Mengenal al-Bani si Tukang Jam
March 21, 2017
Add Comment
FAQUHA.com- WAHABI INDONESIA DAN HADITS DHA'IF
Akhir-akhir ini kaum Wahabi di Indonesia banyak mempersoalkan hadits-hadits yang banyak beredar atau diamalkan oleh masyarakat, tetapi oleh kaum Wahabi dianggap dha'if. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sebenarnya tidak semua kaum Wahabi anti dan sok alergi terhadap hadits dha'if. Orang yang pertama kali menolak peran hadits dha'if dalam konteks apapun adalah Syaikh al-Albani, tokoh Wahabi dari Yordania. Al-Albani mempelajari ilmu agama terutama ilmu hadits secara otodidak tanpa melalui seorang guru.
Kemudian pendapat al-Albani diikuti oleh kebanyakan angkatan muda kaum Wahabi yang sama-sama belajar otodidak tanpa tuntutan seorang guru, termasuk kaum Wahabi di Indonesia dan sekitarnya.
Sebenarnya di kalangan Wahabi masih banyak yang menerima peran hadits dha'if dalam konteks yang disepakati oleh para ulama ahli hadits. Sebut saja misalnya Syaikh Ibnu Utsaimin, tokoh Wahabi kharismatik dari Saudi Arabia. Dalam beberapa kitabnya, seperti kitab al-Syarh al-Mumti' 'ala Zad al-Mustaqni, Ibnu Utsaimin banyak sekali menggunakan hadits-hadits dha'if, sebagaimana arus umum di kalangan ulama mazhab empat dan ahli hadits.
Pendapat al-Albani yang menolak peran hadits dha'if secara mutlak adalah bid'ah baru dalam Islam yang menjadi sumber perpecahan baru di dunia Islam, dan bahkan perpecahan di kalangan internal kaum Wahabi sendiri.
Faksi al-Albani di kalangan Wahabi telah menjadi faksi baru yang lebih radikal dan ekstrem di internal Wahabi. Walhasil, penolakan hadits dha'if secara mutlak adalah bid'ah sesat yang ditebarkan oleh kaum Wahabi faksi al-Albani.
Akhir-akhir ini kaum Wahabi di Indonesia banyak mempersoalkan hadits-hadits yang banyak beredar atau diamalkan oleh masyarakat, tetapi oleh kaum Wahabi dianggap dha'if. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sebenarnya tidak semua kaum Wahabi anti dan sok alergi terhadap hadits dha'if. Orang yang pertama kali menolak peran hadits dha'if dalam konteks apapun adalah Syaikh al-Albani, tokoh Wahabi dari Yordania. Al-Albani mempelajari ilmu agama terutama ilmu hadits secara otodidak tanpa melalui seorang guru.
Kemudian pendapat al-Albani diikuti oleh kebanyakan angkatan muda kaum Wahabi yang sama-sama belajar otodidak tanpa tuntutan seorang guru, termasuk kaum Wahabi di Indonesia dan sekitarnya.
Sebenarnya di kalangan Wahabi masih banyak yang menerima peran hadits dha'if dalam konteks yang disepakati oleh para ulama ahli hadits. Sebut saja misalnya Syaikh Ibnu Utsaimin, tokoh Wahabi kharismatik dari Saudi Arabia. Dalam beberapa kitabnya, seperti kitab al-Syarh al-Mumti' 'ala Zad al-Mustaqni, Ibnu Utsaimin banyak sekali menggunakan hadits-hadits dha'if, sebagaimana arus umum di kalangan ulama mazhab empat dan ahli hadits.
Pendapat al-Albani yang menolak peran hadits dha'if secara mutlak adalah bid'ah baru dalam Islam yang menjadi sumber perpecahan baru di dunia Islam, dan bahkan perpecahan di kalangan internal kaum Wahabi sendiri.
Faksi al-Albani di kalangan Wahabi telah menjadi faksi baru yang lebih radikal dan ekstrem di internal Wahabi. Walhasil, penolakan hadits dha'if secara mutlak adalah bid'ah sesat yang ditebarkan oleh kaum Wahabi faksi al-Albani.
0 Response to "Mengenal al-Bani si Tukang Jam"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR