Belajar Hadis Online; Sejarah Penulisan Hadis
November 11, 2015
Add Comment
Larangan menulis Hadis
لا تكتبوا عني شيئا إلا القرآنَ، فمن كتب عني شيئا
غير القرآن فليمحه
“Janganlah
kamu tulis sesuatu dariku selain Alquran. Barangsiapa telah menulis sesuatu
dariku selain Alquran hendaklah ia menghapusnya”
Anjuran menulis Hadis
أكتبوا لابي شاه
Tulislah untuk Abu Syah "
Ibnu Qutaibah(w. 276 H) berupaya mengambil titik temu. Ia menyatakan
kontradiksi hadis-hadis itu, pertama bisa diselesaikan dengan nasakh
mansukh sunnah bi sunnah, yakni semula Rasulullah Saw. Melarang
penulisan hadis tetapi setelah beliau melihat bahwa Sunah semakin banyak
dan hafalan itu lambat laun akan hilang, maka beliau memerintahkan agar Sunah
ditulis dan didokumentasikan.
Kedua: bahwa kebolehan menulis sunah itu dikhususkan bagi
beberapa orang sahabat. Pendapat lain menyatakan bahwa larangan itu ditujukan
kepada penulisan hadis bersama Alquran dalam satu lembar. Hal ini dimaksudkan
agar tidak terjadi kekeliruan bagi para pembacanya. Adapun penulisan hadis dan
ilmu lainnya bukanlah sesuatu yang dilarang.
Setelah Islam tersebar keluar Jazirah Arab, para sahabat
mulai terpencar di beberapa wilayah, maka Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz (menjabat antara tahun 99 H hingga 101
Hijriyah) mengabadikan hadis dalam bentuk tulisan dan kemudian dibukukan dalam
dewan Hadis. Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Hazm
(walikota Madinah saat itu) yang berisi:
“Perhatikanlah hadis-hadis Rasulullah saw.
Yang kau jumpai dan tulislah, karena aku sangat khawatir akan terhapusnya llmu,
sejalan dengan hilangnya ulama”
Lalu Ibn Hazm menunjuk Ibnu Syihab Az-Zuhryuntuk mengumpulkan hadis-hadis dan kemudian ditulisnya
dalam lembaran-lembaran.Selanjutnya muncul Ibnu Juraij (wafat 150 H) sebagai
penulis Hadis di Mekah, Abu Ishaq (wafat 151 H) dan Imam Malik (wafat 179 H)
sebagai penulis Hadis di Madinah, Sufyan Tsauri (wafat 116 H) di Kufah, Rabi
bin Shabih (wafat 160 H) di Basrah, al-Auza’i (wafat 156 H) di Syam, mereka
semua berguru kepada Ibn Hazm dan Az-Zuhri.
Ciri-ciri Kitab Hadis pada abad ke-2
Karya ulama pada abad ke-2 ini masih bercampur aduk
antara hadis-hadis Rasulullah dan fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in. Walhasil
dalam karyanya terdapat hadis yang marfu’, mauquf, dan maqtu. Diantaranya
pula ada yang Sahih, Hasan dan Dhaif. Pada abad ini pula tampilah Imam Syafi’i
yang berinisiatif untuk mengklasifikasikan Hadis secara tematis.
Kitab-kitab hadis yang terkenal pada abad ke-2
diantaranya: Al-Muwatha. Disusun oleh Imam Malik pada tahun 144 H. Atas
anjuran Khalifah Al-Mansur. Ada juga Musnad al-Syafii, dan Mukhtalif Hadis,
karya Imam Syafi’i.
Kitab Hadis pada Abad Ke-3
Sebuah Hadis sampai kepada kita saat ini sudah tertulis
dalam kitab-kitab Hadis yang dikumpulkan oleh ahli Hadis yang kapasitasnya
sebagai Mukharij (mengambil dan menuliskan hadis langsung dari rawi-rawi dalam
susunan sanad).
Pada Abad pertama, kedua dan ketiga (masa Ulama
mutaqaddimin), Hadis berturut-turut mengalami masa periwayatan, penulisan dan
penyaringan dari fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in. Oleh karena itu para
penulis kitab sejak abad ke 4 H menuliskan nama rawi terakhir pada akhir matn
Hadisnya
Abad ke empat ini, merupakan abad pemisah antara ulama
Mutaqaddimin, yang dalam menyusun kitab hadis mereka berusaha sendiri menemui
para sahabat atau tabi’in penghafal hadis dan kemudian menelitinya sendiri,
dengan ulama Mutaakhirin yang dalam usahanya menyusun kitab-kitab hadis, mereke
hanya menukil dari kitab-kitab yang telah disusun oleh ulama Mutaqaddimin.
0 Response to "Belajar Hadis Online; Sejarah Penulisan Hadis"
Post a Comment
SILAHKAN KOMENTAR