-->

Epistimologi Qurani; Al-Quran Memandang Ilmu Pengetahuan

Faquha.com - Pembahasan epistemologi pada saat ini sangat diperlukan karena minimnya informasi tentang hal tersebut, apalagi kalau kita bicara tentang epistemologi Islam. Saya telah menulis tentang epistemology Islam dalam sebuah buku yang berjudul Menyibak Tirai kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam (Mizan 2003), di mana diuraikan tentang topik-topik utama epistemology Islam, berdasarkan pada bahan-bahan dan informasi yang saya dapatkan dalam karya-karya filosofis dan ilmiah Islam.

Namun apa yang akan disampaikan pada lembaran-lembaran berikut ini sekalipun sama-sama tentang epistemology, tetapi perspektif yang digunakan berbeda. Di sini saya akan semaksimal mungkin munggunalkan bahan-bahan dan data-data yang terdapat dalam al-Qur’an sendiri, kecuali di bagian akhir, sehingga tulisan ini diharapkan akan memberi gambaran yang relative objektif tentang bagaiman al-Qur’an sendiri memandang ilmu pengetahuan

Islam, al-Qur’ân dan Ilmu Pengetahuan

1.      Islam dan Ilmu Pengetahuan

Barangkali tidak ada agama yang seempatik Islam dalam menganjurkan ummatnya untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu, dalam pandangan Islam, bukan hanya sekedar memenuhi rasa ingin tahu atau tuntutan hidup belaka, tetapi merupakan kewajiban agama, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah S.A.W.: “Menuntut ilmu merupakan kewajiban (farîdhah) bagi setiap individu Muslim, laki-laki dan perempuan.”

Bahkan kewajiban menuntut ilmu bagi umat ini diberikan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Betapa tidak, Nabi memerintahkan, “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat,” yang menunjukkan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiaban seumur hidup, dan juga “tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina,” yang menunjukkan tak adanya batas ruang untuk belajar, dan juga disiplin ilmu yang kita pelajari. Tak heran kalau Prof. Osman Bakar dari Malaysia dalam salah satu ceramahnya pernah berujar “Islam is religion of knowledge.” 

Dari sini kita melihat dengan jelas betapa Islam memberi kedudukan yang tinggi kepada ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sangat tidak masuk akal, orang yang mengatakan bahwa Islam adalah penghambat ilmu pengetahuan. Islam adalah pendukung ilmu pengetahuan yang sangat semangat. Tidak pernah sekalipun Islam, sebagai agama, melarang umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan sebaliknya ia sangat menganjurkan pencarian ilmu tersebut. 

Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang memuji orang-orang yang berilmu, sampai-sampai mereka disamakan dengan orang yang melek, sementara orang yang tidak berilmu dengan orang buta. “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melek?” (6:50; 13:16 ), atau dengan ungkapan lain, “apakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?” (39:9). Jawabnya tentu saja tidak, dan itu, antara lain karena Allah S.W.T. berjanji akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kita dan yang diberi ilmu beberapa derajat.” (58:11)

2.      Nisbat Ilmu, Amal dan Iman

Meskipun begitu perlu diingat bahwa dalam Islam, ilmu tidak dituntut demi ilmu semata, tetapi untuk diamalkan. “Ilmu adalah cahaya,” demikian sabda Nabi, yang diharapkan akan bisa menerangi jalan hidup manusia, sehingga bisa sampai ke tujuan dengan selamat. Tanpa cahaya sebagai penerang tak ada yang menjamin apakah kita akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, atau tidak. Dalam tradisi Islam, pekerjaan (‘amal) yang tidak didasarkan pada ilmu, pekerjaannya terancam untuk ditolak. 

Tetapi ilmu yang tidak diamalkan juga akan terancam sia. Nabi bersabda, “ilmu yang tidak diamalkan ibarat pohon yang tak berbuah.” Menurut Muhammad Iqbal, al-Qur’an lebih mengutamakan amal dari pada pengetahuan, karena ilmu yang tidak diamalkan takkan member banyak manfa’at. Meski begitu, itu tidak berarti bahwa ilmu tidak penting, karena ilmu menjadi syarat bagi diterimanya amal kita. 

Selain itu, kita juga harus mengerti bahwa selain dengan ilmu, amal juga harus harus dikaitkan dengan iman. Al-Qur’an mensinyalir bahwa perbuatan yang baik, semacam memberi sedekah, yang tidak berdasar pada iman, tetapi pada yang lain, seperti riya, maka itu akan seperti menumpuk tanah di atas sebuah batu yang licin. Ketika hujan datang menerpa, maka ia akan menghempaskan segala apa yang ada di atas batu tersebut (2:264). Perpaduan antara iman dan amal ini akan menjamin kejayaan hidup kita dan “menghindarkan kita dari kerugian” (103:1), menyelamatkan kita dari “terjatuh ke tempat yang paling rendah” (95:4-6) dan “membawa kita ke surga yang dijanjikan” (2:25). Jadi ketiga komponen ini yakni ilmu, amal dan iman harus tetap kita miliki dan pertahankan, agar amal kita selama di dunia tidak menjadi sesuatu yang sia-sia.

3.      Kedudukan Ilmu dalam Peradaban

Islam tidak pernah menghambat kemajuan. Dalam sejarah peradaban, dunia Islam pernah memainkan peran yang sangat berarti baik bagi umat Islam itu sendiri maupun dunia. Kalaupun hari ini dunia Islam tidak dalam posisi memimpin, tapi itu bukanlah karena Islam itu sendiri. Kalau Islam identik dengan kemunduran, maka semestinya tikkan pernah ada masa di mana umat Islam memimpin dunia di bidang ilmu pengetahuan.

Kemunduran Islam saat ini adalah karena kita tidak lagi menjalankan dengan serius kewajiban menuntut yang telah dipikulkan kepundak kita dengan sungguh-sungguh. 

Seperti telah ditunjukkan dalam tulisan saya Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, rahasia sukses ilmuwan-ilmuwan” Muslim pada abad tengah adalah kesungguh-sungguhan mereka dalam menjalankan kewajiban menuntut ilmu yang telah dicanangkan oleh Nabi kita. Berbagai bidang ilmu, baik agama maupun umum, telah dituntut, dikaji, dianalisa dan diuji kebenarannya oleh para sarjana (‘ulamâ’)

Kita tidak usah heran kalau kita kemudian mengenal nama-nama agung yang terkenal bukan saja di dunia Islam tapi juga di seluruh dunia: Ibn Hajar al-Asqallânî di bidang Hadits, al-Ghazali di bidang ilmu Kalam, Ibn ‘Arabî di bidang Tasawuf, al-Thabarî di bidang Tafsir dan sejarah, al-Râzi dan Ibn Sînâ di bidang kedokteran, Mulla Shadra di bidang filsafat, Ibn Sâthir dan Qutb al-Din Syirâzi di bidang astronomi, Ibn Haytsam di bidang optik, al-Khwarizmî dan Tsâbit b. Qurrah al-Harrânî di bidang matematika dan lain-lain

Nama-nama besar dan pencapaian ilmiah ini merupakan kontribusi besar umat Islam kepada peradabana dunia, yang tidak bisa kita pisahkan dari dari etos ilmuan yang dibangun oleh al-Qur’ân, dan posisi yang tinggi yang diberikan oleh masyarakat Muslim kepada ilmu pengetahuan. (disunting dari Catatan Prof. Mulyadhi Kartanegara)


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Epistimologi Qurani; Al-Quran Memandang Ilmu Pengetahuan"

Post a Comment

SILAHKAN KOMENTAR

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel