-->

Belajar Hadis Online; Sejarah Penulisan Hadis


Larangan menulis Hadis

لا تكتبوا عني شيئا إلا القرآنَ، فمن كتب عني شيئا غير القرآن فليمحه
“Janganlah kamu tulis sesuatu dariku selain Alquran. Barangsiapa telah menulis sesuatu dariku selain Alquran hendaklah ia menghapusnya”

Anjuran menulis Hadis
أكتبوا لابي شاه
Tulislah untuk Abu Syah "

Ibnu Qutaibah(w. 276 H) berupaya mengambil titik temu. Ia menyatakan kontradiksi hadis-hadis itu, pertama bisa diselesaikan dengan nasakh mansukh sunnah bi sunnah, yakni semula Rasulullah Saw. Melarang penulisan hadis tetapi setelah beliau melihat bahwa Sunah semakin banyak dan hafalan itu lambat laun akan hilang, maka beliau memerintahkan agar Sunah ditulis dan didokumentasikan.

Kedua: bahwa kebolehan menulis sunah itu dikhususkan bagi beberapa orang sahabat. Pendapat lain menyatakan bahwa larangan itu ditujukan kepada penulisan hadis bersama Alquran dalam satu lembar. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan bagi para pembacanya. Adapun penulisan hadis dan ilmu lainnya bukanlah sesuatu yang dilarang. 

Setelah Islam tersebar keluar Jazirah Arab, para sahabat mulai terpencar di beberapa wilayah, maka Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz (menjabat antara tahun 99 H hingga 101 Hijriyah) mengabadikan hadis dalam bentuk tulisan dan kemudian dibukukan dalam dewan Hadis. Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Hazm (walikota Madinah saat itu) yang berisi:

“Perhatikanlah hadis-hadis Rasulullah saw. Yang kau jumpai dan tulislah, karena aku sangat khawatir akan terhapusnya llmu, sejalan dengan hilangnya ulama”

Lalu Ibn Hazm menunjuk Ibnu Syihab Az-Zuhryuntuk mengumpulkan hadis-hadis dan kemudian ditulisnya dalam lembaran-lembaran.Selanjutnya muncul Ibnu Juraij (wafat 150 H) sebagai penulis Hadis di Mekah, Abu Ishaq (wafat 151 H) dan Imam Malik (wafat 179 H) sebagai penulis Hadis di Madinah, Sufyan Tsauri (wafat 116 H) di Kufah, Rabi bin Shabih (wafat 160 H) di Basrah, al-Auza’i (wafat 156 H) di Syam, mereka semua berguru kepada Ibn Hazm dan Az-Zuhri.

Ciri-ciri Kitab Hadis pada abad ke-2

Karya ulama pada abad ke-2 ini masih bercampur aduk antara hadis-hadis Rasulullah dan fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in. Walhasil dalam karyanya terdapat hadis yang marfu’, mauquf, dan maqtu. Diantaranya pula ada yang Sahih, Hasan dan Dhaif. Pada abad ini pula tampilah Imam Syafi’i yang berinisiatif untuk mengklasifikasikan Hadis secara tematis.
Kitab-kitab hadis yang terkenal pada abad ke-2 diantaranya: Al-Muwatha. Disusun oleh Imam Malik pada tahun 144 H. Atas anjuran Khalifah Al-Mansur. Ada juga Musnad al-Syafii, dan Mukhtalif Hadis, karya Imam Syafi’i.

Kitab Hadis pada Abad Ke-3
Sebuah Hadis sampai kepada kita saat ini sudah tertulis dalam kitab-kitab Hadis yang dikumpulkan oleh ahli Hadis yang kapasitasnya sebagai Mukharij (mengambil dan menuliskan hadis langsung dari rawi-rawi dalam susunan sanad).

Pada Abad pertama, kedua dan ketiga (masa Ulama mutaqaddimin), Hadis berturut-turut mengalami masa periwayatan, penulisan dan penyaringan dari fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in. Oleh karena itu para penulis kitab sejak abad ke 4 H menuliskan nama rawi terakhir pada akhir matn Hadisnya

Abad ke empat ini, merupakan abad pemisah antara ulama Mutaqaddimin, yang dalam menyusun kitab hadis mereka berusaha sendiri menemui para sahabat atau tabi’in penghafal hadis dan kemudian menelitinya sendiri, dengan ulama Mutaakhirin yang dalam usahanya menyusun kitab-kitab hadis, mereke hanya menukil dari kitab-kitab yang telah disusun oleh ulama Mutaqaddimin.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Belajar Hadis Online; Sejarah Penulisan Hadis"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel