-->
Dalam 4 hari terakhir ini, dunia sosmed dipenuhi berita-berita soal sahabat saya, Kyai Ahmad Ishomuddin. Tanpa terpengaruh oleh berita tersebut, saya akan menulis sedikit pengetahuan saya tentangnya.
Terus terang, saya tidak mengenalnya sebagaimana saya mengenal ulama-ulama lain di dalam tubuh NU sebelum tahun 2015. Mungkin karena saya kurang update. Akhir 2014/awal 2015 saya balik ke Indonesia dari studi saya di Berlin dan hadir di Munas Ulama untuk persiapan Muktamar 2015 di Jombang. 
Saya hadir pada sesi pembahasan yang berkaitan dengan hukum Islam (bahtsul masa’il) dan rapat itu dipimpin oleh seorang muda, sepantar saya, berkacamata tak terlalu tebal, menyandang slendang sorban, dan nampak gesit memimpin dan memoderatori sidang para ulama yang terhimpun dalam Forum Bahtsul Masa’il. Meskipun sebagai aktivis lama di NU, saya penasaran, mengapa saya tidak kenal ulama muda ini. 
Mungkin karena saya 5 tahun lebih meskipun jadi Rais Syuriah PCINU Jerman, saya tidak mengamati dinamika internal NU. Maka saya tanya ke samping kiri dan kanan, siapa pemimpin sidang? Sebelah saya menjawab, Kyai Ahmad Ishomuddin. Penasaran saya, “siapa dia dan dari mana?” Dia ulama muda dari Lampung. Cukup jawaban itu karena saya sebenarnya lebih cukup cara dia memimpin, mengutip makhad aqwal ulama, merujuk dalil Qur;an dan hadis dan kitab-kitab rujukan di lingkungan NU.
Kesan pertama saya adalah dia pasti nyantrinya lama dan tekun membaca kitab. Dia bisa hafal makhad yang panjang-panjang. Hafal Qur’an dan hadis banyak kita jumpai, namun hafal makhad sebuah kitab, jarang orang terpelajar dan santri yang menghafalnya. Meskipun saya terkesan, saya tidak berkenalan langsung pada saat itu. Dalam hal ini, saya terkena kebiasaan lama, malu berkenalan dengan tokoh baru. Biar dia yang kenal saya.
Tapi ternyata saatnya tiba. Kita berdua sama-sama diundang oleh STAIMAFA Kajen untuk membedah fiqih sosialnya Allah Yarhamhu Kyai Sahal. Di sinilah kemudian kita berkenalan lebih akrab, nginep di hotel yang sama, dan cari makan keluar sama-sama. 
Dalam acara bedah pemikiran Kyai Sahal, kyai Ishom bercerita soal kealiman dan kedalaman pemikiran kyai Sahal, sulit mencari tandingannya. Dia bukan santri langsung kyai Sahal namun dia berusaha membaca semua karya-karya kyai Sahal yang berbahasa Arab. Keahliannya dalam bidang fiqih dan usul fiqih menyebabkannya mudah untuk menghubungkan garis pemikiran kyai Sahal dan mainstream pemikiran fiqih dan ushul fiqih para pemikiran besar Islam.
Dari pertemuan di STAIMAFA inilah kemudian saya dan kyai Ishom bertukar pemikiran secara intensif. Jika ada masalah yang menurutnya saya tahu dan ahli maka dia telpon dan mengajak diskusi. Saya pun demikian. Sekian dulu, nanti saya lanjutkan dengan catatan berikutnya. (Oleh: Gus Syafiq Hasyim)
2010 aku mendengar namanya masuk jajaran Rais Syuriah PBNU, bahkan sebagai Rais Termuda. Desas-desusnya, waktu itu calon Rais Syuriah PBNU dari wilayah Lampung tidak berkenan karena merasa sudah sepuh, ia lalu merekomendasikan Anak Muda yang juga dosen syariah di IAIN Raden Intan Lampung. Tentu tidak gegabah dan asal menerima sosoknya yang “asing” di belantara NU Nasional.
Ia masuk dalam jajaran para kiai di sebuah organisasi besar yang dijadikan rujukan problematika umat.
Aku kemudian lebih dalam mengetahui tentang sosoknya melalui rekan sekaligus dosen di almamaterku IAIN Purwokerto, yakni Mas Agus Sunaryo, sosok muda yang juga tak kalah fenomenal kiprahnya. “Gus Ishom itu mahaguruku sekaligus orangtuaku. Aku seperti ini karena didikan kerasnya. Aku sangat hormat dan kagum terhadapnya,” kata Mas Agus semangat menceritakan sosoknya.
2013 mulai aku mengenalnya, sosok yang ketika datang ke PBNU tak ragu untuk cangkrukan terlebih dahulu di pos Security bersama para Security, dan duduk lebih lama jika ada sosok-sosok sepuh kawan Gus Dur seperti Mbah Imam Mudzakir dan Kiai Abbas Muin di sana.
Ia kuketahui sangat kuat komitmennya dan teguh pendirian terlebih dalam isu-isu NU yang berdampak pada nasional maupun internal. Konsentrasi syariah yang menjadi keahliannya tidak lantas melunturkan pengetahuannya akan sejarah dan ilmu tafsir, yang itu kuketahui setiap kali berbincang tentang segala sesuatu dengannya, baik berdua informal maupun forum resmi.
Ia bagi saya sangat loyal terhadap NU dan simbol NU baik itu Rais Am maupun Ketum PBNU. Loyalitasnya selalu terukur sehingga tidak mengkerdilkan keteguhan pendiriannya yang ia yakini benar menurut keahlian dan keilmuannya. Di saat-saat tertentu aku diminta menghubunginya jikalau Ketum PBNU, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, berhalangan hadir memenuhi undangan, baik skala nasional maupun internasional, dan ia akan mengiyakannya meskipun aku yakin ia juga sangat sibuk. Aku beruntung, karena mungkin sangat sering berinteraksi dengannya, bahkan melalui sms dan telepon sekalipun.
Melihatnya dibully oleh sebagian orang di Republik ini, aku tidak kaget. Bahkan difitnah telah menerima ini itu dlsb, akupun tidak heran. Ia layak menerima itu semua, karena ia bagiku adalah sosok besar dan penuh ilmu, dedikasinya sangat tidak diragukan sama sekali terhadap ilmu dan NU. Kehidupan yang ia ceritakan adalah hal yang nyata yang saya juga menyaksikan dan saya mendengarnya langsung dari para pecinta beliau.
Kiaiku… Semakin besar engkau, semakin deras gelombang menerjangmu. Semakin tinggi engkau, semakin kuat angin menerpamu. Kiaiku… Yakinlah para pencintamu makin menggilaimu diantara serpihan Fitnahyang menghunjammu. Tetap sehat Kiaiku… Ahmad Ishomuddin bersama orang tercintamu, Nyai Shally Widyasavitri Ishomuddin, sosok yang selalu ada untukmu Kiaiku.
We PROUD OF YOU. We LOVE YOU….tidak peduli engkau belum haji dan doktor sekalipun. Dan hari ini aku makin bangga padamu Kiaiku… Kudengar engkau bagian doa di acara Peresmian TITIK NOL ISLAM NUSANTARA di Bumi Batak sana, di depan Presiden RI dan para ulama dan pemimpin negeri ini. Dan aku makin bangga karena itu permintaan Komunitas Batak Islam setempat. (Oleh: Gus Hafidz Ismail)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to " "

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel