akal. Semua dilabrak: hukum, etika, akhlak, dan sebagainya," ujar Astrajinggga.
"Jadi, gimana nanti kelanjutannya hak angket itu, kan sudah disepakati DPR," tanya Astrajingga.

"Menurut akang, KPK cuek saja, jangan mau didikte oleh DPR, apalagi hak angket itu tidak tepat untuk KPK, tepatnya untuk pemerintah," jawab Astrajingga.
"Dan rakyat juga pasti ada di belakang KPK, iya kan?" tanya Gareng.
"Tentu saja, keblinger kalau sampai rakyat dukung DPR dalam kasus ini," tandas Dawala.

"Ya,  DPR ini sebenarnya sedang melakukan bunuh diri politik. Dengan kasus ini, citra mereka pasti semakin nyungsep di mata publik," timpal Astrajingga.

Dawala dan Gareng mengangguk-anggukan kepala tanda setuju atas ucapan kakak tertuanya itu. Hari semakin siang, akhirnya mereka pun mengakhiri obrolan pagi itu.

Iding Rosyidin
Ciputat, 30 April 2017.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Alam Pewayangan ramai komentara Hak Angket DPR "

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel